PINGSAN

12 0 0
                                    

Siang kala itu, usai Bagas memberikan Rara sebuah hadiah kecil, dan usai perdebatan panjang Bagas yang meminta Rara untuk segera makan. Bagas lagi lagi kembali merasakan rasa sakit di dadanya. Sesaknya kembali datang tanpa permisi terlebih dahulu, barangkali tak di izinkan oleh pemilik tubuh tinggi yang dulunya punya hobi gym sana sini. 

Bagas berusaha keras mengatur napasnya yang kian memberat. Rasanya, melakukan satu kali proses pernapasan dengan menghirup udara masuk ke hidung saja sudah sangat susah. Seolah udara yang ia hirup tertahan hanya sampai di rongga hidungnya saja tanpa bisa masuk ke dalam paru parunya. Perlahan tapi pasti, dadanya yang sakit karena sesak mulai bertambah dengan sakit jantungnya yang pernah terdiagnosis mengalami pembengkakan oleh dokter.

Tangannya terus menepuk dadanya perlahan dengan harapan dapat sedikit meredakan rasa sakitnya. Namun, semua seakan sia sia karena rasa sakit itu justru semakin menjadi jadi. Ingin rasanya Bagas berteriak supaya ada yang bisa menolongnya, tapi itu hanya angan saja. Ia sedang sendiri di rumah sebesar itu dan jauh dari jangkauan rumah tetangga tetangganya. Rumahnya bak villa besar yang terpisah dari rumah penduduk lainnya.

"Anjir, sakit banget!" Bagas mulai menarik baju yang menempel di tubuhnya. 

Entah, bahkan baju saja rasanya seperti menekan kuat dan membuat dadanya semakin sakit. Keringat mengucur di keningnya, mengisyaratkan tubuhnya benar benar merasakan sakit yang teramat sangat. Bagas sendiri tak mengerti mengapa tiba tiba tubuhnya menjadi seperti itu. 

Belum selesai sesak serta sakit di dadanya. Lambungnya pun mulai melancarkan serangannya. Perih di lambungnya perlahan mulai terasa, mungkin efek karena ia belum makan sejak pagi. Asam lambungnya bergejolak, menghantam lapisan lapisan di sekitar lambungnya yang menimbulkan efek perih seperti terbakar. Perlahan Bagas mulai merasakan asam lambung itu membuatnya terasa mual. Lengkap sudah rasa sakit yang dirasakannya, sesak dan dada yang masih belum normal, ditambah dengan mual dan perih di lambungnya.

Bagas benar benar bingung dengan kondisinya sendiri. Sedari tadi ia hanya bisa mengeluh kesakitan sendiri dengan tangan yang masih bertahan menepuk dadanya perlahan dan kadang menarik bajunya sendiri. Bahkan baju yang dipakainya kala itu mulai koyak karena tarikan yang begitu kuat dari jemarinya. 

"Demi apapun, gua gak rela mati hari ini." Hatinya bergemuruh ditengah sakit yang masih terus tanpa henti menghantuinya. 

Bagas juga mulai merasakan kepalanya memberat. Matanya pun mulai kehilangan fokus pengelihatannya. Bagas tau dalam waktu dekat ia akan segera jatuh pingsan, tapi ia berusaha menahan agar itu tidak terjadi. Bayangkan saja, bagaimana jadinya jika ia pingsan dengan kondisi seperti itu dan di rumah tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Bagas terus menahan sakit yang menghantam tubuhnya, ditemani dengan keringat yang mengucur kian deras dari pori pori kulit. 

Ting! Ting! Ting! beberapa notifikasi lamat lamat terdengar dari ponselnya. Ditengah terpaan rasa sakit itu, Bagas masih berusaha melirik ponselnya yang menyala karena sebuah notifikasi masuk. Rupanya notfikasi itu asalnya dari Rara. Gadis itu seakan tau bahwa Bagas sedang tidak baik baik saja. Entah, setiap Bagas dalam keadaan tidak baik baik saja, feelingnya seakan bekerja dengan begitu akurat. 

"Lala, gua sakit." Teriak Bagas bersamaan dengan tubuhnya yang mulai ambruk di tepian tempat tidurnya. 

"Gua sakit, gua gak pantas buat lo." Teriaknya lagi. 

Pikirannya bergejolak, dan mulai mengarah pada kata menyerah. Bagas yang tadinya masih punya semangat untuk hidup, kini semangat itu mulai luntur terhapuskan oleh kenyataan rasa sakit yang ia rasakan. Bagas seperti tidak punya pilihan lain yang lebih menenangkan selain meninggalkan dunia ini. Namun, ia sendiri tidak tau kapan tepatnya ia akan benar benar meninggalkan semua ini termasuk meninggalkan Rania-adik perempuan yang sangat ia sayangi-dan Lala-Perempuan yang dengan tanpa sengaja mengusik ketenangan hatinya. 

Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang