"Jangan lihat gue kayak gitu."
***
Ah, jadi ini konsekuensi ciumannya semalam, pikir Wren.
Pria itu duduk di salah satu kursi panjang di pinggir pantai sambil memandang ke kejauhan. Hamparan laut yang biru dan tenang kini seperti kuali yang mendidih. Pemandangan di tepi laut membuat api cemburu membakar setiap sudut dadanya. Kalau saja di sampingya tidak ada Nari yang sedang asik bermain game memakai ponsel Irma, sudah pasti Wren misuh-misuh tidak jelas. Ketika satu decakan kesal berhasil lolos dari bibirnya, Nari meliriknya sekias, lalu bergeser mendekati tupukan tas milik pegawai Kesempatan Kedua yang kinin sedang berkumpul di dermaga.
Sebel. Kesel. Malu.
Wren memandang Miya di demaga yang tampak berdiri di samping Dirga. Dirga membantu Miya memasangkan sabuk pengaman dan mereka tertawa bersama entah untuk alasan apa. Bibir Wren makin tertekuk. Pria itu memandang tidak suka pemandangan di hadapannya. Dirga sialan. Kenapa juga pria itu malah menawarkan permainan air yang cukup, agak, lumayan, menakutkan bagi Wren.
Membayangkan duduk di banana boat dan sewaktu-waktu jatuh di laut yang luas tanpa ujung membuat Wren bergidik. Selain naik perahu, dia menghindari berenang di tengah laut. Kalau di kolam renang, dia lumayan nyaman. Soalnya, laut seolah tidak memiliki ujung sedangkan kolam renang punya empat sisi yang bisa dijangkaunya.
Di ujung sana, pegawai Kesempatan Kedua menaiki perahu lalu berpindah jadi untuk menaiki banana boat. Wren mendecak saat Dirga memegang-megang tangan Miya dan beberapa sisi tubuh wanita itu untuk membantunya. Andai Wren ada di sana... sialan!
"Kenapa Om nggak ikut naik itu?" Suara Nari menarik perhatian Wren. Isi kepala pria itu yang dipenuhi rasa kesal dan cemas pecah seketika. Wren melirik Nari yang kini sudah berhenti bermain game memasak. Mata bulat anak itu menatap Wren ingin tahu. Rambutnya yang dikuncir kuda membuat kesan semakin lucu.
Wren mengulas senyum. "Kalau Om ikut, yang jaga kamu sama barang-barang ini, siapa?"
Nari memandang Wren skeptis lalu angguk-angguk. "Aku pingin naik itu kalau udah gede nanti."
"Kamu harus hati-hati."
Nari mengangguk. "Aku tahu." Kemudian, anak kecil itu berdiri dan mengarahkan ponselnya ke laut.
"Ngapain?" tanya Wren.
"Rekam Mama," beritahu Nari. "Tadi Mama bilang, kalau Mama lagi di laut, harus direkam, buat kenang-kenangan."
"Perlu Om bantu?"
Nari menggeleng.
Wren angguk-angguk dan tidak berkomentar lebih jauh. Dia ikut melihat ke kejauhan. Banana boat yang melayang di laut itu mulai melaju, membelah gelombang air laut, dan terdengar suara menjerit karena senang dari orang-orang di atasnya. Sampai pada satu waktu, banana boat itu terbalik dan semua penumpang di atasnya terjun ke bawah air. Wren menajamkan penglihatannya, mencari sosok Miya yang memakai baju pantai bercorak bunga dan ditutupi baju pelampung berwarna orange. Sosok itu muncul dari dasar air, dengan pelampung, dan Dirga langsung memeganginya. Miya tertawa senang, tampak menikmati permainan cukup berbahaya itu, dan saat itulah Wren menghela napas lega.
***
Selepas tertawa dengan puas dan memainkan adrenalin mereka, pegawai Kesempatan Kedua bersama Wren dan Nari kembali ke hotel untuk mengganti pakaian dan mandi. Mengetahui itu, Wren bersyukur karena artinya, Dirga harus kembali ke hotelnya sendiri dan menjauh dari Miya sebentar. Saat berangkat, bermain, dan pulang dari banana boat, Wren tidak sekalipun diberi kesempatan untuk bercakap-cakap dengan Miya. Dirga mengambil alih semuanya. Sekarang... waktunya Wren beraksi.
Maka, setelah sampai di hotel, pria itu segera menunggu Miya keluar dari kamar. Dia berencana mengajak Miya jalan-jalan berdua. Tempat tujuannya akan pria itu pikirkan nanti di jalan. Wren berdiri di depan pintu kamarnya, memandang pintu kamar Miya yang tidak kunjung terbuka. Qis, Regi, dan Pak Harya sedang sibuk merapikan diri di kamar hotel. Mereka berencana pergi untuk membeli oleh-oleh.
Tidak lama menunggu, pintu kamar Miya terbuka. Perempuan itu keluar dengan penampilan segar dan aroma vanila yang membelai indra penciuman Wren. Miya memakai atasan berwarna putih yang dimasukkan ke rok satin bercorak bunga berwarna kuning dan hijau. Rambut panjang Miya digerai sedangkan satu sisi dijepit oleh jepit bunga warna kuning. Miya seperti bunga yang mekar. Cantik.
"Hai," sapa Wren.
Ekspresi Miya berubah menjaga jarak. Perempuan itu tersenyum singkat dan mengangguk.
"Keluar bareng aku, yu?" ajak Wren to the point.
"Aku nggak bisa."
"Kenapa?" tanya Wren kebingungan.
"Miya udah janjian mau keluar bareng saya." Suara itu membuat Wren berbalik. Dirga muncul dengan seringai penuh kemenangan. "Iya kan, Miya?"
Miya menatap Dirga lalu mengangguk. "Maaf ya, Pak."
Wren melirik Miya yang kembali memanggilnya "Pak.". Jelas, itu dilakukan untuk menjaga jarak.
"Yuk," ajak Dirga pada Miya,
"Permisi, Pak." Miya berpamitan pada Wren dan berjalan mendekati Dirga.
Sepasang manusia itu berjalan pergi menuju lift yang akan mengarahkan mereka ke adegan-adegan manis yang Wren harapkan. Wren menatap punggung mereka berdua dengan nelangsa. Tidak mungkin dia ikut-ikutan jalan bareng Dirga dan Miya. Miya pasti akan merasa lebih kesal. Sepertinya ... Wren harus jalan-jalan bareng pegawai yang lain.
Ah, sial! Kenapa Dirga ganti baju cepet banget, sih? Apa dia juga nginep di hotel ini?
Membayangkan itu adalah kebenarNarain membuat Wren tambah kesal. Wren menerima tepukan di bahu. Saat menoleh, dia melihat Qis sedang menatapnya dengan sorot kasihan.
"Jangan lihat gue kayak gitu," peringat Wren.
"Oke," Qis menatapnya jahil. "Udah, lo kencan bareng kita aja."
Wren menghela napas.
"Bareng Nari yuk, Om."
Tiba-tiba, Nari muncul dari dalam kamar dan menatapnya dengan senyum manis. Wren balas tersenyum. "Yuk,"
Kemudian, Regi, Pak Harya, Irma, dan Citra keluar dari kamar mereka. Mereka berjalan-jalan untuk mencari oleh-oleh dan menikmati waktu di pantai sebelum pulang. Sudah ngenes karena ditolak Miya, Wren merasa makin jadi orang nelangsa saat melihat interaksi manis Citra dan Regi selama perjalanan.
Harusnya, dia dan Miya seperti itu juga.
***
Wren nelangsa banget sejak main ke pantai wkwkw Apa itu keren? Kagak ada T_T
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
ChickLitVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...