26

17 3 0
                                    

.

"Kenapa? Kenapa cerita tentang lo sepanjang itu? Kenapa cerita tentang lo terlalu nyakitin buat dibahas? Apa hubungan lo sama gue? Lo gak akan jagain gue di rumah sakit, kalo kita gak ada hubungan apapun"

"Udah kak, Jena mohon..."

"Woi! Kalo mau berisik di luar!" tegur salah seorang pengunjung perpustakaan yang duduk tidak jauh dari sana. Jeano pun dengan perlahan melepaskan cekalan tangannya pada Jena. Tanpa menunggu lagi, Jena langsung pergi dari sana meninggalkan Jeano yang hanya diam tanpa berniat untuk menahan Jena lagi. Bagaimana pun juga Jeano harus tetap tenang. Karena sepertinya ia baru saja melukai perasaan Jena.

Jena berjalan tergesa-gesa keluar dari perpustakaan. Air matanya tidak dapat dibendung lagi. Entah mengapa ia merasa ingin menangis. Bukan karena perkataan Jeano, tapi karena terlintas ingatan ketika Jean mengalami kecelakaan tepat di depannya. Itu salah satu alasan mengapa Jena menjauhi Jeano. Dan alasan lainnya, karena Jeano tidak mengingat Jena sama sekali.

Ketika Jena melihat Jeano, bayangan malam di mana Jeano terbaring lemah dengan genangan darah yang menyatu bersama air hujan itu terus saja muncul, seolah-olah sudah melekat di ingatan Jena. Bayangan bagaimana hujan turun kala itu, bagaimana cara Jeano menyerahkan payung padanya dan berlari meninggalkannya untuk menyelamatkan nyawa yang berharga. Setiap menit bahkan detik kejadian itu masih sangat lengkap dan jelas di ingatan Jena. Dan ketika bayangan itu muncul, ada satu hal yang selalu Jena rasakan. Bahwa semua itu terjadi karena Jena.

Jena yang berdiri mematung di depan perpustakaan, menarik perhatian Arsa yang kebetulan melewatinya.

"Jena? Lo kenapa?" mendengar suara itu, Jena dengan cepat menghapus jejak air matanya.

"Eh kak Arsa, gapapa kok kak. Kalo gitu Jena permisi" ucap Jena tanpa basa-basi dan langsung pergi dari sana, meninggalkan pertanyaan besar bagi Arsa.

Ketika Arsa sedang memperhatikan Jena yang mulai menjauh, pintu perpustakaan terbuka menampilkan Jeano dengan wajah kusutnya. Sontak Arsa melotot, jangan-jangan Jena menangis karena Jeano? Pikirnya.

"Je?!" panggil Arsa panik. Jeano yang tidak bersemangat pun hanya menoleh tanpa menjawab.

"Lo habis ketemu Jena?" tanya Arsa dengan rasa penasaran yang membara. Dan jawaban Jean hanya sebuah anggukan kecil.

"Lo apain Jena??!" tanya Arsa lagi untuk kesekian kalinya dengan wajah yang semakin panik.

"Gak gue apa-apain kok" akhirnya Jeano mengeluarkan suara yang terdengar lemah.

"Lah terus kenapa dia nangis?"

"Jena nangis?" Jeano sedikit terkejut.

"Ya ampunnnn, makanya gue nanya juga karena Jenanya kenapa-napa. Kalo dia gak kenapa-napa gue gak bakal banyak tanya!" ucap Arsa sedikit kesal.

"Gue cuma nanya hubungan gue sama dia kok"

"Apa? 'Cuma'? Ya ampun Jeeee! Kan gue udah bilang lo harus semangat balikin ingatan lo, bukan malah nanya orangnya"

"Emang kenapa Sa?"

"Huftt, gini ya Je, kalo orang yang lo tanya gak bisa jawab, jangan lo paksa. Kenapa mereka suruh lo buat inget sendiri, berarti hubungannya gak sesimple yang lo kira. Ngerti?"

"Berarti gue ada hubungan sama Jena?"

"Ya menurut lo? Udah ahh gue mau kantin, laper belum sarapan soalnya barusan malah sarapan mtk" ucap Arsa lalu pergi meninggalkan Jeano yang sedikit kebingungan.

"Perasaan gue gak nanya dia laper kenapa dah" gumam Jean. Ia pun kemudian berniat untuk menyusul Arsa, namun langkahnya tiba-tiba berhenti saat kepalanya terasa pusing. Di saat itu pula, Jeano menutup matanya untuk menahan rasa sakit dan muncullah sekelebat bayangan. Bayangan di mana Jeano jelas melihat ada Jena di sana.

Double J || Haechan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang