Hiraeth 20

2.2K 163 5
                                    

"Jadi Mommy akan tinggal bersama Jiji dan juga Daddy."

Haechan terkejut melihat putranya berteriak senang dengan meloncat kecil memperlihatkan kebahagiaan kecilnya.

"Tidak sayang-"

Mata hitam itu meredup menatap nya, membuat hati nya berdenyut tak mengenakan. Saat ini ia dan Dokter Jeno tengah berbincang bincang tentang keputusan yang diambil olehnya.

Dan tak diketahui Jisung mendengarkan pembicaraan mereka dan berteriak senang seperti tadi. Tapi sepertinya Jisung salah paham.

"Tidak ya Mom." Lirih Jisung seraya menunduk dan memainkan jemarinya, kebiasaan yang sama seperti Haechan ketika cemas dan sedih. "Jiji akan bermain lagi."

Setelah itu Jisung pergi berlari begitu saja. Haechan menatap sendu punggung putranya. Haechan bisa merasakan kekecewaan dari suara Jisung.

"Maafkan Mommy sayang."

Jeno mengusap bahu Haechan untuk menenangkan nya. "Tenang kan dirimu. Aku akan berbicara pada nya. Kau istirahat saja, aku tau hati mu tengah berkecamuk saat ini."

Menepuk pelan puncak kepala Haechan sebelum Jeno menyusul Jisung yang ternyata duduk di ayunan taman. Bocah kecil itu terlihat murung dengan kepala menunduk.

Jeno berjalan mendekat, lalu mendudukkan dirinya di samping Jisung. "Sedang melihat apa? Apa cacing cacing di dalam tanah memperlihatkan dirinya?"

Jisung mendongakkan kepalanya menatap Jeno dengan bola mata bulat nya. "Tidak," jawabnya singkat, Jeno tau jika bocah ini tidak dalam mood yang bagus. Biasanya Jisung adalah anak yang selalu ingin tahu.

"Pernah mendengar tidak sebuah cerita, saat kau bersedih dan sendiri akan ada sosok hantu yang akan menemani mu dan jika kau menangis akan ada hantu yang memelukmu."

Mata bulat itu terlihat takut seraya melirik kanan dan kirinya. "Benarkah uncle? Menyeramkan sekali. Berarti dulu ada hantu yang menemani Jiji ya," ucapan Jisung mengecil diujung kalimatnya.

Jeno menepuk kepala bocah itu. "Maka dari itu jangan pernah bersedih sendirian. Kau bisa berbagi pada orang yang kau percayai."

"Jiji selalu bercerita pada satu Ironman milikku uncle."

Jeno tersenyum mendengar ucapan polos Jisung. "Apa kau tidak takut jika Ironman mu tiba-tiba berbicara."

"Apa bisa?" Jisung semakin merapatkan dirinya pada Jeno.

Jeno terkekeh melihat wajah takut Jisung yang lucu. "Bisa, aku kan sudah bilang ada hantu yang akan menemani seseorang yang sedih dan sendirian. Bisa saja hantu itu masuk kedalam Ironman mu."

Wajah Jisung berubah murung dan sedih. "Tapi Jiji tidak mau Mommy khawatir dan juga ikut bersedih karena Jiji. Jiji tidak suka Mommy bersedih dan menangis."

"Kau bisa bercerita pada ku."

Wajah Jisung mendongak dengan mata berkaca kaca menatap Jeno.

"Jeno senang bertemu dengan Daddy dan Mommy sudah baik baik saja. Tapi kenapa mereka tidak tinggal bersama seperti orang tua teman teman ku uncle?"

"Kenapa Jiji harus memilih, jika Jiji bersama Daddy, Mommy tidak ada dan begitupun sebaliknya."

Air mata bocah itu mengalir ke pipi berisi nya. Jeno membawa tubuh Jisung pada pangkuan nya membiarkan bocah itu mengeluarkan semua keluh kesah nya.

"Jiji selalu iri saat teman teman menceritakan tentang keluarga mereka. Jiji juga iri melihat anak anak lainnya bermain dengan ibu dan ayah nya. Meski Vano tau iri itu tidak boleh."

Hiraeth [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang