Hiraeth 10

2.1K 160 3
                                    

Ini sudah seminggu dari kejadian mengerikan bagi Haechan. Selama itu juga Haechan tidak bekerja ataupun keluar rumah. Haechan takut jika pria itu bisa menangkap nya. Begitupun dengan Jisung yang ikut terseret tidak bersekolah.

"Mommy, sebenarnya ada apa? Kenapa kita tidak bisa keluar rumah?"

Jisung menatap bingung ibu nya yang tengah berdiri seraya mengintip di jendela rumah mereka.

Haechan menoleh menatap putra nya. Membawa Jisung pada pelukannya. "Maafkan Mommy sayang."

Haechan menjadi egois karena ketakutan nya, Jisung jadi ikut berdiam diri di rumah karenanya. Pasti putranya merindukan teman temannya. Belum lagi Johnny dan Ten yang terus mendatangi nya kala malam hari, setelah pulang kerja. Orang tua angkatnya begitu perhatian.

"Apa Baby merindukan teman-teman di sekolah?"

Jisung mendongak menatap ibunya. "Rindu, Mommy. Jiji juga rindu pelajaran pelajaran di sekolah. Tapi Jiji juga senang menemani Mommy di rumah."

Senyum manis bocah itu sangat lah tulus. Tangan kecilnya mengusap pipi ibunya. "Jiji akan selalu menemani Mommy."

Air mata Haechan menetes memeluk putranya dengan erat. Tak seharusnya ia bersembunyi di sini, Haechan harus bisa melawan semua orang untuk dirinya sendiri dan juga putra nya. Karena bersembunyi pun tidak akan menyelesaikan apapun.

"Besok baby bisa sekolah lagi, Mommy akan mengantar baby."

"Benarkah Mom? Mommy sudah baik baik saja aja?"

Haechan ikut tersenyum. "Iya sayang Mommy sudah baik baik saja dan itu berkat kamu baby."

Jisung tertawa kecil. "Jiji senang mendengarnya. Sayang Mommy."

Kembali keduanya berpelukan, menyampaikan rasa sayang dari pelukan hangatnya. "Mommy juga sangat menyayangi mu baby. Jangan tinggalkan Mommy ya baby."

Karena bagi Haechan hanya Jisung yang bisa mempertahankan kewarasannya. Hanya Jisung tujuan hidupnya. Tidak ada yang lain, jadi Haechan berharap Tuhan tidak memisahkan mereka.

Keesokan harinya Haechan sudah memasak sarapan untuk putranya, lalu masuk kedalam kamar dan senyumnya melebar saat putranya sudah siap dengan seragam sekolahnya.

Putranya terlihat sangat merindukan sekolahnya, hingga sudah bersiap pagi sekali.

"Baby semangat sekali akan ke sekolah."

Jisung tersenyum malu pada ibunya. "Mommy."

Haechan berjongkok menyamakan tingginya dengan sangat putra. "Maafkan Mommy ya, sudah menahan Baby di rumah kemarin."

"Tidak Mommy, Jiji senang menemani Mommy."

"Baiklah, ayo sarapan lalu pergi ke sekolah."

"Ayo Mommy."

Haechan terkekeh melihat semangat putranya. Kedua nya sarapan dengan penuh sayang dan kehangatan. Rumah nya kali ini pun tak dibiarkan gelap seperti sebelumnya.

Haechan membuka gorden-gorden seperti biasa, membiarkan sinar matahari masuk kedalam rumah nya.

Dan itu tak luput dari pandangan sepasang suami istri yang melihat kehangatan Haechan dan Jisung.

"Aku selalu berharap keduanya selalu bahagia. Sudah cukup penderitaan yang Haechan terima selama ini."

Johnny mengeratkan rangkulannya pada Ten, dalam hati mengaminkan ucapan istrinya itu. "Aku yakin suatu hari nanti Haechan akan bahagia. Kita harus yakin itu."

"Aku juga berharap seperti itu."

Ya, semoga saja alur cerita ini sesuai dengan harapan Ten dan Johnny.

•••••

"Baby belajar yang rajin dan jangan nakal. Nanti Mommy akan menjemput Baby."

"Iya Mommy, Jie akan jadi anak baik."

"Mommy percaya pada mu baby."

"Jiji masuk dulu Mom. Muuaaah~ sayang mommy."

