Menunggu itu Membosankan

14 3 0
                                    



Kini mereka sudah siap. Setelah malam sebelumnya mereka tidur dengan pulasnya dan paginya mereka bersantai dan mencari hal hal yang mereka sukai. Siangnya mereka tidur karena harus terjaga di malam hari.

Di sore hari sebelum matahari terbenam mereka bangun dan segera bersiap. Setelah semua perbekalan mereka siap, mereka turun dari kamar masing masing dan menikmati makan malam.

Perut yang terisi dan tubuh yang bugar, membuat mereka merasa tidak akan kesulitan untuk menjalankan misi kali ini. Biasanya mereka menjalankan misi dengan sedikit banyaknya tenaga yang terkuras atau mana yang sudah hampir habis.

Mereka cukup bersyukur saat Edmund memberikan mereka waktu istirahat yang bisa di katakan sangat amat banyak.

Bersama Edmund, Thea tahu rasanya menjadi petualang sekaligus kesatria. Melelahkan.

"Anime yang aku tonton sepertinya tidak pernah tokohnya kelelahan. Ekspektasiku terlalu tinggi," gerutu Thea.

"Saat di gunung pastikan tidak terpencar dan cepatkan jalanmu," peringat Edmund pada Thea. Gadis itu mengangguk saja.

Edmund sendiri sengaja berbicara seperti itu karena tahu jika gadis di hadapannya itu tidak tahu tentang gunung yang akan mereka naiki.

"Bass, pastikan kau berada di belakang. Dia bisa hilang jika di biarkan begitu saja," ucap Edmund sambil menunjuk Thea.

"Baik, Tuan." patuh Bass

Akhirnya perjalanan mereka kembali di mulai. Mereka berjalan dengan diam, kini kuda milik Thea di pegang oleh Bass yang berjalan di paling depan. Karena jarak gunung yang tidak jauh, Edmund memutuskan untuk tidak menggunakan sihir teleportasi miliknya.

***

"Kita semakin dalam masuk ke hutan. Kenapa mereka masih belum memunculkan diri?" bingung Thea.

Jika tadi saat masih di bawah, pepohonan tidak begitu lebat, semakin masuk maka semakin lebat pepohonannya dan jelas sekali mereka masuk ke dalam hutan.

"Noer," panggil Edmund.

Edmund memiliki mata yang bisa menembus kegelapan malam. Penglihatan malam adalah salah satu kelebihan keluarga Noer. Semua yang terlahir dari garis keturunan keluarga Noer memiliki mata itu, entah itu pria atau wanita.

"Tidak ada, Tuan. Sepertinya mereka berada di daerah puncak, mengingat tanaman obat itu tumbuh di puncak gunung." ucap Noer.

"Meskipun mereka tidak terlihat jangan kendurkan kewaspadaan. Hutan ini masih jarang terjamah, saat malam masih banyak hewan liar berkeliaran." peringat Edmund.

Gunung Soer terkenal dengan ular berbisanya. Karena itu banyak sekali pendaki yang mati sebelum sampai puncak karena tidak sengaja tergigir oleh para ular berbisa itu.

"Hewan liar seperti apa?" bisik Thea pada Tim.

"Ular berbisa, nona." jawab Tim.

Otak Thea tiba tiba saja terpikirkan sesuatu. "Ular ya ..." lirihnya.

Setelah tahu jika di sekitar sini banyak ular berbisa yang berkeliaran, Thea mulai berjalan menunduk.

Edmund yang awalnya berada di depan, bertukar posisi dengan Tim. Kini dia berdiri di samping Thea. "Apa yang kau cari?" tanyanya.

"Ular," ucap Thea.

"Untuk apa mencari ular?" bingung Edmund.

"Mau aku ambil bisanya." jawab Thea.

Kini Thea mendongak kan kepalanya. "Aku mau membuat racun dari bisa ular. Aku ingin tahu seberapa kuat bisa mereka."

Edmund memandang Thea dengan pandangan sedikit ngeri. Dia tahu gadis di hadapannya ini kebal dengan semua racun, yang menjadi masalah adalah siapa yang akan gadis itu jadikan bahan uji cobanya.

"Tidak takut tergigit? Meksi racunnya tidak akan berefek apa apa padamu, tapi tetap saja gigitannya akan sakit." ucap Edmund.

