Hiraeth 15

2.1K 146 1
                                    

Enam bulan sudah Haechan berdiam diri di rumah ini. Semuanya nampak mewah dan semua kebutuhan nya dipenuhi. Namun tidak bagi nya. Haechan seperti terkurung dalam sangkar emas saat ini.

"Baby Jie." Haechan memeluk boneka hamster yang di tinggalkan Jisung dua minggu lalu. Haechan merindukan bayi nya lagi.

Tentang kesehatan mentalnya, sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya. Berkat dokter Jeno yang sering berkata kasar namun terdengar benar membuat Haechan menjalani terapi dengan baik begitu juga dengan rajin meminum obat.

Sedikit demi sedikit emosinya mulai stabil, namun tetap saja Haechan akan ketakutan kala ada seseorang yang menyebut nama Mark atau menyenggol tentang masa lalu nya. Tapi tidak se-histeris sebelumnya.

Pintu kamarnya terbuka memperlihatkan sosok pria dengan jas putihnya. Jeno masuk membawa nampan berisi makanan yang memang setiap hari dibawanya, selain menjadi psikiater Jeno merasa dirinya merangkap menjadi babu. Jika bukan karena gaji yang besar Jeno tidak akan mau.

"Waktu nya sarapan."

Haechan menatap Dokter Jeno. "Aku ingin bertemu dengan anak ku," ucap nya pelan.

Jeno duduk didepan Haechan menatap nya dengan datar. "Maka cepat lah sembuh. Dengan begitu kau bisa kembali pada anak mu."

Haechan menundukkan wajahnya menatap sedih pada boneka yang di peluknya.

"Makan, setelah itu kau harus minum obat. Mau ku suapi?"

Kepala itu dengan segera menggeleng dan mulai memakan sarapannya dengan lambat, Jeno bisa tertidur jika begini. Tak sadar mata nya menatap lekat wajah Haechan yang memang sangat cantik untuk ukuran seorang pria.

Jeno bisa melihat guratan sedih dan murung di wajah cantik itu. Mungkin Haechan benar-benar merindukan putranya. Harus kah Jeno menelpon Mark sekarang.

Sejauh ini dalam pengamatan nya Haechan mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Tidak dikatakan bagus juga, karena tahap terapi berikutnya akan lebih sulit bagi pria tan itu.

"Minum obat mu." Jeno membereskan bekas makan Haechan dan membawanya keluar kembali. "Aku akan kembali untuk terapi."

Haechan hanya mengangguk. Dulu ia menyangkal jika dirinya tidak gila. Namun mengingat kelakuannya bulan lalu membuat Haechan mengakui jika dirinya memang tidaklah waras.

Jeno kembali dengan beberapa kertas ditangan nya dan duduk kembali di tempat nya tadi.

"Bersandar lah, rileks-an dirimu. Jangan pikiran hal yang negatif. Yakin kan pada dirimu jika semuanya baik baik saja."

Haechan mengikuti instruksi dari Jeno, menghela nafas perlahan untuk membuat dirinya tenang. Matanya menatap lekat poto Jisung yang memang sengaja di pajang di dinding pas dengan duduk nya.

"Sekarang, katakan semua ketakutan mu. Dengan perlahan, ingat tidak ada yang menyakiti mu. Disini hanya ada aku dan kau."

Kedua tangan Haechan sudah berkeringat dingin saling bertaut. Nafasnya sedikit tersedat. "Mereka, semua ucapan jahat mereka, perlakukan tak senonoh mereka. Ak-u sudah memohon ampun untuk dilepaskan tapi..."

Haechan menarik nafas panjang sebelum kembali berucap,"..., mereka tidak mendengar kan ku. Aku takut- sangat takut. Tapi tidak ada yang perduli pada ku."

Air matanya menetes dengan deras. Terisak dengan hebat dengan bahu yang bergetar. Kilasan mengerikan itu kembali terlintas.

Namun genggaman lembut ditangannya membuat Haechan mendongak menatap Jeno yang juga menatap nya lembut.

"Ingat kan ini didalam pikiranmu, katakan itu hanya lah masa lalu. Sekarang kau bukan lagi sosok Haechan yang hanya bisa memohon untuk dilepaskan tapi sosok Haechan yang kuat dan bisa melawan."

Hiraeth [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang