Himawari atau Mahi, bisa dibilang meninggal karena kesalahannya sendiri. Berat badan yang mencapai 110 kg, membuatnya mengalami gagal jantung dan meninggal dalam tidur. Mahi sangat menyesal karena abai pada kesehatannya sendiri. Berhari-hari ia mera...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beberapa hari berlalu, semuanya menjalankan kegiatan seperti biasanya, semenjak malam itu, Abi tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya, tidak juga mengirim pesan, Amanda bahkan tidak pernah menyebut namanya. Sosoknya bagai hilang di telan bumi.
Sampai ketika hari Jumat datang kembali dan Amanda-lah yang datang untuk membantunya mengantar makanan ke Panti sekaligus mampir untuk sarapan. Mahi merasa sedikit kehilangan.
"Memang Kak Abi kemana Kak?" tanya gadis itu pada akhirnya karena tidak lagi mampu menahan rasa penasarannya.
"Ada kok, dia lagi ada bisnis baru dengan temennya Kak Ambar, jadi sepulang kerja dia langsung ke kafe dan meeting di sana sampai malam" jawab Amanda sambil fokus menyetir. Alunan lagu galau menemani perjalanan mereka yang agak jauh karena berada di kelurahan lain.
Mahi tidak bertanya lagi, setelah tahu kalau Abi akhir-akhir ini menghabiskan waktu dengan perempuan lain meski untuk urusan bisnis, hal itu tetap membuatnya sedih. Padahal ia sudah jauh hari menyiapkan hati jika kabar seperti ini sampai ke telinganya.
🍟
Seminggu berlalu lagi, kondisi masih sama, Bagas juga jarang muncul karena sudah mulai kembali bekerja. Rasa kosong mulai terasa karena tidak pernah ada yang menyebut nama Abi lagi, bahkan Pak Topan sekalipun.
Mentari dan Amanda juga terlihat biasa saja, sepertinya hanya dirinya yang merasa kehilangan Abiansyah sang Lurah idaman. Sampai di malam minggu, ketika semua terasa monoton dan cenderung membosankan, sebuah mobil yang sudah tidak asing parkir di depan tokonya dan sosok yang selama ini di galaukan mata dan hatinya muncul dengan senyum menawannya.
'Selamat malam Mahi, lama tidak bertemu" sapa Abi sambil berjalan mendekat ke arah etalase dimana Mahi duduk di depannya dengan bangku kayu tingginya.
"Ma-malam Kak Abi" balas Mahi berusaha bersikap wajar padahal sebenarnya gugup persis seperti pertama mereka bertemu dulu, namun ada juga selipan rasa lega disana kerena sudah bisa kembali melihat pria itu.
"Apa kau masih sibuk malam ini?" Aku ingin mengajakmu keluar lagi"
"Tidak Kak, Kak Mahi bebas, aku yang akan menjaga Toko" Mentari yang baru turun dari tangga yang menjawab, dia berjalan cepat menuju etalase untuk memperlihatkan wajah kesungguhannya. Mahi mana mungkin bisa menolak.
Dari Mentari, Abi kembali mengarahkan pandangannya ke gadis ber-hoodie biru navy di depannya. "Bagaimana? Apa kau mau?" tanyanya kemudian.
"Baiklah, aku bersiap dulu, Kakak masuklah, Dek tolong buatkan teh!"
Abi di tinggal sendirian, Mentari masuk ke ruang belakang, sementara Mahi naik ke lantai atas, beberapa menit kemudian segelas teh hangat sudah tersaji di depannya di temani setoples kue kelapa, sangat pas menemani suasana malam yang cukup dingin karena baru saja turun hujan.
Tidak sampai 20 menit Mahi turun dengan penampilan yang sudah berbeda, rambut yang digerai bebas tanpa hiasan, atasan blouse putih dibalut cardigan wol panjang berwarna merah hati, untuk bawahannya gadis itu mengenakan rok lebar hitam sebetis dan di permanis dengan sepatu flat dengan warna senada.