DI ALAM BAWAH SADAR

18 0 0
                                    

Bagas turun dari motornya, kakinya melangkah santai menuju beberapa temannya yang sudah menunggu sejak tadi. Iya, teman, teman satu gengnya ketika ia masih sekolah di sma negeri seperti pada umumnya. Teman teman Bagas tak lain adalah sekumpulan anak yang juga punya berbagai problem dalam hidupnya. Ya bisa di bilang gengnya terdiri dari sekumpulan bocah bocah problematik. Jumlah anggota gengnya cukup banyak, mungkin seperti jumlah siswa dalam satu ruang kelas. Namun, malam itu Bagas hanya pergi dengan beberapa orang saja yang memang sangat ia kenal akrab.

"Halo Gas! Lama juga ya gak ketemu lo." Sapa Ezar menyambut langkah Bagas yang mendekatinya.

Bagas tersenyum tipis. Ia menyapa teman teman dengan jabatan tangan seperti layaknya orang yang baru pertama kali kenal. 

"Lo punya masalah apa sih sampai tumben banget ngajak kita keluar malam malam gini?" Genta-sahabat terdekat Bagas-membuka suara. 

"Iya dah, tumben banget. Lo gak di marah bokap keluar jam segini?" Timpal yang lain.

"Gua habis berantem sama nyokap, Ta. Gua stres terus terusan di rumah. Soal bokap, gua udah bodo amat." Bagas menundukkan kepalanya tak berani menatap mata teman temannya. Bagi Bagas, teman adalah satu satunya tempat ia bisa bebas mengekpresikan diri tanpa perlu di tutup tutupi. Seperti sekarang, ia menunduk karena sedang menahan air matanya.

"Problem lo dari dulu selalu itu itu aja. Untung aja fisik lo masih cakep gitu, selalu kuat pas di gebukin bokap, ya gak?" Genta menanggapi sembari merangkul pundak temannya itu.

"Iya lah, gua dari dulu rajin gym buat apa coba kalau bukan buat jadi kuat menghadapi bokap?" Jawab Bagas sekenanya.

"Ya siapa tau lo ngegym buat memikat hati cewek gitu." Seloroh Deva dengan jokes ala kadarnya itu.

"Halah, Bagas kagak ngegym aja udah banyak yang minat. Emang dasarnya cakep, gak kayak lo, Va." Ezar menyentil kening Deva yang di ikuti oleh gelak tawa mereka berempat.

"Terus, sekarang apa rencana lo ngajak kita ketemu gini?" Tanya Genta mengembalikan arah pembicaraan.

"Lo pada lama gak minum kan?" Bagas menatap mata keempat temannya.

"Gua baru seminggu yang lalu sih." Jawab Ezar.

"Gua udah sebulan lebih gak minum." Timpal Deva.

"Lo Ta? Lo udah lama kan gak minum?" Tanya Bagas pada Genta yang belum memberikan tanggapan.

"Iya, takut di gebukin cewek gua sih." Jawaban yang sukses membuat mereka berempat kembali tertawa. 

Diantara mereka berempat, Genta adalah yang paling kalem dan suka berpikir rasional. Ya semacam menjadi penasehat dan penengah ketika teman temannya dalam masalah. Mereka berempat adalah sekumpulan remaja yang tidak pernah takut pada apapun, kecuali Genta yang begitu takut pada pacarnya apalagi ketika sang pacar sedang marah. Makanya tak jarang Genta selalu jadi bahan ejekan bagi mereka berempat.

"Lo mau ngajak kita minum?" Tanya Ezar menatap pada Bagas setengah tak percaya.

"Iya. Minumannya gua yang bayarin, lo semua gak usah keluar duit kok." Jawab Bagas santai.

"Gua sih ayo aja." Jawab Deva setuju.

"Gua juga boleh deh, gratis kan." Timpal Ezar.

"Lo Ta? Takut sama ayang beb lo?" Tanya Ezar pada Genta.

"Bukan gitu. Gas, lo yakin everything will be okay kalau lo minum?" Genta menanyakan soal keyakinan Bagas.

"Aman kok, gak ada yang perlu ditakutin." Jawab Bagas tidak lupa dengan senyum tipisnya.

"Oke, kalau gitu gua ikut." Jawab Genta meski agak ragu ragu.

Setelah perundingan itu, mereka langsung berangkat untuk membeli beberapa jenis minuman yang akan mereka minum malam itu. Bagas benar benar membeli minuman itu dengan uangnya sendiri. Ia tidak mau teman temannya ikut membayar untuk harga minuman itu. Bagi Bagas, ia yang mengajak mereka maka ia yang harus bertanggung jawab membayar harga minumannya. Usai dari membeli minuman, mereka bergegas menuju kos milik Deva. Kos itu memang sering menjadi tempat mereka singgah atau nongkrong sejak dulu ketika sepulang sekolah. Kos itu juga sering kali dijadikan tempat mereka menumpang tidur ketika mereka kabur dari masalah di rumah.

