58. Kecemburuan Nayra

2.3K 225 6
                                    

Bandar Udara Internaional Kualanamu, Sumatra Utara.

Asha mengambil koper miliknya, yang baru saja keluar. Jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi, namun ia sudah sampai di kota Medan. Yap. Sesuai dengan janjinya pada Bian, pagi ini ia benar – benar menyusul suaminya itu ke Medan, seorang diri.

Ini adalah pengalaman pertama Asha naik pesawat seorang diri. Awalnya ia ragu untuk berangkat pagi ini, namun ia memaksa dirinya untuk tetap berangkat, menepati janjinya pada Bian.

Asha mendorong kopernya itu keluar dari ruangan Bagasi, melangkahkan kakinya keluar dari area bandara, karena Bian pasti sudah menunggunya.

"Asha,"

Asha mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara ketika mendengar namanya di panggil. Senyuman terukir di bibirnya ketika melihat Bian berdiri tak jauh di belakangnya.

Bian melangkahkan kakinya menghampiri isterinya itu, menarik isterinya itu ke dalam pelukannya, setelah ia berdiri di hadapannya. Rasa rindunya selama beberapa hari belakangan ini akhirnya terbayar hari ini.

"Kangen banget," ucap Bian pelan, namun masih mampu Asha dengar.

"Aku juga kangen banget sama Kakak," ucap Asha.

Bian melepaskan pelukannya, menangkup wajah isterinya itu dengan dua tangannya, menatap manik mata isterinya itu dengan tatapan teduhnya.

"Gimana tadi, di perjalanan? Aman, kan?" tanya Bian.

"Aman, alhamdulillah. Walaupun ini pertama kalinya aku naik pesawat sendiri," ucap Asha.

"Hebat sekali isteri aku," ucap Bian mengelus pipi isterinya itu dengan penuh kelembutan.

"Mau langsung ke hotel?" tanya Bian.

"Boleh," ucap Asha.

Bian mengambil alih koper yang Asha dorong. Keduanya melangkahkan kaki mereka ke arah parkir bandara, masuk ke dalam mobil Bian yang terparkir di area parkir.

"I have something for you," ucap Bian.

"Apa?" tanya Asha.

"Sunflowers for my beloved wife," ucap Bian memberikan buket bunga matahari yang ada di tangannya pada Asha.

Senyuman terukir di bibir Asha. Dengan mata terpejam, Asha mencium buket bung itu. "Terimakasih, ya." ucap Asha.

"Sama – sama, sayangku." "Maaf ya, suaminya udah jarang kasih bunga," ucap Bian menggenggam tangan Asha.

"Kenapa harus minta maaf? Cara mengungkapkan kasih sayang kan gak harus dengan sering – sering kasih bunga. Perlakuan kamu sudah cukup menunjukkan ke aku kalau kamu cinta sama aku, Kak," ucap Asha.

Bian mencium punggung tangan isterinya itu. "Semakin cinta deh sama isteri aku yang cantik ini," ucap Bian.

Bian menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya itu meninggalkan area bandara, menuju hotel tempat mereka menginap, agar Asha bisa langsung istirahat dengan nyaman.

"Di hotel belum ada bahan masakan apa – apa. Nanti siang atau sore kita ke supermarket, ya, beli bahan masakan untuk beberapa minggu ke depan," ucap Bian.

"Iya," ucap Asha.

"Sekarang kamu lapar, gak? Kalau lapar kita take a way makanan dulu aja, sebelum ke hotel," tanya Bian.

"Enggak, kok, aku belum lapar. Tadi aku udah sempat sarapan sebelum pergi ke Bandara. Pas di bandara aku juga beli roti," ucap Asha.

"Kakak lapar?" tanya Asha.

"Enggak, aku juga udah sempat sarapan tadi sebelum ke bandara," ucap Bian.

Asha mengedarkan pandangannya keluar kaca mobil, menatap pemandangan di sekitarnya. Rasa kantuk Asha mulai datang, karena ia bangun dari sebelum sholat subuh.

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang