"Pagi ini perempuan itu bangun dengan perasaan yang biasa saja. Dia tidak sedih, tidak marah, tidak senang, dia hanya... hidup seperti biasa. Menerima semua luka dan rasa sakit yang diterimanya."
***
Tadi malam, setelah Wren mengantarnya pulang, Miya merasa baik-baik saja. Perempuan itu merasa marah pada Dirga, tidak ingin berhubungan lebih jauh dengan pria itu, dan marah dengan sikapnya. Namun, setelah bertemu Wren, menceritakan apa yang menjadi unek-uneknya, Miya merasa ... lega? Seolah kedepannya banyak hal akan baik-baik saja. Respons Wren juga membuatnya tenang. Alih-alih menjadi beban, menceritakan sudut pandangnya tentang skandal yang mencoreng namanya pada Wren membuat perempuan itu merasa lega, merasa diperhatikan, seolah... dia memiliki seseorang yang akan selalu ada dipihaknya. Jadi, sepulangnya ke rumah, Miya tidak menangis, sudah tidak begitu sakit hati lagi dengan omongan Dirga. Kejadian semalam menjadi penutup hubungannya dengan pria itu. Kalau Dirga berani muncul di hidupnya lagi, Miya akan membuang pria itu dengan sangat tegas.
Pagi ini perempuan itu bangun dengan perasaan yang biasa saja. Dia tidak sedih, tidak marah, tidak senang, dia hanya... hidup seperti biasa. Menerima semua luka dan rasa sakit yang diterimanya.
"Hati-hati di jalan, Miy."
"Iya." Miya membalas seruan ibunya dari dalam rumah. Perempuan itu sudah siap berangkat ke kafe Kesempatan Kedua. Salah satu kakinya membenarkan posisi sepatu lalu berjalan keluar rumah. Saat berhasil melewati pintu, kedua alis perempuan itu mengernyit saat melihat seseorang sedang berdiri di depan rumahnya dengan senyum cerah.
"Hai," sapa Wren.
Miya menampilkan raut keheranan sekaligus senang. "Kok di sini?"
"Jemput kamu?" tanya Wren sebagai ajakan.
Miya berjalan mendekati pria itu. "Tumben."
"Mau mastiin kamu udah baikan."
Miya tersenyum tipis. "Thanks," katanya tulus. "Aku baik-baik aja."
Wren mempersilakan Miya masuk ke dalam mobil. Mereka duduk berdampingan di mobil Wren yang melaju menuju kafe. Saat mobil mereka melaju di jalanan, Miya merasakan getaran terus menerus dari ponselnya yang tersimpan di tas selempangnya. Perempuan itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas lalu mengecek pemberitahuan yang masuk. Hampir sebagian besar pemberitahuan itu berasal dari akun Instagramnya. Miya mengernyit heran. Dia mendapat banyak sekali suka, komentar, tag, dan followers padahal saat bangun tidur tadi, akunnya masih memberitahukan pemberitahuan yang wajar. Kedua alis itu mengernyit.
"Kenapa?" tanya Wren. "Ponsel kamu kayaknya ramai banget."
Miya mengubah mode suara ponselnya menjadi silent. "Pemberitahuan Instagram. Nggak tahu kenapa jadi rame gini."
"Algoritma akun kamu lagi bagus, kali."
Miya mengangkat bahu. Wren tetap fokus mengemudi saat berkata, "Aku lihat sekarang kamu suka bikin kue, ya? Isi Instagram kamu kebanyakan foto kue atau video proses bikin kue."
Miya mengangguk lalu memasukkan ponselnya ke tas. "Iya, suka."
"Sejak kapan? Kayaknya waktu SMA kamu nggak tertarik bikin kue?"
"Dulu aku tertarik makan kue aja," kata Miya sambil tersenyum kecil. "Aku baru belajar satu tahun yang lalu?" kata perempuan itu agak ragu. "Setelah keluar dari tempat kerja sebelumnya, aku mulai belajar bikin kue."
"Oh." Wren angguk-angguk. "Cupcake yang kamu kasih ke Ibu juga bikin sendiri?"
"Iya."
"Enak. Aku suka rasa cokelat yang di atasnya ada topping bulat-bulat kecil warna warni."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
ChickLitVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...