Jisung masuk kedalam kelasnya setelah mengecup kedua pipi ibunya. Haechan hanya tersenyum, setelah melihat Jisung bergabung dengan teman sekolah nya Haechan berdiri menatap seorang wanita didepannya, guru Jisung.

"Maaf, Baby Jie baru masuk sekolah lagi hari ini Bu."

Guru muda itu tersenyum memaklumi. Sebelum Jisung tak masuk pun Ten sudah meminta ijin pada sekolah. "Iya tidak apa apa tuan Haechan. Jisung pasti senang menghabiskan waktu dengan ibunya."

"Terima kasih jika begitu. Saya titip Baby Jisung bu."

"Itu sudah tugas kami tuan."

Haechan sebenarnya masih berat meninggalkan Jisung disekolah. Ia ketakutan jika pria itu akan mengambil Jisung saat dirinya lengah.

Haechan menggeleng menghilangkan pikiran negatifnya. Ini demi Jisung Haechan, bisik nya menyakinkan kembali dirinya. Jisung terlihat sangat senang kembali bersekolah dan Haechan tidak mungkin menghilangkan senyumnya itu.

Dengan langkah pelan Haechan kembali pada motornya. Sekali lagi Haechan menatap sekolah itu dan menjalankan motornya untuk bekerja. Haechan berharap dirinya belum dipecat karena meliburkan diri begitu saja beberapa hari kemarin.

Setelah motor Haechan pergi datanglah sebuah mobil mewah berhenti disana. Mata hitam tajam itu tertuju pada gedung sekolah didepannya.

Menatap lekat gedung itu, pikirannya seolah berkecamuk disana. Sebelum manik nya melihat pria kecilnya keluar kelas menuju entah kemana bersama temannya.

Wajahnya tampan dengan hidung mancung, pipi yang sedikit berisi, bibir tipisnya dan mata hitam yang sama seperti miliknya. Wajah putranya hampir membingkai apik semua wajahnya.

Haechan berhasil membesarkan putra mereka dengan baik. Senyum nya terangkat. "Kau membesarkan putra kita dengan baik Haechan. Maaf atas semua sifat pengecut ku."

"Saat ini biarkan aku mengambil kembali tanggung jawab ku."

Jemari besar itu mengusap lembut name tag yang berada ditangannya. Seolah itu adalah jemari lembut milik sang pemilik nama.

"Bisa kah aku memiliki kalian berdua? Maafkan aku Haechan."

•••••

Haechan terburu buru keluar dari ruangannya. Ia sudah telat setengah jam menjemput Jisung. Bukan kemauan dirinya telat, tapi tadi semua teman seruangan nya banyak menyuruh Haechan ini itu atau bahkan mengerjakan pekerjaan yang bukan miliknya.

Sebenarnya Haechan tau kenapa mereka bersikap seperti itu, mereka memang tak menyukainya apalagi ia bisa seenaknya masuk atau pun berlibur.

Namun dulu ada Renjun dan mereka tak berani mengusiknya sementara sekarang Renjun sudah tak di perbolehkan bekerja oleh suaminya setelah pernikahan mereka.

Dan itu memicu kesenangan mereka untuk membalas semua ketidaksukaan mereka padanya. Haechan tidak mengeluh akan itu, ia sadar diri akan itu dan kenapa mereka memperlakukan nya begitu.

Haechan sampai ke sekolah Jisung dan sekolah itu sudah sepi. Haechan panik saat ini telapak tangannya basah oleh keringat dingin.

"Baby Jie."

"Tuan Haechan?"

Haechan segera menoleh melihat satpam yang berjaga disekolah ini akan bergegas pulang.

"Pak, Bapak tau anak saya? Saya telat menjemput nya tadi."

"Nak Jisung ya? Tadi sudah dijemput sama papanya."

Deg!

Haechan tertegun, jantungnya berdetak dua kali lipat dari sebelumnya. Keringat dingin semakin membasahi wajahnya.

Getaran dari ponselnya membuat Haechan tersadar, membaca pesan dari seseorang itu membuat Haechan semakin lemas dan ponselnya jatuh begitu saja.

Haechan tak memperdulikan pak satpam yang terus bertanya keadaannya, yang ada dipikiran nya hanyalah Jisung, putranya.

"Jisung."








_____________
To be continued!!

Hiraeth [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang