24

17 5 0
                                    

.

Setelah istirahat beberapa minggu, kini Jeano kembali ke kampus. Ia pergi bersama dengan Arsa, karena hanya Arsa sahabat satu-satunya yang ia ingat. Jujur saja Jeano merasa bersalah tidak dapat mengingat sahabatnya yang lain. Tapi, meskipun begitu, sahabatnya sabar untuk membantu Jeano, apalagi Arsa yang setiap saat menemani Jean.

Seperti saat ini, Jeano sedang sibuk melahap batagor bersama Arsa yang hanya memperhatikannya.

"Apa liat-liat? Suka?"

"Iya"

"Jir, yang bener aja!"

"Iyaa, suka batagor. Lagian ogah gue suka sama lo!"

Di sela perbincangan itu, tiba-tiba Gino datang lalu duduk di sebelah Arsa.

"Nahhh!"

"Apaan?! Kaget gue baru dateng!"

"Iya, karena lo udah dateng, gue tinggal dulu ya?"

"EHH KEMANA?" Gino menahan tangan Arsa yang akan melangkah pergi.

"Apa si, panik amat! Mau ke toilet, mau ikut?"

Gino menggelengkan kepalanya. "Jangan lama-lama ya!" ucap Gino sedikit berbisik.

"Emang kenapa? Lo gak gue tinggalin sama monyet gila kok!" Arsa pun melepas cekalan Gino dari tangannya, lalu melenggang pergi.

"Emang bukan monyet gila, monyet pikun"

"Lo ngatain gue monyet pikun?" Seketika Gino menoleh.

"Eh-ehhh, enggak kok, salah denger kali lo!"

Tidak menghiraukan jawaban Gino, Jean kembali fokus dengan batagor dan ponselnya. Gino pun dengan tubuh kaku, membenarkan posisi duduknya hingga menghadap Jeano.

"Sialan! Kenapa jadi canggung gini sih!" batin Gino sambil sesekali melirik Jean.

"Khm, gue... mau beli makan dulu"

Jean yang merasa diajak berbicara pun, menatap lalu mengangguk, kemudian lanjut menatap ponselnya. Gino malah kebingungan karena sepertinya hanya dirinya yang merasa canggung. Karena Jeano terlihat nyaman-nyaman saja.

Gino pun beranjak dari tempat duduknya, dan pergi untuk memesan sesuatu. Namun tiba-tiba saja, ia berpapasan dengan orang yang ia kenal.

"Jena?" Jena yang awalnya sibuk membuka-buka lembaran yang berada di tangannya, langsung menoleh ketika Gino memanggil. Dan di sisi lain, Jeano yang berada tidak jauh di sana pun ikut menoleh lalu mendapati seseorang yang Gino panggil namanya.

"Eh, kak Gino" sapa Jena sembari tersenyum.

"Udah lama gak liat lo, gimana kabarnya?"

"Baik kok, kak Gino gimana?"

"Baik juga" jawab Gino. Mereka berdua pun kemudian terdiam, sampai Jena menyadari seseorang yang sedang menatapnya di belakang Gino. Mata keduanya bertemu, dan tidak ada ekspresi apa pun di sana. Baik Jean, maupun Jena yang sudah menyerah ketika Jeano tidak mengingat apa pun tentangnya. Mungkin ini lebih baik, menurut Jena. Seolah semuanya kembali seperti semula. Jeano yang tidak mengenal Jena, dan Jena yang hanya dapat menatap Jean dari kejauhan.

"Jen?" panggilan itu membuyarkan lamunan Jena.

"Eh maaf kak"

"Gak akan nyamperin ke sana?" tanya Gino. Jena pun menolak dengan senyuman.

"Gak usah kak, kayaknya lebih baik gini. Liat kak Jean sehat, Jena udah seneng kok" ucap Jena yang membuat Gino merasa iba. Mengapa hubungan cinta sahabatnya begitu menyedihkan. Gino akan mengerti jika ini adalah karma dari perbuatan Jeano sebelumnya, tapi masalahnya yang selalu merasakan dampaknya itu Jena.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang