55. LDR?

2.1K 290 26
                                    

Bian membaca beberapa berkas yang ada di mejanya. Setelah selama beberapa hari kemarin, Bian fokus dengan Asha, kini lelaki itu sudah mulai kembali ke kantor, dan mulai bekerja seperti sediakala. Jangan tanya seberapa banyak pekerja yang menumpuk di mejanya, karena ia sendiri saja sudah pusing melihat map - map yang ada di atas mejanya itu. Sudah jelas kan, sebanyak apa?

"Udah jam istirahat, Lo gak mau makan siang?" tanya Liam yang ada di dalam ruangan yang sama dengan Bian.

"Gue bawa bekel, jadi kayaknya gue makan disini aja," ucap Bian.

"Yaudah," "Gue mau ke coffeshop, mau nitip kopi, gak?" tanya Liam menawarkan Bian.

"Boleh, kayak biasa, ya," ucap Bian.

"Okey," "kalau bokap Lo cari gue, bilang aja gue ke coffeshop sebentar," ucap Liam.

"Iya, aman," ucap Bian.

Liam beranjak dari tempat duduknya, keluar dari ruangan kerjanya, meninggalkan Bian seorang diri. Bian kembali fokus dengan berkas - berkas yang ada di hadapannya, karena berkas - berkas itu harus segera ia tanda tangani.

Tok. Tok. Tok.

Ceklek.

Bian mengalihkan pandangannya ke arah pintu ruangannya ketika mendengar pintu ruangannya itu di buka.

"Kamu gak istirahat, Bi?" tanya Husein menghampiri Bian.

"Aku lagi mau selesaikan berkas - berkas ini dulu, Pah, karena harus segera aku tanda tangan," ucap Bian.

"Papa ada apa kesini? Ada yang mau dibicarakan sama aku atau Liam?" tanya Bian.

"Ada yang mau Papa bicarakan dengan kamu," ucap Husein.

"Kenapa, Pa?" tanya Bian.

"Gini. Jadi, di kantor cabang perusahaan kita yang ada di Medan, sedang ada projek yang mau di kerjakan. Tapi, rekan kerja Papa yang yang ada disana maunya kamu yang menangani projek itu." "Kamu bisa, gak, berangkat kesana, untuk urus projek itu?" tanya Husein.

Bian terdiam sejenak, sedikit ragu untuk menerima penawaran dari Papa nya itu. Satu sisi, Bian yakin, Papanya pasti sangat berharap ia mau berangkat kesana dan menangani projek itu. Tapi di sisi lain, ia juga memikirkan Asha. Tak mungkin, kan, ia meninggalkan Asha sendiri?

"Gimana, Bi?" tanya Husein menyadarkan Bian dari lamunannya.

"Kira - kira meeting projek nya dari kapan dan berapa hari, Pa?" tanya Bian.

"Klien kita mintanya lusa kita sudah mulai meeting, jadi kalau kamu memang bisa, besok kamu sudah harus berangkat ke Medan. Untuk berapa harinya, paling lama dua minggu. Tapi kalau sebelum dua Minggu kamu bisa meyakinkan klien kita, mungkin kepulangan kamu ke Jakarta bisa di percepat," ucap Husein.

Dua Minggu bukan waktu yang sebentar, kan? Bian tak bisa membayangkan dua minggu tanpa Asha di sampingnya. Huft.

"Bian coba omongin sama Asha dulu ya, Pa. Kalau memang Asha berkenan untuk Bian tinggal, Bian akan terima tawaran itu," ucap Bian.

"Papa tunggu kabarnya, ya. Kalau kamu memang tidak bisa, gapapa, nanti biar Papa sama Abang kamu yang pergi kesana," ucap Husein.

"Iya, Pah. Nanti malam setelah Bian ngobrol sama Asha, Bian kabari ke Papa," ucap Bian.

"Yasudah, Papa tinggal, ya. Maaf mengganggu waktu kamu bekerja," ucap Husein.

"Gapapa, Pah," ucap Bian.

Husein beranjak dari tempat duduk yang di duduki, melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kerja Bian, tak ingin mengganggu anaknya yang sedang fokus bekerja.

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang