36. Panggilan Pulang

349 26 1
                                    

"Aku harap malam ini kamu tidur dengan perasaan happy. See you, tomorrow."

***

Wren melahap satu kue nastar lalu kembali mengetik sesuatu di laptop. Pria itu bersila di sofa ruang tengah sambil memangku meja kecil yang di atasnya tersimpan laptop. Sang ibu yang duduk di depannya menatap ingin tahu sambil ikut mencomot satu kue nastar dan melahapnya.

Setelah seminggu yang lalu memberi kabar pada sang Ayah jika kondisi ibunya sudah membaik, Wren mendapat banyak permintaan untuk segera kembali ke Inggris dan mengurus kembali perusahaan mereka. Rencananya yang cuti 24 hari gagal total. Selama beberapa hari kebelakang, Wren praktis bekerja dari sini. Padahal saat keberangkatannya ke Indonesia, sang ayah mengizinkannya cuti lama karena Wren sudah menyelesaikan urusan 2 minggu ke depan, sisanya, sang ayah bersedia bertanggung jawab. Apalagi, Wren jarang mengambil cuti selama bekerja di sana. Namun, yah, semuanya kembali lebih sibuk lagi. Ayahnya seolah tidak mau Wren libur sejenak saat tahu ibunya sudah sehat.

Meski begitu, Wren tetap menikmati embanan tersebut. Ini lebih baik daripada disuruh segera pulang. Waktunya di sini ada satu minggu lagi. Dan Wren mungkin saja ingin menambah cuti. Ah, tapi tidak mungkin. Ayahnya akan angkara murka.

"Ayah kamu kasih banyak tugas, ya?" Ibunya bertanya dengan sorot prihatin.

Wren mengangguk. "Setelah aku kabarin Ibu baik-baik aja, Ayah jadi banyak nanya kapan aku pulang dan kalau belum pulang juga apa aku bisa handle kerjaan dari sini."

"Padahal kamu kan, lagi cuti."

Wren terkekeh pelan, "Ibu tahu kan, gimana gila kerjanya Ayah? Dan dia kalau gila kerja suka ajak-ajak aku."

Ibunya balas tertawa pelan. "Jadi, kapan kamu pulang?"

Wren mengangkat kedua bahu. "Belum tahu. Wren masih kangen ibu."

"Kangen ibu atau masih belum berhasil pendekatan sama Miya?"

"Dua duanya," balas Wren dengan seringai lebar.

Ibunya mendelik geli. "Tapi ibu lihat, Miya juga kayaknya suka sama kamu."

Gerakan jemari Wren di atas keyword berhenti. Dia memandang ibunya dengan kedua mata berbinar. "Ya, kan? Itu bukan halu aku aja ya, Bu?" tanya Wren semringah "Lagian, masa Miya bisa tahan cuekin aku yang ganteng gini. Ya nggak, Bu?"

Ibunya berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Modal ganteng aja nggak cukup."

Wren kembali mengetik dengan helaan napas berat, berakting sedang mengalami beban berat. "Tenang aja, Bu. Usaha Wren nggak akan berhenti."

Ibunya terkekeh geli. "Iya, deh."

Wren memandang ibunya hati-hati. "Omong-omong, makasih, Bu. Udah kasih kesempatan ke Miya buat berkembang."

Ibunya mengangguk dengan senyum tulus. "Itu tugas Ibu. Ibu senang banget kalau ada pegawai Kesempatan Kedua yang bisa ngembangin dirinya. Apalagi kalau mereka bisa sukses."

Wren memandang sang Ibu. Ibunya mendirikan kafe ini dengan mengambil orang-orang yang butuh Kesempatan Kedua karena... dia ingin memberikan Kesempatan Kedua untuk membahagiakan banyak orang. Dulu ibunya pernah membuat kesalahan, dan kafe itu didirikan untuk menembusnya.

Dering ponsel di atas sofa membuat Wren berhenti menatap laptop dan meraih ponselnya. Ada telepon masuk dari sang ayah. Wren mengangkatnya.

"Dad," sapa pria itu dengan desahan berat. "I told you that you can't miss me."

Nada suara bercanda Wren berubah saat pria paruh baya di ujung sana mengatakan sesuatu. Wren mendengarkan dengan saksama lalu paham satu hal.

Dia harus pulang sesegera mungkin ke Inggris.

Sweet Second Chance [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang