"Orang-orang bilang, waktu dapat merubah seseorang danꟷtentu sajaꟷ perasaannya, sama seperti waktu yang dapat menyembuhkan rasa sakit di hati."
***
Miya heran. Sangat-sangat-sangat heran, kenapa dua sahabatnya bisa mengobrol lama dengan Wren. Ini sudah ... Miya melirik arloji kemudian terbeliak. Ya ampun! Ini sudah 2 jam!
Apa aja sih, yang mereka obrolin? pikir Miya kesal.
Di luar dugaan, ketiga orang itu berinteraksi layaknya sahabat yang kembali bertemu setelah berpisah sekian lama. Tidak ada jejak-jejak canggung dari gestur tubuh mereka. Semua hal mengalir tanpa hambatan, seolah pertemuan mereka adalah hal yang wajar. Wren juga tampak menikmati pembicaraan itu. Dia sesekali memimpin percakapan dan membuat Vira serta Leta tertawa heboh. Padahal kalau Miya tidak salah ingat, saat SMA dulu mereka bertiga tidak dekat sama sekali. Satu pergaulan pun, tidak. Ini pasti karena usaha Leta dan Vira mengorek informasi, makanya percakapan mereka bisa serenyah itu.
Sambil setengah fokus bekerja, Miya sebisa mungkin mencuri dengar topik apa yang mereka bicarakan. Sayang, tempat duduk mereka cukup jauh dan kafe juga ramai siang ini. Miya hanya tahu kalau mereka bersenang-senang karena sering tertawa. Wren tertawa! Sudah lama sejak terakhir kali dia melihat tawa Wren. Masih sama seperti dulu, bahkan kini sepertinya jauh lebih menular.
Sambil berusaha fokus bekerja, perempuan itu merasa ada yang tidak beres dan menaruh banyak curiga kepada dua sahabatnya. Pasti mereka membicarakannya. Karena Miya sesekali melihat Wren meliriknya saat sedang berbicara dengan Leta dan Vira. Dan terkadang, mereka bertiga menatap Mya terang-terangan sambil terus bercakap-cakap. Sikap itu membuat Miya salah tingkah sendiri.
Oleh karena itu, saat jam istirahat gilirannya tiba dan saat dua sahabatnya sudah selesai berbicara dengan Wren karena pria itu ada urusan mendesak sehingga harus meninggalkan kafe, Miya menarik Vira dan Leta ke warung mi ayam dekat kafe. Perempuan itu perlu mengintrogasi kedua sahabatnya dan jika hal itu dilakukan di kafe, hasilnya malah akan berantakan. Sesuai dugaan, kedua sahabatnya terlihat tidak keberatan dipaksa pergi ke tempat itu. Malah, mereka sangat bersemangat ingin berbicara dengannya. Pastinya, mereka ingin segera membahas informasi baru yang didapat setelah bercakap-cakap dengan Wren. Dan Miya ... well, perempuan itu memang ingin mendengarnya.
Selama perjalanan, Leta dan Vira terus mengoceh.
"Sekarang, Wren orangnya asik banget ya, Miy. Jauh lebih asik dari waktu SMA. Waktu dulu kan, gue cuma sebatas senyam senyum sopan sama Wren karena lo lagi pedekate sama dia." Itu kata Leta. "Kalau sekarang, beuh, dia kocak. Terus kayaknya, bukan kita aja deh yang gali informasi dari percakapan tadi. Wren juga balik gali informasi soalnya."
"Setuju. Dia jelas manfaatin kita demi dapat informasi tentang Miya ya, Ta. Harusnya lo gabung sama kita tadi, Miy." Ini kata Vira.
"Wren juga cerita banyak hal. Dia cerita gimana kehidupannya di London. Dia ternyata masih...." Leta berhenti berkata. "Nanti deh, gue ceritanya kalau udah sampe warung."
Leta dan Vira saling lirik lalu sama-sama terkikik.
Miya tidak mendengarkan ocehan atau godaan mereka tentang Wren dan memilih fokus berjalan menuju tempat tujuannya. Sesampainya di warung mi ayam, masing-masing dari mereka memesan satu porsi. Setelah mereka bertiga duduk saling berhadapan, Miya mengajukan pertanyaan yang sangat ingin dilontarkannya sejak tadi. "Jadi, tadi kalian ngomongin apa aja sama Wren?"
Raut muka kedua sahabatnya tampak sumringah mendengar pertanyaan Miya.
"Penasaran juga kan, lo," ejek Leta sambil menaik turunkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
ChickLitVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...