15. Kejujuran Bian.

6.8K 545 31
                                    

🎵Untukmu aku bertahan - Afgan.

Bian menghentikan laju mobilnya ketika sudah sampai di depan kampus Asha. Asha melepas seatbelt yang dikenakan, hendak bergegas keluar dari mobil, karena kelas pertamanya akan segera di mulai.

"Sha, tunggu." ucap Bian menahan pergelangan tangan Asha.

"Kenapa?" tanya Asha.

"Nanti pulang jam berapa?" tanya Bian.

"Jam dua belas sudah selesai." ucap Salma.

"Nanti gue jemput, ya?" ucap Bian.

"Hm." ucap Asha.

Asha mengambil tangan kanan Rony, mencium punggung tangan suaminya itu. Setelah itu, Asha bergegas keluar dari mobil Bian, berjalan cepat masuk ke dalam area kampusnya, mengejar bel pertanda perkuliahan dimulai, yang sebentar lagi akan berbunyi.

Setelah memastikan isterinya itu sudah masuk ke dalam area kampusnya, Bian kembali melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan kampus Asha. Pandangan Bian memang fokus ke depan, menatap motor dan mobil yang ada di sekelilingnya, namun pikiran Bian tak bisa fokus. Bian memikirkan bagaimana reaksi orangtua Asha nanti, ketika dia jujur pada orang tua Asha, tentang bagaimana dia memperlakukan Asha selama ini.

"Kalau orangtuanya Asha gak terima anaknya di perlakukan seperti itu sama gue, gimana, ya?" Batin Bian.

Yang Bian takutkan adalah, orangtuanya Asha tak terima anak perempuannya diperlakukan seperti itu, dan menyuruh Asha untuk pergi meninggalkan dirinya. Bian tak ingin lagi merasakan kehilangan seperti dulu. Bian tak bisa membayangkan, bagiamana hidupnya jika dirinya kembai merasakan kehilangan orang terdekatnya.

Bian menghentikan laju mobilnya ketika sudah sampai di halaman rumah orangtua Asha. Bian melepas seatbelt yang dikenakan, berlalu turun dari mobilnya. Dengan langkah kaki sedikit ragu, Bian melangkahkan kakinya menuju pintu rumah orangtua Asha.

"Bisa, Bi. Lo bisa jujur sama orangtuanya Asha. Lebih baik orangtuanya Asha tau dari sekarang. Sepintar - pintarnya Lo menutupi kesalahan Lo, semuanya akan terbongkar juga pada akhirnya," batin Bian.

Tok. Tok. Tok.

Ceklek.

Senyuman terukir di bibir Bian ketika melihat Hendra membuka pintu rumah itu. Bian mencium punggung tangan ayah mertuanya itu.

"Assalamualaikum, ayah," ucap Bian.

"Waalaikumsalam," ucap Hendra dengan senyuman terukir di wajahnya.

"Ayah apa kabar, Yah?" tanya Bian basa basi.

"Ayah baik, Alhamdulillah. Kamu apa kabar?" tanya Hendra.

"Bian baik juga, Alhamdulillah," ucap Bian.

Hendra mempersilahkan Bian masuk ke dalam rumah. Keduanya berjalan beriringan menghampiri Risa yang sedang duduk di ruang keluarga, duduk di sofa kosong yang ada di ruang keluarga.

"Assalamualaikum, bunda," ucap Bian lalu mencium punggung tangan Risa.

"Waalaikumsalam, Bian," ucap Risa dengan senyum terukir di wajahnya.

"Kamu datang kesini sendiri, Bi? Asha tidak ikut?" tanya Risa.

"Hari ini kebetulan Asha ada jadwal kuliah, Bun. Bian datang kesini karena ada sesuatu yang ingin Bian bicarakan sama bunda dan ayah," ucap Bian.

"Sebentar, sebelum kita bicara, kamu mau minum apa? Biar bunda buatkan minum dulu," tanya Risa.

"Aku mau minum air putih aja, Bun," ucap Bian tak ingin merepotkan ibu mertuanya itu.

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang