SEBUAH DILEMA

13 1 0
                                    

Adzan subuh berkumandang nyaring dari masjid yang tak jauh dari rumahnya. Lantunannya membangun kan gadis yang tadinya sibuk menari dengan bunga tidurnya. Rara mengucek matanya perlahan. Matanya terasa pernih karena efek menangis semalam. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sebelahnya. Jam menunjukkan pukul 04.46. Udara terasa begitu dingin, alih alih bangun untuk solat subuh, Rara malah mengambil selimut untuk menyelimuti tubuhnya yang merasa dingin. 

Baru saja bangun tidur, pikirannya kembali tertuju pada Bagas. "Duh, tadi malem dia beneran pulang gak ya?" tanyanya pada diri sendiri. Rara membuka aplikasi telegramnya dan mengirimkan pesan pada Bagas. 

Rara:

Wuyyy, tadi malem sampe rumah aman kan?

"Anjir, canggung banget rasanya. Semoga dia masih mau jawab setelah semalem aku bawelin begitu." batin Rara. 

Usai mengirim pesan pada Bagas, ia segera bangun untuk solat subuh. Usai solat, tak lupa Rara menyiapkan sarapan dan bekal makan siangnya. Ia juga mengemas buku ke dalam tas sekolahnya, mandi, dan bersiap berangkat ke sekolah.

Setibanya di sekolah, Rara membuka kembali aplikasi telegramnya. Ada notifikasi yang begitu ia tunggu. 

Bagas:

Kayaknya iyaa.

Rara:

Kok kayaknya sih.

Bagas:

Lo gausah mikir aneh aneh, gua cuma ga enak badan.

Rara:

Yauda, get well soon.

Semangaaat.

Bagas:

Iyaaa lo jugaa.

Rara:

Baiklaa.

Rara tersenyum tipis. Ada rasa senang karena Bagas sudah tidak sedingin tadi malam. "Gitu dong, kan jadi enak ngobrolnya kalo kamu ga cuek." monolog Rara dalam hati. 

Entah keberanian dari mana, gadis itu semakin gila saja sepertinya. Setelah chat itu, Rara mengirim sebuah pap yang menunjukkan bahwa ia tengah mengerjakan tugas di sekolah. Namun, Bagas baru membalas pesannya di sore hari. Ada rasa kesal, tapi Rara juga tidak bisa marah. Ia sadar, ia tidak lebih dari seorang teman.

Usai dialog sore itu, tidak ada dialog lain. Dialog terakhir adalah ucapan hati hati dari Bagas ketika Rara mengirim sebuah pap yang menunjukkan dirinya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. 

Malam itu Rara ingin sekali membuka topik kembali dengan Bagas, tapi ia takut Bagas akan benar benar ilfeel padanya. "Plis Ra, kali ini jangan chat dulu. Gak usah jadi orang ga waras dulu." monolog Rara.

Hari ini tak banyak interaksi antara ia dengan Bagas. Entah, saat notifikasi pesan itu tidak muncul, ada rasa rindu yang menjalar di hatinya. Rara bingung, itu perasaan rindu kepada teman atau perasaan rindu yang lain. Gadis itu benar benar tidak memahami perasaannya sendiri.

"Kok aku kangen banget sih. Sama mantan aja ga pernah sekangen ini. Masa iya aku suka sama Bagas, karena apa?" 

"Masa sih? Tapi kalo enggak, ga mungkin juga tiap chattingan aku senyum senyum kek orang ga waras."

"Tapi, kalo aku suka Bagas, emang dia bakal suka aku balik? Kayaknya enggak deh, bukan tipe dia keknya." 

Rara menghabiskan hari itu dengan berusaha memahami perasaannya sendiri, dan menganalisis berbagai kemungkinan yang akan terjadi antara dirinya dengan Bagas. Gadis itu semacam berharap, namun takut terjatuh terlalu dalam pada harapannya sendiri.


Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang