"Nggak akan ada yang paham posisi kamu. Nggak akan pernah ada."
***
"Satu caramel macchiato sama satu cappuccino ya, Téh."
Sesuai instruksi, Miya memilih dua jenis minuman tersebut di layar komputer lalu menatap dua pelanggan di hadapannya: satu perempuan berambut sebahu dan satu perempuan berambut panjang. Mereka memakai setelan kerja model pantsuit dan name tag bertuliskan "Pegawai Melapodium" melingkar di lehernya.
"Atas nama siapa?" tanya Miya sambil mengangkat kedua ujung bibir dan memandang ramah.
"Caramel macchiato atas nama Raya ya, Téh," kata perempuan berambut pendek lalu mengerling ke arah perempuan berambut panjang. "Kalau c atas nama Winda."
Miya mengangguk paham kemudian mengetik dua nama itu pada kolom nama pemesan.
"Kalau emotikon yang menggambarkan perasaan Tétéh saat ini apa, ya? Tétéh bisa pilih di sini." Miya menunjuk daftar emotikon di samping komputer. Daftar tersebut terbuat dari kertas berwarna putih yang berisi banyak emotikon berwarna kuning. Kertas tersebut dimasukkan ke dalam pigura yang terbuat dari kaca sehingga dapat berdiri di meja. Raya dan Winda tampak berpikir. Ada berbagai macam pilihan emosi, mulai dari emosi senang, sedih, marah, kecewa, patah hati, berharap, dan lain-lain. Emotikon itu akan menjadi penentu kutipan yang tertulis di gelas kopi.
Tidak lama, masing-masing dari mereka memilih emotikon sedih dan senang.
"Emotikon sedih untuk pesanan Winda dan emotikon senang untuk pesanan Raya?" Miya memastikan pesanan.
Kedua perempuan itu mengangguk lalu Miya memilih emotikon sesuai pilihan pelanggan. Selepas itu, selembar kertas keluar dari mesin cetak mungil di samping komputer. Miya meraih kertas tersebut dan membaca isinya sembari mengecek ulang pesanan.
Pesanan 1
Caramel macchiato
Nama: Raya
Emotikon: Senang
Rp. 26000
Pesanan 2
Cappuccino
Nama: Winda
Emotikon: Sedih
Rp. 23000
Total: Rp. 49.000.
"Totalnya empat puluh sembilan ribu, Téh," kata Miya.
Raya, si perempuan berambut pendek, segera menyerahkan uang dengan nominal yang sesuai lalu Miya memasukkannya ke mesin kasir.
"Oke, tunggu sebentar, ya. Pesanan akan segera dibuat," beritahu Miya. Perempuan itu menggaris bawahi tulisan "caramel macchiato" dengan spidol warna kuning dan "cappuccino" dengan spidol warna merah. Kemudian, dia menggambar emotikon senang dan sedih di samping tulisan "senang" dan "sedih". Setelahnya, Miya menyerahkan kertas pesanan itu pada Regi yang berdiri tidak jauh darinya.
"Satu caramel macchiato dengan emotikon senang dan satu cappuccino dengan emotikon sedih," beritahu Miya.
Pria berusia 23 tahun itu adalah partnernya untuk membuat minuman yang dipesan pelanggan. Kafe Kesempatan Kedua menawarkan berbagai jenis kopi, ice drink, milk shake, fruit tea, fruit juice, dan mocktail. Namun, kebanyakan pelanggan memesan kopiꟷdan menu minuman lebih didominasi oleh kopiꟷsehingga keahlian Regi berfokus sebagai barista. Kemampuan pria itu meracik kopi cukup bagus sehingga Bu Karla, sang pemilik kafe, mau memperkerjakannya meski Regi punya kekurangan. Di sisi lain, Miya berperan sebagai kasir sekaligus pelayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
ChickLitVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...