"Lo beli minuman banyak banget. Siapa yang mau habisin hah?" Tanya Genta tak percaya menatap seplastik minuman yang baru di beli Bagas.

"Gua sanggup." Jawab Bagas sekenanya.

"Lo kuat, lambung lo nangis anjir." Genta menjitak kepala Bagas.

"Menurut gua, lo minum aja tapi gak usah ngevape biar kalau lo sakit gak parah parah amat." Timpal Ezar. Sementara Bagas hanya tersenyum getir menanggapi.

Tanpa banyak obrolan lagi, mereka mulai menuang minuman itu pada gelas masing masing. Ya, malam itu rencana untuk mabuk benar benar terlaksana. Bagas memegang gelasnya sembari menatap ketiga temannya sudah meminum bagian mereka masing masing. Ada secercah perasaan takut di hatinya yang datang tiba tiba. Namun, perasaan itu di tepisnya jauh jauh. Bagas pun mulai meneguk minumannya. Sudah lama sekali tidak merasakan rasa minuman yang kerap disebut minuman penenang itu. Segelas sudah berhasil di minumnya. Tangannya meraih botol dan kembali menuang minuman ke gelas miliknya lagi. Genta menatap Bagas setengah tak percaya. Genta ingin melarang Bagas, tapi ia tau temannya itu sedang benar benar kacau dan berharap bisa melupakan masalahnya sejenak. 

Gelas kedua berhasil Bagas habiskan tanpa banyak kendala. Berlanjut pada gelas gelas berikutnya. Malam itu Bagas menghabiskan lebih dari sekedar 4 gelas. Tak heran dalam sepersekian menit, tubuhnya mulai memberi respons berbeda. Lambungnya mulai terasa perih sebab ia belum makan sejak siang tadi. Namun, rasa perih di lambungnya teralihkan pada rasa pusing yang timbul akibat efek dari minuman itu. Mereka berempat sudah mulai di pengaruhi efek dari minuman itu, tapi Genta masih bisa berusaha sadar karena ia merasa harus menjaga Bagas. 

Dalam kondisinya yang tengah mabuk parah, tiba tiba terbesit bayangan Rara di hadapannya. Gadis itu nampak muncul dengan tangisnya yang seakan mengadu pada Bagas. Bagas terdiam menatap gadis yang dicintainya itu. Senyum getirnya terukir di ujung bibir.

"Lo kenapa kesini Lalaa?" Tanya Bagas seakan akan Rara benar benar ada di hadapannya.

"Gua sayang lo, jangan pergi!" Lanjut Bagas setengah berteriak saat bayangan Rara mulai menghilang dari hadapannya.

Genta yang menyaksikan temannya itu menatap bingung. 

"Lala? Siapa Lala? Bagas belum ada cerita dan belum pernah nyebut nama itu." Monolog Genta dalam hatinya.

Tiba tiba Bagas menoleh pada Genta. Ia merapatkan duduknya dengan Genta dan mulai menangis sesenggukan sembari memeluk Genta. Genta yang terkejut dengan semua yang begitu tiba tiba hanya terdiam tanpa membalas pelukannya pada Bagas.

"Ta, gua mau mati. Nanti kalau gua mati, Lala sama siapa? Dia butuh gua. Gua takut, Ta. Gua takut bikin dia nangis. Gua mending nahan sesak seumur hidup dari pada gua mati tapi liat dia kesusahan dan sedih tiap hari. Gua mau bertahan buat Lala." Rengek Bagas tiba tiba yang membuat Genta semakin bingung. 

Genta hanya merespon dengan mengusap pundak Bagas seakan berusaha menyalurkan kekuatan untuknya. Genta menatap ketiga temannya yang sudah benar benar dalam kondisi mabuk. Hati kecilnya seakan teriris menatap kondisi itu. "Gua gak tau, sebanyak apa masalah lo semua sampai bisa kayak gini." Monolog Genta dalam hatinya.

Dalam hitungan menit, Deva dan Ezar mulai tertidur karena lelahnya. Disusul dengan Bagas yang mulai lemas karena sudah tidak kuat dengan efek minuman itu. Sementara Genta, ia keluar kamar kos untuk menghirup vapenya. Genta berusaha menetralkan pikirannya setelah melihat betapa kacaunya teman temannya tadi. Namun, dalam hitungan menit juga ia mulai bosan dan menyusul teman temannya untuk masuk ke alam mimpi.


Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang