48. Kehilangan?

2.6K 211 0
                                    

KRING!!

Dering ponsel itu terdengar nyaring di dalam kamar Asha dan Bian. Pemilik ponsel itu adalah Asha, namun yang terusik tidurnya adalah Bian. Bian mengerjapkan matanya, menetralkan matanya dari cahaya lampu yang masuk ke dalam retinanya.

Bian meraba nakas yang ada di samping Asha, mencari keberadaan ponsel isterinya. Setelah mendapatkan ponsel tersebut, Bian melihat nama yang tertera di layar ponsel itu. Ternyata yang menelpon Asha tengah malam adalah Risa, Bunda Asha.

Bian mengalihkan pandangannya ke arah Asha, berniat membangunkan isterinya itu, memberitahu perempuan itu bahwa ada yang menelpon nya.

“Sha, ada telepon dari Bunda. Bangun dulu sebentar, ya? Takutnya penting,” ucap Bian.

“Kamu aja yang angkat, aku ngantuk banget, Kak,” ucap Asha.

Setelah mendapatkan izin dari isterinya untuk mengangkat panggilan telepon tersebut, Bian mengangkat panggilan telepon tersebut, mendekatkan layar ponselnya itu ke daun telinganya.

“Hallo, Assalamualaikum, Sha,”

“Waalaikumsalam, Bun. Ini Bian. Ashanya tidur, bun.” “Ada apa ya, Bun? Biar nanti Bian kasih tau ke Asha,” tanya Bian.

“Bi, ayah, Bi,” ucap Risa dengan isak tangisnya.

“Ayah? Ayah kenapa, Bun?” tanya Bian.

“Ayah kecelakaan, Bi. Harusnya dia pulang ke rumah malam ini, tapi Bunda dapat kabar kalau ayah kecelakaan,” “Ayah di bawa ke rumah sakit Cipta Medica. Sekarang bunda sudah mau berangkat kesana. Kamu nyusul sama Asha, ya?” ucap Risa.

“Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Bian coba kasih tau Asha  sekarang ya, Bun. Setelah itu Bian dan Asha akan langsung ke rumah sakit,” ucap Bian.

“Kita ketemu disana ya, Nak. Assalamu’alaikum,”

“Waalaikumsalam, Bun,”

Tut.

Bian menurunkan ponselnya ketika panggilan telepon itu terhenti. Tatapan matanya beralih menatap Asha yang sudah membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk. Bagaimana caranya ia memberitahu isterinya itu tentang keadaan Ayahnya?

“Kak? Ada apa? Bunda baik – baik aja, kan? Kok tadi kamu ngomong innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un?” tanya Asha.

Bian menarik Asha ke dalam pelukannya, mengelus punggung isterinya itu dengan penuh kelembutan. Mulutnya seketika keluh, tak tega memberitahu kabar yang baru ia ketahui itu pada isterinya.

“Kak? Kasih tau aku, ada apa?” desak yang hatinya mulai tak tenang.

“Bunda tadi kasih aku kalau Ayah kecelakaan dan sekarang sudah di bawa ke rumah sakit Cipta Medica.”
Tubuh Asha seketika menegang, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Asha memang tahu bahwa ayahnya sedang mengurus pekerjaan di luar kota. Namun yang Asha tau, Papanya baru akan pulang lusa, mengapa jadi secepat ini?

“Kita ke rumah sakit, ya? Bunda juga baru mau berangkat ke rumah sakit,” ucap Bian.

“Aku takut, Kak. Aku takut terjadi hal yang tidak di inginkan sama Ayah,” ucap Asha pelan, namun masih mampu Bian dengar.

“Sha, kita gak tau apa yang terjadi di rumah sakit. Kita berdoa yang terbaik aja, ya? Insyaallah Allah akan selalu jaga Ayah,” ucap Asha.

Bian melepaskan pelukannya. Tangannya mengelus lengan Asha dengan lembut, mencoba menguatkan isterinya. Dari raut wajah isterinya, ia bisa melihat bahwa isterinya itu sedang memikirkan banyak hal.

“Ayo kita ganti baju, habis itu kita langsung ke rumah sakit,” ucap Bian.

Asha dan Bian beranjak dari tempat duduk mereka. Asha membuka pintu lemari bajunya, mengambil baju ganti untuk dirinya dan suaminya. Setelah selesai mengganti pakaian, mereka bergegas keluar dari kamar mereka.

Antara Cinta dan Benci (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang