Hiraeth 01

8.7K 279 2
                                    

Pria itu menghela nafas lega saat pekerjaannya sudah selesai. Tubuhnya menyender pada kursi, matanya melirik jam dinding sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Dengan segera Lee Haechan membereskan barang-barang nya dan bersiap untuk pulang.

Kantor sudah nampak sepi, hanya ada beberapa karyawan yang juga ikut lembur. Kakinya melangkah pada parkiran untuk mengambil motornya. Haechan membunyikan klakson nya pada pos satpam.

"Pulang dulu Pak."

Satpam bernama Amar itu tersenyum. "Iya, hati-hati mas. Sudah malem."

"Iya pak. Saya duluan."

Sekali lagi Haechan membunyikan klakson sebagai tanda pamit. Baginya pulang di jam seperti ini sudah terbiasa bahkan Haechan pernah lebih malam lagi dari ini. Sebenarnya ia juga sedikit takut jika pulang larut malam namun mau bagaimana lagi, keadaan yang memaksa nya bekerja sampai lembur.

Motornya berhenti disebuah rumah sederhana miliknya, memarkirkan motornya sebelum kakinya melangkah pada rumah mewah didepannya, dengan ragu Haechan mengetuk pintu rumah itu. Ini sudah malam siapa pun pasti sudah tidur. Sampai ketukan ketiga pintu rumah itu terbuka menampilkan seorang pria dewasa yang dikenalnya.

"Maaf Mae, pasti aku menganggu tidur mu," ucap Haechan tak enak.

Pria dewasa itu tersenyum keibuan, mengusap lembut surai coklat putranya. "Tidak papa nak, ayo masuk dulu."

Haechan masuk ke dalam mengikuti Ten orang yang sudah menjadi ibunya selama lima tahun ini. Haechan mendudukkan dirinya di sofa, menunggu Ten kembali dengan seorang anak balita digendongnya yang sudah terlelap.

Haechan dengan segera mengambil alih balita yang tengah terlelap itu. Mengusap puncak kepalanya dengan sayang. "Jisung tadi tidak mau tidur alasannya ingin menunggu kamu pulang."

Tatapan matanya tertuju pada putranya yang tengah terlelap dalam dekapan nya. Haechan tersenyum sedih sebab tidak memiliki waktu untuk pria kecilnya ini.

"Terima kasih, sudah menjaga Baby Jie. Kalau tidak ada Mae, aku tidak tau bagaimana."

Ten mendekat pada pria muda itu, mengusap lengannya dengan lembut. "Mae kan sudah bilang, jangan sungkan seperti ini. Kamu anak Mae dan Jisung adalah cucu Mae."

Haechan mengangguk merasa beruntung bertemu dengan Ten yang sudah seperti malaikat penolong, kala itu Ten menolong nya disaat dirinya dalam kondisi paling terpuruk. "Kalau begitu, Haechan pulang dulu. Mae harus istirahat lagi."

Ten mengantar Haechan sampai depan pintu. Haechan kembali tersenyum dan melangkah pada rumahnya yang berada tepat di depan rumah Ten.

Haechan menidurkan tubuh putranya dengan pelan pada kasur, balita itu menggeliat dan membuka matanya sedikit. "Mommy." Lirihnya dengan segera Haechan mengusap dahi putranya pelan.

"Iya sayang, baby tidur lagi. Ini masih malam."

Jisung Lee anak berusia lima tahun itu bangkit dari tidurnya lalu memeluk papanya dengan erat. "Mommy, Jiji rindu. Kenapa pulangnya malam sekali." Suara lucu putranya membuat Haechan tersenyum sedih.

"Mommy kan cari uang buat baby, agar baby bisa beli robot Ironman sama susu." Haechan mengusap rambut halus putranya yang masih bersandar di dada nya.

Jisung mendongak untuk menatap wajah cantik papanya. "Jiji tidak mau Ironman asal mommy di rumah saja, bisa?"

Pertanyaan polos putranya membuat Haechan harus menahan air matanya. Hanya tersenyum dan memeluk putranya dengan erat. Haechan juga ingin menemani pertumbuhan putranya setiap hari tanpa melewati nya sedikit pun, tapi ia tidak bisa. Kebutuhan nya dan putranya menjadi alasan Haechan bekerja keras selama ini. Jika dirinya bermalas-malasan ia tidak bisa mencukupi kebutuhan putranya.

Hiraeth [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang