41. Bian Sakit.

3.7K 460 22
                                    

Bian menyeka keringat dingin yang mengucur di dahinya dengan punggung tangannya. Wajah lelaki itu kini pucat pasi, karena memang hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Sejak semalam badannya sudah demam, kepalanya sudah pusing, namun hari ini ia tetap memaksakan dirinya untuk bekerja. Ia mencoba untuk tetap profesional dengan pekerjaannya, walaupun mungkin tubuhnya sedang tidak bisa dirinya ajak kerja sama.

Bian memindahkan makanan dan minuman yang sudah matang ke dalam piring dan gelas, lalu meletakkan piring dan gelas itu ke atas nampan. Dengan sisa tenaga yang dirinya miliki, ia keluar dari ruangan memasak, melangkahkan kakinya menuju meja yang sudah dirinya siapkan pesanannya.

"Pesanannya sudah matang ya, Kak. Silahkan di nikmati," ucap Bian setelah meletakkan piring dan gelas itu di atas meja.

"Terimakasih,"

"Sama - sama. Terimakasih kembali, kak," ucap Bian ramah.

Bian beralih melayani pelanggan yang lain, yang belum di layani oleh pelayanan. Ia mencatat satu per satu makanan dan minuman yang di pesan. Setelah selesai, ia melangkah kakinya kembali ke ruangan memasak, menyiapkan makanan yang sudah di pesan.

Uhuk. Uhuk.

Bian menutup mulutnya ketika dia batuk. Yang dia rasakan sekarang adalah kepalanya semakin terasa pening, demam di tubuhnya juga sepertinya semakin tinggi, mungkin karena dia memaksakan tubuhnya.

"Minum dulu, mas," ucap Reza sambil memberikan segelas air putih pada Bian.

Bian menggambil segelas air putih tersebut, meneguk air putih itu hingga tandas, tak tersisa setetes pun.

"Terimakasih, mas," ucap Bian.

"Sama - sama," ucap Reza.

"Mas, lagi sakit, ya? Istirahat aja, mas, ini biar saya yang lanjutkan. Muka mas sudah pucat sekali," ucap Reza yang sedari tadi memperhatikan Bian.

"Gapapa, mas. Saya masih kuat, kok," ucap Bian.

"Mas, jangan paksa keadaan mas. Mas perlu istirahat yang cukup. Kalau mas tetap kekeuh bekerja, keadaan mas bisa semakin drop," ucap Reza.

"Saya masih kuat, mas. Kalau nanti saya sudah merasa tidak kuat, saya pasti akan istirahat," ucap Bian tetap kekeuh dengan pendiriannya.

Reza menghela napasnya berat. Partner kerjanya itu ternyata cukup keras kepala, ternyata.

"Baiklah kalau memang mau mas seperti itu. Saya tinggal ya, mas. Seandainya mas memang butuh bantuan, panggil saya saja," ucap Reza.

"Iya, mas, terimakasih," ucap Bian.

Bian kembali menyiapkan pesanan makanan dan minuman dari pelanggan yang baru saja dirinya layani. Ia harus kuat, tak boleh lemah. Itulah pendirian Bian saat ini, yang membuat Bian kekeuh ingin tetap bekerja disaat kondisi tubuhnya sedang tidak memungkinkan seperti ini.

Setelah pesanan makanan dan minuman yang di pesan matang, Bian membawakan pesanan itu ke meja pelanggannya, tak lupa mengucapkan selamat makan dan terimakasih pada pelanggan yang di layani. Dengan treatment seperti itulah cara coffeeshop ini menarik pelanggan setianya.

Bruk.

Nampan yang Bian genggam jatuh ke lantai, bersamaan dengan tubuh Bian yang luruh di lantai. Lelaki itu pingsan, membuat beberapa pelayan yang ada di dekatnya mengerubungi Bian, membopong tubuh Bian, membawa Bian masuk ke ruangan private room.

Reza menempelkan minyak kayu putih di hidung Bian, mencoba menyadarkan Bian yang sedang pingsan. Ini yang Reza takutkan jika Bian tetap dengan pendiriannya. Terjadi juga, kan?

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang