"Pengirim pesan ini selalu seenaknya datang tanpa persetujuan."
***
Meski ekspresi kedua sahabatnya serius saat bersumpah tiga kali kalau mereka yakin Wren masih menyukainya, Miya tetap menganggap prediksi mereka salah. Kedua perempuan itu hanya sok tahu, pikir Miya untuk mengendalikan perasaannya sepanjang sisa hari itu. Syukurlah, setelah kepergian Wren dari kafe, Miya tidak melihat kehadiran pria itu lagi. Entah Wren yang memang tidak kembali ke kafe atau Miya yang terlalu sibuk melayani pengunjung, tetapi perempuan itu cukup lega tidak harus bersimuka kembali dengan Wren. Kalau sampai hal itu terjadi, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.
Sekarang, Miya melirik arloji di pergelangan tangannya. Pukul 21:30 WIB. Waktu yang sesuai dengan kondisi kafe yang sepi. Rekan kerjanya yang lain sudah selesai membereskan kafe dan pulang beberapa menit yang lalu. Sedangkan Miya masih tinggal di sini karena harus membetulkan software transaksi di komputer kasir yang tiba-tiba eror. Untunglah, menangani masalah itu tidak memerlukan waktu lama. Satu menit yang lalu, Miya sudah berhasil menyelesaikannya. Merasa sudah saatnya pulang, perempuan itu berjalan ke dapur yang biasa dipakai Pak Harya untuk membuat kue. Udara hangat dan aroma manis mentega bercampur gula yang dipanggang bersama adonan kue membuat ruangan itu terasa menyenangkan. Miya tersenyum tipis dan menghirup aroma itu dalam-dalam.
Dapur tersebut didesain dengan minimalis. Ada dua kompor, pemanggang, lemari tempel, serta meja panjang di tempat tersebut. Meski tidak terlalu luas, Pak Harya bisa memakai ruangan ini dengan maksimal. Miya berjalan mendekati meja panjang yang kondisinya sudah rapi dan bersih. Ada sekotak bahan-bahan untuk membuat kue lumpur yang disediakan Pak Harya untuknya. Pagi tadi, Miya berencana mencoba membuat kue itu di rumah karena ibunya pernah bilang ingin makan kue tersebut. Saat bertanya pada Pak Harya bagaimana cara membuatnya, pria itu dengan baik hati menjelaskan tahapan membuat kue tersebut dan memberikan bahan-bahan utamanya.
Miya segera memindahkan bahan-bahan tersebut ke kantong plastik untuk dibawa pulang lalu berjalan kembali ke meja kasir. Dia memastikan komputer sudah mati dan pergi ke ruang ganti. Sesampainya di depan loker pegawai miliknya, ponsel Miya berdering. Perempuan itu mengecek pesan masuk lalu mengernyitkan alis.
Dirga: Sudah pulang, Miy? Aku jemput kamu, ya. Sepuluh menit lagi aku sampai.
Jemput kamu. Sepuluh menit lagi sampai.
Kalimat itu membuat Miya merengut kesal. Pengirim pesan ini selalu seenaknya datang tanpa persetujuan. Miya menutup ponsel tanpa membalas pesan tersebut. Dia bergegas berganti baju, mengunci loker pegawai miliknya, dan berjalan keluar ruang pegawai. Perempuan itu harus cepat pulang sebelum Dirga sampai di sini.
Dirga adalah pelanggan setia kafe Kesempatan Kedua. Mereka pertama kali bertemu satu tahun lalu. Mulanya, Dirga sama seperti kebanyakan para pelanggan laki-laki; modus meminta nomor telepon Miya dan sering mencuri momen untuk mengobrol dengannya. Namun, sama seperti tanggapannya pada pelanggan lain, Miya selalu menolak dan memberi batasan tegas pada Dirga. Namun, agaknya Dirga berbeda dari laki-laki lain. Alih-alih mundur teratur, pria itu terus-terusan mengejarnya. Dirga terus datang ke kafe, menyapanya, membuka obrolan dengannya, atau hanya diam saja seolah datang ke kafe untuk menyetor presensi di depan muka Miya. Terkadang, pria itu minta terus dilayani oleh Miya sehingga bisa berinteraksi lebih lama. Miya tetap menanggapi Dirga sekenanya. Kecuali saat pria itu melemparkan lelucon yang membuat perutnya tergelitik, Miya sering ikut tertawa.
Suatu hari, Dirga mendapatkan nomor Miya entah dari mana. Sejak saat itu, Miya mendapat banyak pesan dan telepon dari Dirga. Miya terkadang mengabaikan atau membalas sekilas, tetapi Dirga tidak pernah menyerah. Saat Miya sudah kesal dengan kelakuan Dirga, dia bertanya kenapa pria itu bisa menyukainya. Dan, Dirga bilang, dia sedang kacau ketika pertama kali datang ke kafe. Saat memesan minuman lalu melihat senyum tulus Miya, saat itulah Dirga jatuh cinta pada pandangan pertama. Konyol, pikir Miya saat mendengarnya. Tapi sepertinya pria itu serius, jika dilihat dari sorot matanya. Miya yang sudah lelah menolak Dirga, satu kali menerima ajakan pulang pria itu. Namun sepertinya keputusan itu salah, karena ajakan-ajakan pria itu berlanjut sampai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
ChickLitVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...