SUNSET POINT

7 0 0
                                    

Hujan perlahan mulai mereda. Matahari mulai kembali dari persembunyiannya, ia nampak malu-malu memancarkan lagi sinarnya menyelinap dari celah diantara tebalnya awan yang mulai memudar. Sinar mentari itu juga masuk menembus kaca mobil mereka. Membuat Bagas mengerjapkan mata tersadar dari tidurnya karena paparan cahaya mentari yang menerpa wajahnya. 

Bagas mengucek matanya pelan usai bangun dari tidurnya. Ia menengok ke sebelah kirinya, gadis itu masih lelap dalam tidurnya. Bagas tersenyum menatap Rara yang masih asyik dengan alam bawah sadarnya. Bagas meraih ponsel dan membuka aplikasi kamera, ia mengabadikan momen Rara yang tengah terlelap itu melalui kamera ponselnya.

"Emang cuma kamu doang yang bisa dapat paparazi?" Gumam Bagas.

Bagas mengambil sebuah bantal kecil yang ada di jok belakang mobil. Ia mengangkat sedikit kepala Rara bermaksud ingin meletakkan bantal di bawah kepalanya. Namun, di tengah usaha Bagas itu, Rara justru terbangun dari tidurnya. Jarak wajah mereka sangat dekat, terpaut jarak sekitar 5cm saja. Bagas yang melihat Rara membuka matanya menjadi mendadak gugup, ia terdiam membeku di tempat. Sementara Rara, gadis itu cukup terkejut saat membuka mata dan tepat di depannya ada wajah Bagas dengan jarak yang cukup dekat. Mata keduanya bertemu, saling menatap dalam beberapa waktu.

"K-kamu ngapain?" Cicit Rara memecahkan keheningan diantara mereka.

Mendengar suara Rara membuat Bagas seperti sadar dari lamunannya. Bahkan kini ia juga jadi salah tingkah sendiri. Bagas langsung duduk kembali ke posisi awalnya. Ia terdiam dan menunduk tidak berani menoleh ke arah Rara sedikit pun.

"Padahal niatnya baik. Argh sebal banget, pasti Rara ngiranya aku ada niat buruk." Gerutu Bagas dalam hatinya.

Sementara Rara, ia masih terus memperhatikan tingkah Bagas yang mendadak terdiam dan menunduk seperti anak kecil yang baru saja kena marah oleh ibunya. Rara terus menatap wajah laki-laki di sampingnya itu sembari berharap Bagas akan menatapnya kembali.

"Bagas aneh. Dia tadi mau ngapain anjir!" Batin Rara berbicara.

"Rara?"

"Bagas?" Ucap mereka bersamaan. Keduanya kembali terdiam dengan Bagas yang kembali menunduk dan Rara yang mengembalikan posisi kursinya menjadi seperti semula.

"K-kamu duluan yang ngomong." Ucap Bagas berusaha memecahkan keheningan.

Rara menggeleng lemah, "Kamu aja."

"Ladies first." Ucap Bagas singkat.

Rara menghela napas pasrah. Ia berpikir sejenak, ia bingung apakah ia harus bertanya atau tidak soal itu. Namun akhirnya ia berani juga untuk menanyakannya pada Bagas.

"K-kamu barusan ngapain?" Tanya Rara dengan gugup.

"A-aku? Gak ngapa-ngapain, Lala." Jawab Bagas tidak kalah gugup. Saking gugupnya, butiran keringat benar-benar membasahi kening Bagas padahal AC mobil menyala dengan baik.

"Lalu? Barusan?" Tanya Rara lagi.

Bagas menghela napas pelan, ia mencoba menetralkan detak jantungnya supaya bisa berbicara dengan lancar pada Rara.

"Barusan aku terbangun. Aku lihat kamu masih tidur, aku kasihan lihat kamu tidur bantalan telapak tangan gitu. Aku ambil bantal kecil ini di jok belakang. Aku mau taruh bantalnya di bawah kepala kamu, tapi kamu malah terbangun. Maaf, aku kurang pelan-pelan jadinya kamu terbangun deh." Terang Bagas secara rinci pada Rara.

Rara mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti penjelasan Bagas.

"Kirain ngapain." Ucap Rara lirih dengan suara yang sangat kecil. Gadis itu mengira Bagas tidak bisa mendengarnya. Namun kenyataannya Bagas masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang