THEIR DATE

9 0 0
                                    

Sejak semalam, Rara belum juga membuka blokirnya terhadap kontak Bagas. Gadis itu benar-benar enggan dibuat pusing lagi hanya karena masalah sepele seperti itu. Ia percaya jika Bagas masih punya niatan baik, ia pasti akan bertemu nanti.

Pagi ini adalah jadwal Rara untuk datang ke rumah sakit mewawancara Dokter Tirta. Maka masih pagi sekali Rara sudah berjalan santai melewati puluhan mobil yang terparkir di pelataran rumah sakit untuk masuk ke dalam bangunan yang lebih terlihat seperti hotel di banding rumah sakit. 

Rara berjalan santai melewati koridor panjang di salah satu bagian rumah sakit itu untuk pergi menemui Dokter Tirta di ruangannya. Sementara dari lain sisi, Bagas tengah dibawa perawat menuju ruang terapinya. Dari jauh Bagas masih bisa melihat dengan jelas bahwa disana ada Rara dan ia juga tau pasti kemana Rara akan pergi.

Bagas meminta perawat untuk mempercepat jalannya menuju ruang terapi. Kini ia jadi ingin cepat-cepat selesai karena ia harus mengambil kesempatan untuk bertemu dengan Rara. Benar saja, setelah terapinya selesai dilakukan dan diantar kembali ke kamar, Bagas yang sedang sendirian karena mamanya sedang ada urusan sebentar di luar rumah sakit jadi punya berbagai rencana yang cukup membahayakan dirinya.

Bahkan, ia dengan siap dan tanpa ragu sanggup menjalankan rencana itu. Kini, ia sedang bersusah payah untuk melepas infus yang terpasang di tangannya. Ini bukan pertama kalinya, dulu ia pernah melakukan hal yang sama. Setelah infusnya terlepas, Bagas mengendap-endap berjalan menuju pintu keluar, bahkan ia sengaja pergi membeli masker terlebih dahulu supaya tidak ada yang mengenalinya.

Kini, ia duduk di taman dekat pintu utama. Sengaja Bagas duduk disana supaya nanti ketika Rara hendak pulang ia bisa menghampirinya. Cukup lama Bagas menunggu, sekitar 45 menit. Dari kejauhan Bagas melihat Rara berjalan menuju pintu keluar yang ada di dekat Bagas. Bahkan Rara baru saja lewat di depan Bagas tapi karena fokusnya terpaku pada ponsel, ia seperti tidak melihat keberadaan Bagas.

Tanpa banyak basa-basi, Bagas langsung menarik lengan Rara dan menggenggam telapak tangannya. Rara benar benar terkejut dan menoloh, melihat ada Bagas disana ia menjadi terdiam tak berminat mengucapkan sepatah dua patah kata pun. Demikian dengan Bagas, ia juga tidak mengucapkan apa-apa dan langsung menarik Rara menuju sebuah taxi yang berhenti di depan rumah sakit.

Rara tidak tau kemana dia akan dibawa Bagas saat ini. Sejak tadi tidak ada pembicaraan apapun di dalam taxi itu. Rara diam menatap jalanan yang basah sehabis hujan semalam, dan Bagas diam berkelahi dengan pikirannya. 

Beberapa saat kemudian, taxi itu berhenti di depan sebuah taman kota. Bagas memberi sejumlah uang kepada supir taxi itu tanpa mau menerima sisa kembaliannya. Kemudian, lagi-lagi Bagas menarik pergelangan tangan Rara yang masih diam terpaku. Bagas terus menggandeng Rara memasuki pelataran taman yang di hiasi banyak tumbuhan dan bunga berwarna-warni itu. 

Hampir 15 menit mereka berjalan mengitari taman itu, tapi belum ada sepatah dua patah kata pun yang terucap. Bagas ingin supaya Rara dulu yang berbicara karena ia sendiri juga bingung dan canggung harus memulai pembicaraan dari mana. Bagas masih terus berusaha ingin menciptakan kembali percakapan hangat antara dirinya dengan Rara. Kini ia menarik tangan Rara menuju tepian sungai yang masih ada di dalam lingkup taman itu. Disana ada sebuah perahu kayu kecil yang memang disewakan untuk pengunjung. Tanpa banyak basa-basi, Bagas langsung menarik tangan Rara untuk naik ke perahu itu.

"Takut." Bisik Rara pelan saat Bagas mulai mendayung perahunya pelan. 

Bagas tersenyum lega, akhirnya ia kembali mendengar suara yang sangat di nantinya itu. Bagas menatap punggung gadis yang ada di depannya itu dengan wajah yang berseri-seri. Bagas mendayung perahunya lebih kuat lagi.

Sementara Rara, ia kini tengah mati-matian melawan rasa takutnya karena ingin tetap terlihat cool di depan Bagas. Namun, tetap saja takutnya mengalahkan semua. Perlahan air mata mengalir di pipinya, matanya dipejamkan berharap tidak lagi melihat air yang ada di sekitarnya, dan tangannya gemetar karena ketakutan.

Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang