JAWABANNYA ADALAH KAMU

12 1 0
                                    

Bagas masih terus menahan sesak dan sakit di dadanya. Kini ia juga merasakan pusing yang begitu hebat di kepalanya. Ia benar benar seperti di bawa pergi oleh cahaya putih itu. Bahkan teriakannya tadi seakan hampa, sunyi, senyap tanpa suara. Bagas berusaha membuka matanya perlahan. Semua disekitarnya terlihat berbeda. Kini, ia tidak lagi berada di kamar, tapi di sebuah sebuah taman yang begitu indah dengan air terjun dan sungai yang mengalir deras dan airnya begitu jernih. Bagas masih menahan sakitnya, tapi ia berusaha mengamati sekitar. Tempat itu benar benar belum pernah ia liat sebelumnya.

Di tengah kebingungannya, matanya tertuju pada sesosok perempuan yang tengah duduk di sebuah batu di tepian sungai. Perempuan dengan hijab berwarna coklat susu dan gamis putih, kakinya terjulur menyentuh air sungai yang begitu jernih. Bagas tertarik untuk menghampiri perempuan itu. Kakiknya melangkah mendekati tempat perempuan itu berada. Rupanya, perempuan itu pun menyadari kehadiran Bagas. Ia menoleh ke arah Bagas yang sedang berjalan menuju ke arahnya. 

"Bagas? I'm here, ayo sini." serunya.

Semakin dekat, Bagas menghentikan langkahnya. Ia terdiam menatap tak percaya. Perempuan yang dilihatnya tadi adalah Rara. Gadis yang menghiasi kegalauan pikirannya selama beberapa hari terakhir. Bagas benar benar tidak menyangka akan bertemu dengan gadis itu. Perlahan ia mulai melangkahkan kaki lagi. Bagas menuruni beberapa anak tangga untuk sampai ke dekat tempat Rara berada.

"Lala? Lo ngapain disini?" Tanya Bagas begitu gugup.

Rara tersenyum, senyumnya terlihat begitu manis di mata Bagas.

"Aku disini untuk ketemu kamu." Jawab Rara masih dengan senyum terindahnya.

"Gua? Untuk apa?" Tanya Bagas sekali lagi.

"Aku disini untuk kamu. Kamu sakit, aku mau sembuhin kamu."

"Gak mungkin. Gua sakit udah lama, gak bakal pernah sembuh." 

"Kalau gitu, aku mau buat kamu bahagia. Boleh?" Tanya Rara dengan tatapan mengarah lurus menatap mata lawan bicaranya.

"Bahagia? Dengan cara?" Bagas mengangkat sebelah alisnya, ia benar benar tidak paham.

Rara tersenyum simpul. Ia menarik kakinya dari air. Langkahnya menuju ke tepian sungai tempat Bagas berdiri. Gamis serta hijabnya tertiup angin menambah kesan indah kala itu. 

Kini, Rara sudah ada tepat di hadapan Bagas. Mereka berdiri berhadapan dan saling tatap. Rara mengambil telapak tangan Bagas dan meletakkannya di atas kepalanya yang terbalut hijab. Rara tersenyum begitu tulus. Setelah itu, ia menarik tangan Bagas dari kepalanya dan meletakkannya pada dada Bagas sendiri. 

"Kamu bisa rasakan? Ada detak yang gak beraturan disana?" Tanya Rara.

"Iya, detak jantung gua. Kenapa?"

"Aku akan disana nanti, dan kamu akan bahagia."

"Maksud lo?" Lagi lagi Bagas tidak mengerti.

"Setiap detak di jantung kamu adalah aku. Aku gak janji, tapi aku usahakan." Ucap Rara sembari berlalu meninggalkan Bagas. 

Bagas menoleh menatap kepergian Rara. Entah, hatinya seakan berseru ingin mengejarnya. Namun kakinya terlalu berat untuk melangkah, seperti tertahan. 

"Lala, tunggu!" Teriak Bagas.

Rara menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Bagas.

"Gua mau. Kapan lo bikin gua bahagia?" Tanya Bagas dari kejauhan.

"Itu terserah kamu. Kapan waktunya, itu tergantung kamu." Jawab Rara singkat. Setelah itu, ia kembali melangkah pergi.

Bagas terdiam meresapi kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut seorang Rara. Namun, Bagas belum benar benar mengerti pasti tentang makna kalimat kalimat itu. Tiba tiba kepalanya kembali pusing, napasnya kembali tersenggal, dan seberkas cahaya itu datang lagi. Lagi-lagi Bagas seperti tersedot oleh cahaya tersebut. 

Bagas tersentak kaget, ia membuka mata yang sempat ia pejamkan karena rasa pusing yang begitu kuat. Ia menoleh pada sekitar, ternyata ia masih berada di kamar tidurnya. Semua yang terjadi barusan ternyata hanyalah bunga tidurnya saja. Namun, Bagas selalu percaya bahwa semua hal yang terjadi dalam mimpi adalah sebuah petunjuk. 

"Lala, di mimpi gua, lo cantik banget ya." Bagas mulai bermonolog dengan senyum terukir di sudut bibirnya sembari mengingat mimpinya barusan.

"Detak? Detak gua adalah lo?" Bagas menyentuh dadanya untuk merasakan jantungnya yang berdetak teratur.

"Artinya, lo ada di hati gua?" Monolog Bagas seperti kembali memastikan.

"Gua benar benar jatuh cinta sama lo ya? Gua salah ya karena tadi merasa ragu?"

"Maafin gua lala. Tentang waktu yang lo maksud, gua sendiri gak tau kapan itu akan terjadi. Gua takut lo gak nerima gua karena gua banyak kurangnya." Seketika pandangannya menjadi kosong. Ada semacam kekhawatiran di matanya.

Bagas menghembuskan napas kasar. Ia kalut dalam perasaannya sendiri. Ia merebahkan tubuhnya lagi ke kasur. Matanya menatap langit langit kamar. Namun, pikirannya terus tertuju pada gadis bernama Rara yang dengan sopan berani masuk ke dalam mimpi seorang Bagas. 

"Huh, lo ngerepotin perasaan gua aja la." Ucap Bagas dengan senyum yang begitu manis di bibirnya.

Bagas memejamkan matanya. Kantuknya kembali datang. Ia ingin melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.

"Kalau boleh, datang ke mimpi gua lagi ya." Ucap Bagas sebelum kembali terlelap.

Tak Akan HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang