17

21 6 1
                                    

.

Motor Jean mulai memasuki halaman rumah Jena. Mereka berdua langsung disambut oleh mamanya Jena yang memang sengaja menunggu di luar. Ketika motor Jean sudah terparkir sempurna, mama Jena langsung turun tangan untuk membantu putrinya, disusul juga oleh Jean. Mereka berdua membopong Jena masuk ke dalam rumah.

"Langsung di bawa ke kamar aja ya Je" ucap mama Jena pada Jean.

"Siap tante, biar Jean aja yang anter"

"Emangnya bisa?"

"Bisa dongg, Jean kan punya roti nih di perut Jean" mendengar hal itu, Jena seketika menoleh ke arah laki-laki yang berada di sebelahnya. Terkejut karena Jean seterbuka itu. Kalau dipikir-pikir lagi, sejak kapan juga mamanya akrab dengan Jean?

"Waduh kamu ini, ya udah hati-hati ya. Tante mau ambil makan sama minumnya"

"Okee tante"

Setelah mama Jena pergi dari sana, Jeano pun kemudian menatap gadis di sebelahnya yang sedari tadi hanya diam dan menunduk. "Mau di depan atau belakang?" tanyanya membuat Jena menatap bingung.

"Apanya?"

"Digendongnya"

"Ngga! Jalan aja" Jena langsung menolak mentah-mentah.

"Kenapa? Tadi lo nyaman kan digendong sama gue?"

"Mana ada! Kak Jean jalannya kayak kuda begitu" senyum tulus Jeano seketika menjadi senyum palsu. Dia tertohok mendengar apa yang diucapkan Jena barusan.

Sampai akhirnya terlintas pikiran jahil di otak Jeano. Tanpa aba-aba, ia langsung mengangkat Jena dengan kedua tangannya, membuat Jena meronta-ronta minta diturunkan.

"Kak Jean! Lo ngapain? Turunin Jena!"

"Biar gak kayak kuda" tidak ingin menghiraukan lagi ocehan Jena, Jean pun mulai berjalan menaiki tangga dengan Jena yang tetap berada di tangannya. Sesampainya di kamar Jena, Jeano pun mendudukan gadis itu di kasur.

Jeano memutuskan untuk tidak langsung pergi dari sana. Niat awalnya yang hanya ingin mengantar Jena, menjadi berubah setelah menginjakkan kaki kembali di rumah ini. Ia berjalan menuju sofa yang tidak jauh dari sana, kemudian duduk dan diam sembari menatap Jena yang sama-sama terdiam.

Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas kembali di otaknya. Kali ini bukan pikiran jahil, tapi pikiran di mana ia merasa hari ini, tanpa sadar, ia sudah lebih banyak berinteraksi dengan Jena dari pada sebelumnya.

Terasa aneh memang, ketika kemarin ia hanya berinteraksi seperlunya, tapi hari ini mungkin bisa dibilang lebih dari pada itu. Meskipun Jena tidak menunjukan sikap ceria seperti biasanya, namun Jeano masih merasa lega karena mendengar ocehan-ocehan kecil dari Jena.

Dan untuk ucapan Jean terakhir kali di motor itu, Jena tidak memberikan jawaban atau respon apa pun. Jujur, Jeano sendiri tidak tahu. Kalimat 'gue kangen' seperti keluar begitu saja dari mulutnya. Namun entah mengapa, itu sekaligus memberinya perasaan yang lebih tenang. Ia seperti sudah mengeluarkan sesuatu yang selama ini mengganjal di dalam dirinya.

"Kak" panggil Jena tiba-tiba, membuyarkan Jeano dari lamunannya.

"Makasih... Kak Jean udah bantu Jena"

"Hm, sama-sama Jen"

Jena terdiam sejenak. "Lain kali, Kak Jean gak perlu repot-repot peduli atau bantuin Jena lagi"

Jeano menatap Jena lekat. "Gue gak repot kok, lagian meskipun tadi bukan lo, gue bakalan tetep bantu selagi gue mampu" mendengar jawaban itu, Jena pun tersenyum singkat.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang