10. Trauma.

6.9K 431 37
                                    

Asha menatap langit - langit kamarnya dengan tatapan kosong. Sejak insiden di mobil kemarin, hubungan Asha dan Bian semakin merenggang. Saat ini Asha sedang berusaha untuk berjaga jarak dengan Bian. Ritmenya seperti ini, jika Bian ada dirumah, sebisa mungkin Asha tidak keluar dari kamarnya, ketika suaminya itu sudah keluar, barulah Asha keluar dari kamarnya. Seperti pagi ini, Asha masih berada di dalam kamarnya karena Bian belum berangkat ke kantor, entah lelaki itu akan berangkat ke kantor atau tidak hari ini.

Kemarin, sesampainya di rumah, Asha langsung masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya agar Bian tak lagi bisa mengganggunya. Tangis Asha pecah semalaman. Asha tak menyalahkan Bian yang tiba tiba menjemputnya kemarin, yang Asha kecewa adalah cara lelaki itu menjemput dirinya kemarin. Tak bisa kan Bian mengajaknya pulang dengan cara baik - baik?

Karena kejadian kemarin, kening Asha lebam karena terbentur dashboard mobil, pergelangan tangan Asha juga luka, karena Bian mencekal pergelangan tangannya kencang. Namun dibalik semua rasa sakit itu, Asha merasa semua rasa sakit itu tak sebanding dengan rasa sakit hati Asha saat ini dan rasa takutnya pada Bian.

Tok. Tok. Tok.

Asha tersadar dari lamunannya ketika mendengar pintu kamarnya di ketuk.

"Siapa yang ketuk pintu, ya?" batin Asha. "Masa kak Bian? Gak mungkin lah dia ngetuk pintu kamar aku. Gengsi kak Bian kan tinggi." batin Asha lagi.

Asha beranjak dari tempat duduknya, melangkahkan kakinya mendekati pintu kamarnya, membuka pintu kamarnya itu lebar. Ternyata yang mengetuk pintu kamarnya ada Bibi Ratna, sedangkan Bian sedang sarapan di meja makan. Tatapan mereka sempat bertemu, namun dengan cepat Asha mengalihkan pandangannya.

"Kenapa, Bi?" tanya Asha.

"Ini Non, saya bawakan sarapan untuk Non. Non pasti lapar, kan?" ucap Bibi Ratna.

"Yaampun, makasih banyak ya, Bi. Bibi memang paling mengerti aku, deh," ucap Asha menyindir Bian, entah suaminya itu dengar atau tidak.

"Sama - sama, Non. Dihabiskan sarapannya, ya. Nanti kalau perlu bantuan saya, panggil saya saja, non," ucap Bibi Ratna.

"Siap, Bi," ucap Asha.

Bibi Ratna kembali turun ke lantai bawah, sedangkan Asha kembali masuk ke dalam kamarnya, membawa nampan yang bibi Ratna berikan.

Asha menikmati menu sarapan yang Bibi Ratna siapkan. Walaupun hanya beberapa potong sandwich, itu cukup mengganjal perutnya yang lapar pagi ini. Ternyata sarapan di kamar lebih bisa membuat Asha tenang dan nyaman, daripada dia sarapan dibawah bersama Bian, yang berujung mereka akan berantem pada akhirnya.

Ting.

Asha mengalihkan pandangannya ketika sebuah notifikasi chat masuk ke dalam ponselnya. Nama Bian tertera di layar ponselnya, membuat Asha mengerutkan keningnya, bingung. Ada apa suaminya itu mengirimnya pesan?

Kak Bian.
Turun. Gue mau obati kening Lo.

Asha kembali mengerutkan keningnya setelah membaca pesan yang Bian kirim. Darimana Bian tau kalau kening Asha memar karena terbentur dashboard? Apa lelaki itu mengintip ketika dirinya keluar kamar?


Asha.
Gak usah repot - repot. Aku gapapa.

Kak Bian.
Kening Lo memar, masih bisa bilang gapapa? Gue tau Lo masih marah sama gue, tapi gue minta Lo turunin ego Lo dulu sekarang.

Asha.
Bisa ngaca gak sebelum ngomong? Dengan kakak gak minta maaf sama aku sampai detik ini, memang ego kakak gak tinggi?

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang