23

19 5 0
                                    

.

Dalam hitungan detik, Jena langsung basah kuyup diterjang hujan yang sangat deras ketika payung lepas begitu saja dari genggamannya. Beberapa detik ia terus mematung seperti itu. Ia tidak dapat mencerna dengan baik apa yang baru saja dilihatnya. Itu terjadi begitu cepat. Dan Jeano, dia sudah terbaring tidak sadarkan diri.

Ketika itu pun, Jena menjerit dan dengan cepat menghampiri Jeano. Darah kental yang menyatu dengan aliran air hujan itu sudah tersebar kemana-mana. Jena terduduk lalu mengangkat kepala Jean ke atas pangkuannya.

"Kak! Kak Jean!!" Jena terus saja memanggil-manggil Jeano dengan sesenggukan.

"KAK JEANNNNN!" semakin lama, semakin tinggi suara tangis Jena. Tidak lupa dengan suara hujan deras dan anak kecil yang ikut menangis.

Orang-orang yang melihat itu langsung menolong. Begitu pula dengan wanita yang datang dan langsung menggedong sang anak. Wanita yang diyakini ibu sang anak itu pun langsung menghubungi ambulance.

"Kak, Kak Jean nyari Jena kan? Jena udah di sini kak, kak Jean jangan pergi!"

"Kak, plis..." lirih Jena.

Tidak lama kemudian, ambulance pun datang dan langsung membawa Jeano beserta Jena ke rumah sakit terdekat.

Di perjalanan, perawat berusaha semaksimal mungkin dengan pertolongan pertama sebelum sampai ke rumah sakit. Sementara itu, Jena tidak dapat menghentikan tangisnya sembari menggenggam erat tangan Jeano yang semakin lama semakin terasa dingin. Jena terus mengumpati dirinya. Entah mengapa, Jena merasa ini adalah salahnya.

Ketika sampai di rumah sakit, Jeano langsung dibawa ke ICU karena kondisinya kritis. Jena tidak henti-hentinya menangis, bahkan ketika Jeano sudah ditangani di ruang ICU pun, Jena tidak dapat merasa tenang. Ia dengan sangat jelas menyaksikan kejadian itu. Hanya berjarak beberapa meter dari tempatnya, Jeano mengalami hal yang tidak akan pernah semua orang sangka.

Jena kembali menjatuhkan dirinya di lantai. Ia memeluk kedua lututnya lalu menenggelamkan kepalanya di sana. Jena tidak dapat berbuat apapun kecuali do'a yang tiada henti ia ucapkan.

Ketika suasana hanya diisi suara tangis Jena, disaat itu pula terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru. Jena pun mendongakan kepalanya, dan melihat mama Jean beserta teman-teman Jean, yang sudah berdiri sembari menatapnya. Wajah khawatir yang tidak ingin Jena lihat, terukir jelas di wajah mama Jeano.

Jena pun berdiri dengan sisa kekuatan yang ia punya. Ia berjalan tergopoh-gopoh dengan dress putih yang kini tidak hanya kotor karena noda es krim, tapi juga karena darah Jean yang menempel di sana. Jena menghampiri mama Jeano yang kini tidak dapat lagi menahan air matanya ketika melihat kondisi Jena yang sudah sangat kacau.

Jena menggigit bibir bawah, berusaha keras untuk tidak memecahkan tangisnya. "Ma-maaf tante... Jen-Jena-" ucapan Jena berhenti ketika mama Jeano memeluknya dan mulai meneteskan air mata di sana. Membuat Jena pun tidak dapat lagi untuk menahannya.

"Maafin Je-Jena tante..." Jena menangis sesenggukan. Ia benar-benar merasa bersalah, bahkan ketika mama Jeano berusaha tegar dan menenangkannya.

"Kamu enggak salah Jena, itu udah kehendak Tuhan buat Jean. Tante tau, Jean anaknya kuat, jadi kamu jangan salahin diri sendiri ya?" mama Jeano mengusap-usap punggung Jena, dengan pakaian Jena yang masih terasa basah.

"Harusnya Ka-Kak Jean ga ke-temu sama J-jena... ha-harusnya kak Jean pu-lang sam-a tante bu-kan Jenaa" Jena terus menyalahkan dirinya sendiri di tengah tangis yang tidak dapat ia hentikan. Mama Jeano pun semakin mengeratkan pelukannya untuk lebih menenangkan Jena.

Arsa dan Gino yang melihat itu, tidak dapat membantu apa-apa. Mereka pun sama terkejutnya ketika tahu Jeano mengalami kecelakaan, dan sekarang mereka hanya bisa berdo'a untuk keselamatan sahabatnya itu. Tidak lama kemudian Dinar datang, dan langsung menghampiri Arsa dan Gino. Ia bertanya bagaimana kondisi Jeano, tapi tidak ada yang tahu karena Jeano masih ditangani.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang