19

24 4 0
                                    

.

Jeano kini sedang duduk termenung di ruang tengah rumah Jena. Dengan Abina dan kakak laki-lakinya yang berada di depan Jeano. Sementara Jena, ia sedang mengambilkan minum untuk Jean.

Tidak usah tanya lagi bagaimana perasaan Jean sekarang, pastinya ia ingin menghilang saja dari bumi ini. Laki-laki yang selama ini ia curigai ternyata adalah kakak laki-lakinya Jena. Jeano baru ingat jika Jena pernah memberitahunya mempunyai kakak laki-laki. Apa setidak peduli itukah selama ini Jean terhadap Jena?

Jujur saja, Jeano tidak mungkin tidak merasa bahwa dirinya jahat.

Di tengah lamunannya Jena datang dengan membawa segelas air putih. Kemudian ia duduk di sebelah kakak-kakaknya.

"Maaf, gue sebenernya sempet curiga-"

"Sutttt! Gue tau kok" kakak laki-laki Jena memotong ucapan Jeano.

"Kenalin, gue Azqi panggil aja Kiki asal jangan Aki, soalnya gue bukan aki motor. Gue tau lo pasti nyangka gue gebetannya Jena kan? Gak masalah, soalnya gue emang awet muda" ucap Azqi dengan panjang lebar membuat kedua adik perempuannya menatap sinis.

"Nah, kan lo udah tau, jangan karena gue emang awet muda lo nyangka gue gebetan dan segala macem, karena umur gue 27, gue udah punya keluarga bahkan udah punya sebuah mahakarya hasil gue sama istri gue" lanjut Azqi dengan wajah bangga.

"Harus banget sedetail itu?" tanya Abina.

"Wajib dong, kan meluruskan" jawab Azqi, Abin pun mendelik malas.

"Kak, anter gue ke depan aja yuk" ajak Jena tiba-tiba. Ia malah merasa tidak enak pada Jean karena kelakuan kakaknya. Jeano yang mendapat ajakan itu hanya mengangguk kikuk.

Dengan cepat, Jena pun menarik tangan Jeano dan membawanya pergi dari sana, membuat Azqi keheranan. "Ehh mau ke mana?" tanyanya.

"Udah si bang, biarin aja. Lagian di sini kan ada lo ngoceh mulu, gak jelas" ucap Abina, Azqi pun nyengir kuda.

Sementara itu, Jena langsung melepaskan cekalan tangannya dari Jean setelah pergi menjauh dari rumah. Lebih baik saat ini tidak mendengarkan dulu ocehan tidak jelas abangnya itu.

Karena suasana canggung, akhirnya Jena pun memilih untuk bertanya sesuatu.

"Mau... ke mana kak?" tanya Jena ragu-ragu.

"Lo mau ajak gue ke mana?" Jeano balik bertanya.

"Hehhe, sebenernya Jena asal ngajak aja sih, gak tau mau ke mana. Mungkin kak Jean punya saran"

"Ya udah, jalan aja" jawab Jean akhirnya, membuat Jena hanya mengangguk.

"Tapi, kok lo bisa ketemu abang Jena, kak?"

"Ohh... itu... sebenernya gue emang sengaja mau ke rumah lo" Jeano memutuskan untuk berterus terang.

"Oya? Emang ada apa kak?" tanya Jena penasaran. Namun, Jeano tidak langsung menjawabnya. Ia bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

"Kayaknya gak enak kalo ngomonginnya di sini" jawab Jean akhirnya.

"Loh kenapa? Ya udah ke taman aja yuk"

Jeano setuju dengan ajakan Jena untuk pergi ke taman kecil di perumahan itu. Karena hari sudah gelap, tidak terlalu ramai di sana. Jeano dan Jena pun duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu.

Jeano sebenarnya sedang mempertimbangkan kembali, haruskah ia mengungkapkan semuanya? Tapi sepertinya itu jalan yang terbaik untuk meluruskan masalahnya.

"Jen" panggil Jean membuat Jena menoleh. Jena ikut gugup sekarang. Ia tahu betul bahwa Jeano akan mengatakan sesuatu yang sangat serius padanya.

"Maaf sebelumnya, gue bukannya mau ngungkit masalah kemarin, tapi... gue perlu lurusin itu semua biar kita sama-sama tau" lanjut Jeano. Ia menarik nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang