30

49 4 0
                                    

.

Jeano dan Jena berjalan beriringan, kembali menuju rumah eyang Jean yang sudah tidak seramai tadi pagi. Para tetangga sudah pulang ke rumah masing-masing, dan melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa.

Ketika tiba di depan teras rumah, sudah ada mama Jeano yang sedang berbincang dengan orang tua Jena. Tanpa ragu, Jeano dan Jena pun menghampiri.

"Ehh kebetulan, mama sama papa udah mau pulang Jen. Kamu mau pulang sekarang, juga?" tanya mama Jena pada anaknya. Jena pun berpikir sejenak.

"Pulang aja Jena, kamu kan baru dateng ke Indonesia" mama Jeano ikut bersuara. "Lagian di sini udah ada Arsa, Gino, Dinar sama Reyna, yang maksa buat ikut bantu-bantu di sini" lanjutnya.

Entah mengapa Jena menjadi agak sensitif setelah mendengar nama Reyna. Jika mereka semua ikut membantu di sini, kenapa Jena tidak? Pikirnya.

"Kalo gitu, Jena juga mau ikut bantu-bantu di sini. Boleh kan, pa?" tanya Jena sedikit ragu. Ia menunggu jawaban sang papa dengan penuh rasa kekhawatiran, takut papanya tidak akan mengizinkan.

"Ya udah, nanti kak Abin ke sini anterin pakaian kamu" mendengar jawaban itu, seketika Jena membuka matanya lebar-lebar. Sangat di luar dugaan, papa Jena benar-benar mengizinkannya untuk tetap tinggal di sini. Padahal biasanya, untuk pulang larut malam saja, papa Jena begitu ketat mewanti-wanti anaknya agar segera pulang.

Setelahnya, orang tua Jena pun berpamitan, dan pergi dari sana meninggalkan putri mereka yang entah akan sampai kapan berada di sana. Mungkin sekitar 7 hari.

°°°


Jena sedang membereskan pakaiannya yang baru saja diantar Abina. Bisa-bisanya ia tidak terpikirkan bahwa ia pasti akan sekamar dengan Reyna. Alhasil seperti inilah keadaan di sebuah kamar yang tidak terlalu luas itu, hening. Karena Reyna pun sama seperti Jena, sedang membereskan pakaiannya.

Tidak lama kemudia, Arsa memperlihatkan dirinya dari balik pintu, membuat Reyna dan Jena bertanya-tanya.

"Ayok makan malem" ucap Arsa lalu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.

Di meja makan, sudah tersedia beberapa hidangan. Sebagian hidangan sisa siang tadi, dan sebagian lagi baru saja dibuat oleh Arsa. Reyna dan Jena yang melihat itu sedikit bengong. Pasalnya, kenapa Arsa bisa menyiapkan itu sendiri? Padahal di sana juga ada Reyna dan Jena yang bisa membantunya. Untuk para sanak saudara, mereka sudah makan terlebih dahulu, tinggal anak-anak muda ini yang belum makan. Kania juga ikut serta berada di sana.

"Ngapain bengong? Ayok makan" ucap Dinar yang sudah duduk, siap menyantap makanannya.

Tanpa menjawab, Reyna pun langsung duduk. Sementara Jena, ia mengalihkan pandangannya pada Jeano yang diam saja tanpa mengeluarkan ekspresi apa pun. Bahkan setelah pulang dari pemakaman, Jeano tidak berbicara sama sekali. Tidak seperti biasanya saat Jeano yang sering memulai topik pembicaraan. Mereka semua yang berada di meja makan tahu betul, mereka sedang kehilangan sosok Jeano yang ceria.

"Kenapa diem aja, Je? Mau gue ambilin lauknya?" tanya Reyna yang tidak enak melihat Jeano hanya diam.

"Gue gak nafsu makan" jawab Jean lalu berdiri dan mulai melangkah pergi. Semua yang melihatnya hanya diam. Mereka merasa tidak berhak untuk memaksa Jeano.

"Gue makannya nanti nyusul aja" ucap Jena, lalu ia pun pergi melangkah ke luar rumah mengikuti Jean.

Jena berusaha mengikuti Jeano di belakangnya, namun ia tidak berani untuk berdiri di samping Jean. Jena terus saja mengikuti ke mana langkah Jeano membawanya. Sampai tiba-tiba, langkah Jeano berhenti membuat Jena ikut berhenti juga.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang