.
"Kita udahan aja ya?"
Deg.
Ucapan Jena selanjutnya, berhasil membuat Jeano terkejut. Dia tidak pernah berpikir akan seperti ini jadinya.
"Jen... aku gak mikir kayak gitu kok" Jean berusaha menyangkal ucapan Jena.
"Kak, tau ga kenapa Jena ga bilang kak Jean jadiin Jena pelampiasan? Padahal itu yang paling memungkinkan buat situasi ini. Jena ga bilang itu, karena Jena percaya sama kak Jean. Jena percaya kak Jean berusaha buat memulai dari awal sama Jena. Tapi kembalinya kak Reyna, itu pasti berat buat kak Jean dan Jena ngerti. Kak Jean cinta sama kak Reyan, bukan Jena"
"Gak gitu, Jen!"
"Terus gimana kak? Coba Jena tanya, kak Jean sayang Jena?" Jeano mengangguk sebagai jawaban.
"Tapi cinta ga sama Jena?" entah mengapa, seluruh tubuh Jean tidak mampu untuk menjawab pertanyaan Jena yang satu ini.
"Diemnya kak Jean, Jena anggap 'engga'"
"Jen!"
"Kak, plis... udah ya?" suara Jena mulai bergetar.
"Kak Reyna mungkin emang yang terbaik buat kak Jean" Jeano menggelengkan kepalanya. Wajahnya tidak menampilkan ekspresi sedih atau khawatir, tapi marah yang ia tahan. Rasa kesal dan amarah itu bercampur aduk.
"Jena waktu itu bilang di danau, Jena ga akan pergi kecuali harus. Itu bukan candaan lagi, karena situasinya sekarang, Jena emang harus pergi kak"
Entah mengapa, Jeano merasa sangat kesal. Dia kesal dan marah pada dirinya sendiri. Mengapa ia tidak bisa melakukan apapun di situasi seperti ini? Bahkan untuk menjawab pertanyaan Jena saja rasanya sulit. Jeano tidak bisa mengatakan 'ya' untuk pertanyaan apakah ia mencintai Jena. Dan Jeano juga tidak bisa mengatakan 'ya' untuk pertanyaan Jena yang ingin hubungan mereka selesai. Jeano pun mengacak rambutnya gusar.
Jena yang melihat itu, hanya bisa tersenyum. "Udah ya, kak?"
"Habisin makanannya, gue anter pulang!"
Gue.
°°°
"Udah selesai, Al"
"Ohh"
"Kok lo biasa aja?" tanya Jena yang melihat respon Alma biasa saja, tidak seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
"Ya terus harus gimana? Itu udah bener menurut gue. Si Jeano tuh emang dari awal masih ga bisa lupa mantannya" Jena pun menyandarkan punggunya. Ia menghela nafas panjang. Tidak peduli dengan Alma yang baru saja memanggil Jean tidak memakai embel-embel 'kak'.
"Gak usah galau lagi. Harusnya udah puas kan nangis?" mendapat pertanyaan itu, Jena menatap Alma.
"Kok lo tau?"
"Lo pergi ke sekolah ga ngaca dulu Jen? Liat noh mata lo bengkak segede gaban. Ga kebayang gue, lo nangisin dia seharian. Hari minggu lo kayaknya sibuk banjirin kamar"
"Aduhh masa sih? Emang segede itu ya bengkak nya?"
"Menurut gue, lo ngaca aja sih Jen" ucap Alma kemudian. Jena pun cemberut. Tidak bisa berbohong kalau Jena sekarang masih tidak bisa melupakan kejadian itu. Jena bahkan tidak percaya, dirinya bisa memutuskan hubungannya dengan Jean. Laki-laki yang selama kurang lebih hampir satu tahun ia sukai.
Memang tidak ada yang tahu dengan jalannya takdir. Mungkin, Jean bukan orang yang tepat untuk Jena. Siapa tahu, Tuhan sudah merencanakan seseorang yang lebih baik dari Jean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double J || Haechan ✔
RandomIntinya, Jeano bingung memilih antara yang baru atau masa lalunya. So, enjoy to my story and happy reading all! August 28'23 May 19'24