"Kan ada kalian, kalian dong yang ambil ularnya." jawab Thea enteng.

Dia merasa menyesal bertanya, harusnya dia biarkan saja tadi gadis itu mencari ular-ular itu sendiri.

***

"Tuan, ada beberapa ular berbisa di depan sana." tunjuk Noer.

Bukan Edmund yang melangkah maju, melainkan Thea yang langsung ngacir kedepan.

Edmund yang tahu apa yang akan di lakukan oleh Thea langsung berlari menyusul gadis itu. Bisa tidak jika ingin melakukan sesuatu itu katakan padanya lebih dulu.

Sedangkan Bass, Tim, Larc dan Noer yang tidak paham ikut berlari menyusul tuan mereka.

Edmund segera menarik tangan Thea begitu gadis itu hampir di gigit oleh ular. "Jangan gegabah!" teriak Edmund murka.

Dari pijakan Edmund keluarlah es. Edmund yang emosinya tidak terkendali tanpa sadar mengeluarkan kekuatannya.

Thea yang terkejut akan bentakan pria di hadapannya itu langsung terdiam kaku. Para ular itu juga langsung pergi karena sudah pasti mereka akan mati membeku seperti tanaman di sekitar mereka.

"Ma-maaf," ucap Thea terbata saat dia sudah bisa menguasai diri.

"Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu jika kau melakukan hal seperti ini lagi." Thea mengangguk mengerti.

"Lupakan tentang ular ular itu dan diam ikuti aku." tegas Edmubd.

Tubuh Thea benar benar kaku dan mulai dingin. Pergelangan tangannya yang di pegang oleh Edmund tanpa sadar ikut membeku.

"Tuan, tangan nona membeku." ucap Tim.

Edmund melihat pergelangan tangan Thea yang dia pegang. Dengan segera Edmund mengeluarkan white fire dan seketika tangan Thea mulai terasa hangat.

Edmund mengontrol mananya agar sihirnya tidak menghanguskan lengan Thea.

***

Saat sampai puncak, para bandit itu memang ternyata berada disana. Mereka terlihat begitu asik minum minuman keras.

Tubuh mereka bahakn oleng saat di buat berjalan. "Apa bandit seperti itu susah di kalahkan?" bisik Thea pada Larc

"Kalau satu dua tentu mudah, nona. Lihat di sebelah kiri," ucap Larc.

Thea bisa melihat puluhan bandit disana. Pantas saja meresahkan, jumlah mereka sangat banyak. Pantas tugas itu di berikan pada Edmund dan bukan pada para petualang. Ini memang bagian dari tugasnya.

Dia tidak menyangka menjadi Edmund ternyata cukup susah juga. "Kita selesaikan ini dengan cepat dan setelahnya kita langsung teleportasi ke Snowden." ucap Edmund.

"Kita bisa teleportasi?" tanya Thea.

Edmund mengangguk. "Lalu kenapa kita harus berjalan sampai sejauh ini kalau bisa teleportasi?" pekik Thea.

Kalau ada yang mudah kenapa Edmund milih yang susah sih? Buat capek saja.

"Karena kita tidak tahu persis posisi mereka. Akan sangat berbahaya jika berteleportasi dan berdiri di depan mereka tanpa persiapan." jelas Edmund.

Itu memang berbahaya, tapi setidaknya kan bisa berapa ratus meter sebelum puncak gunung. Setidaknya tidak harus berjalan sepanjang dan selama itu.

"Tipe-tipe manusia yang suka menyusahkan diri yang seperti ini nih," ucap Thea dengan bahasanya.

"Apa kau bilang? Bahasa apa yang kau gunakan?" tanya Edmund.

"Bahasa alien," ketus Thea.

Mereka mulai membaca situasi terlebih dahulu. Melawan puluhan manusia dengan sihir tanpa rencana matang sama saja dengan bunuh diri. Meski Edmund kuat siapa yang tahu hari apes pria itu berada di hari apa.

Mata Thea yang melihat kegiatan bandit bandit itu sudah mulai terasa pedas dan perih. Dia lupa berkedip.

"Bisa kita serang dengan segera? Aku rasa mereka yang lebih tidak punya persiapan dibanding kita," ucap Thea yang sudah lelah berdiam diri dan melihat mereka.

***

Continued

Make My Own ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang