"Tapi maaf aja, ya. Kalau pun saya mau godain cowok, saya bakal pilih cowok yang lebih ganteng dan lebih mapan dari pacar kamu."
***
Miya mengenali orang yang mengomel itu sebagai Shaselfa, pelanggan setia kafe Kesempatan Kedua sekaligus temannya. Shaselfa menatap Raya dan Winda dengan sorot mata tajam dan kedua tangan terlipat di depan dada, sudah siap jika mendapat perlawanan balik.
Raya dan Winda saling lirik dengan sorot mata seolah mengatakan, "apa sih".
"Tolong jangan ikut campur, ya. Lagian, gue nggak lagi julidin lo," sungut Raya. "Kenal juga enggak."
"Terus maksudnya, kalau nggak julidin saya, saya harus diem aja gitu kamu julidin temen saya yang nggak salah apa-apa?" balas Shaselfa.
"Oh, jadi lo temennya pelakor itu, ya?" sinis Raya.
Tidak terima dengan ucapan kasar itu, Shaselfa membalas, "Oh, lo pacarnya cowok yang godain teman gue itu, ya?" Shaselfa membalas dengan kasar dan tajam, berhasil memancing emosi Raya.
Raya berdiri dengan murka. "Pacar gue nggak pernah godain pelakor itu. Dia yang godain pacar gue," Raya memekik sebal sambil menuding Miya dengan telunjuk.
Pekikan itu berhasil menarik perhatian seisi kafe terarah ke meja yang mereka huni. Sesekali, orang-orang melirik Miya lalu berbisik-bisik mengenai opini mereka.
Sorot mata Shaselfa tampak meremehkan. "Yakin? "
Melihat suasana di meja itu semakin panas, Miya segera mendekati mereka sebelum Raya menyerang Shaselfa atau sebaliknya. Miya berdiri di depan Raya dengan pandangan murka lalu berkata tegas, "Saya nggak minat sama sekali buat ngerebut pacar kamu."
"Elah, ini dia si pelakor gabung juga," teriak Raya murka. "Nggak minat gimana? Jelas-jelas gue lihat sama mata gue sendiri. Lo kegatelan sama cowok gue."
Miya tersenyum sinis lalu mengeluarkan kertas dari saku dan membacanya. "Téh kasir yang cantik, kenalin ini Hilman Yunanda, manajer pemasaran di Belanjaku. Kenalan dong, Téh. WA aku di nomor ini, ya," Miya menyebutkan nomor WA yang tertera di sana lalu menatap Raya dengan tajam. "Pacar kamu yang ngasih ini ke saya. Dia terus godain saya padahal udah ditolak dengan tegas. Tapi maaf aja, ya. Saya nggak minat sama cowok yang pacarnya kayak ... kamu. Dia bukan selera saya. Kalau pun saya mau godain cowok, saya bakal pilih cowok yang lebih ganteng dan lebih mapan dari pacar kamu."
"Lo!" pekik Raya murka. Tangannya terangkat untuk menyerang Miya, tetapi terhenti saat Miya berkata tajam, "Kalau kamu berani sentuh saya, saya akan bikin kamu dipecat dari tempat kerja. Saya ini cukup dekat sama pacar pemilik perusahaan kamu."
Wajah Raya memerah menahan murka. Winda yang berada di samping perempuan itu segera menarik tangan sahabatnya sambil berkata, "Udah, Ra. Ayo kita balik aja."
Tubuh Raya sekaku kayu tetapi dia tetap mengikuti tarikan tangan Winda menjauhi kafe. Ancaman Miya sepertinya berhasil. Padahal, Miya hanya pura-pura. Miya memang sering melihat pemilik perusahaan itu datang ke kafe bersama Mela, pelanggan kafe yang cukup dekat denganya. Namun, dia tidak terlalu yakin apa mereka pacaran atau tidak.
Sebelum Raya dan Winda sempat meninggalkan kafe, ada seseorang yang memanggil mereka. "Pesanannya ketinggalan, Téh," kata orang itu.
Orang itu menyerahkan kopi yang tadi mereka pesan. Raya meraih kopi itu dengan kasar lalu melemparnya ke lantai. "Kafe nggak bener. Bobrok semua orang-orangnya."
Bukannya tersinggung, orang itu malah terkekeh sinis dan membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Miya dan orang itu bersitatap.
Wren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Second Chance [END]
Literatura FemininaVitamin #1 He fall first, she fall harder 🙏 *** Setelah kematian sang ayah dan julukan pelakor disematkan untuknya, Miya tidak pernah berharap akan hidup bahagia. Dia hanya menjalani hidup monoton sebagai kasir di kafe Kesempatan Kedua yang mempeke...