SEBUAH KEANEHAN

11 0 0
                                    

Pagi ini tak banyak yang dilakukan Bagas setelah bangun tidur, selain melamun. Entah mengapa dari bangun tidur ia jadi banyak diam tanpa berbicara sepatah kata pun. Bahkan saat dokter melakukan visit pun Bagas diam saja, tidak seperti biasanya. Hasil dari pemeriksaan dokter pagi ini menunjukkan kondisi Bagas membaik secara drastis. Ini menjadi sebuah kabar gembira tentunya. 

Saat menjelang siang, Bagas masih terus diam. Namun hingga akhirnya ia bicara juga.

"Ma, aku sudah sembuh. Boleh ya aku gak usah datang terapi itu lagi." Bagas akhirnya bersuara sejak tadi pagi hanya diam saja.

Mamanya nampak berpikir sejenak. Ia melihat banyak sekali rasa lelah di wajah putranya itu, banyak sekali rasa bosan tergambar di wajahnya karena harus menjalani terapi. Maka dengan sedikit ragu, mama mengijinkan Bagas untuk tidak ikut terapi itu hari ini.

"Iya boleh, hari ini aja ya. Besok ikut lagi." Jawab mamanya.

Bagas menggeleng lemah, "Besok juga enggak lagi, ma."

"Kenapa kamu tiba-tiba gak mau datang terapinya?" Mama bertanya alasan Bagas tidak mau datang menjalani terapi wajib itu.

Bagas tak menjawab pertanyaan mamanya. Tatapannya malah kosong mengarah ke langit-langit kamarnya. Entah, sejak pagi tadi Bagas juga sering sekali melihat ke atas atau langit-langit kamarnya. Mamanya pun menyadari ada yang aneh dari Bagas hari ini. Melihat Bagas yang seperti beralih fokus dan tidak meghiraukan pertanyaaannya, mama memanggil Bagas sekali lagi. 

"Bagas, kenapa gak mau datang terapinya?" Tanya mama sekali lagi sambil menepuk pelan pipi Bagas.

Bagas seperti tersadar dari lamunannya karena mama menepuk pipinya pelan, ia menoleh menatap mama tapi tatapannya masih saja kosong.

"Kenapa gak mau datang terapi?" Tanya mama yang ketiga kalinya.

"Karena aku sudah sembuh. Aku capek harus terus-terusan datang buat terapi itu. Sudah cukup kemarin jadi hari terakhir aku menginjakkan kaki di ruangan terapi itu." Bagas baru menjawab pertanyaan mamanya setelah tiga kali ditanyakan pertanyaan yang sama.

Mama mengerutkan dahinya tanda heran dengan jawaban Bagas barusan. Mama nampak berpikir, setelah beberapa hari di rumah sakit ini kenapa baru sekarang Bagas mengeluh capek untuk datang terapi. Padahal biasanya ia sangat bersemangat sekali saat siang hari suster datang untuk menjemput Bagas dan membawanya ke ruang terapi. Semenjak rutin menjalani terapi itu, sesak di paru-parunya juga sedikit berkurang. Terapi itu cukup membantu Bagas untuk menjalani hari tanpa terlalu banyak merasakan sesak. Oleh karena itu, mama sebenarnya sedikit keberatan jika Bagas meminta untuk berhenti melakukan terapi.

"Bagas, terapi itu penting untuk kamu. Kamu merasa gak kalau semenjak kamu rutin terapi, kamu jadi gak terlalu sering merasa sesak?" Mamanya coba memberi alasan kenapa Bagas perlu ikut terapi itu lagi.

Bagas mengangguk, "Mama benar, semenjak aku rutin terapi sesakku jadi mendingan. Cuma, hari ini aku sudah sembuh, ma. Besok juga, lusa juga, aku akan sembuh seterusnya. Mama tenang aja, aku akan baik-baik aja. Trust me!" Bagas sedikit memaksa.

Mama menghela napas pasrah. Ia tidak ingin lagi berdebat terlalu panjang dengan putranya. Akhirnya, ia setuju juga dengan permintaan Bagas.

"Oke, mama ijinkan." Jawab mamanya dengan sangat pasrah.

"Kok terpaksa?" Bagas menatap mamanya masih dengan tatapan kosong.

"Ya mama terpaksa karena menurut mama kamu masih butuh terapi itu."

"Aku gak akan berhenti kalau mama gak ikhlas ijininnya. Tapi, kalau tetap ikut terapi itu, aku yang gak ikhlas buat menjalaninya." Jawab Bagas dengan nada tegas.

Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang