• Not Rapunzel! • || SoraMafu ( 1 )

113 14 5
                                    

Lentera Chronicle.


Adalah lentera berbentuk bintang segi 8 yang diterbangkan setiap satu tahun sekali di festival tahunan kerajaan Darklight. Tujuan digelarnya festival ini adalah untuk merayakan kelahiran Putera Mahkota sekaligus menghilangnya orang yang sama. Itulah sebabnya tanggal digelarnya festival ini jatuh pada tanggal 18 oktober. Selain festival itu adalah acara besar yang sangat berharga bagi seluruh rakyat kerajaan, festival ini juga cukup bermaknya untuknya yang menghabiskan seumur hidup tinggal di dalam menara tinggi bersama penyihir tua.


Memandangi lentera Chronicle yang mendominasi langit malam, Mafu duduk memeluk lutut dan bersenandung. Tubuhnya bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti senandung. Lalu merebahkan diri dengan senyum puas dan menarik napas panjang.


"Semakin dipikirkan malah makin terasa bukan kebetulan," gumamnya, "Acara tahunan kerajaan, lalu lentera, dan tanggal lahir. Kalau cuma sebatas itu mungkin 7 sampai 8  anak di dunia juga punya tanggal lahir yang sama."


Melipat kedua tangannya ke belakang kepala, ia menyamankan kepala pada bantal sementara itu dan merenung sekian saat. "Ayah bilang Putera Mahkota itu menghilang 17 tahun lalu. Dan aku tinggal disini selama 17 tahun. Ayahku adalah seorang penyihir tapi aku tidak bisa sihir. Dipikir-pikir lagi sekarang, kenapa aku tidak boleh keluar rumah disaat menara ini pun berdiri sendiri di tengah hutan rimba? Memangnya aku akan bertemu siapa di hutan ini? Macan tutul?"


Bangun dari rebahnya, Mafu merenggut dan kembali menatap ratusan lentera yang tampak mulai berkurang di langit sana. "Ayah melarangku keluar ... seolah takut aku diketahui seseorang. Aku bahkan tidak punya sihir, lalu apa yang bisa diincar dariku? Kalau dicocokkan dengan status Putera Mahkota yang menghilang dan bukan meninggal ... lalu memiliki tanggal lahir  yang sama. Tidak mungkin 7 sampai 8 anak yang memiliki tanggal lahir serupa juga memiliki kondisi seperti aku, kan?"


Dulu kecil ia hanya akan manut dan mengangguk apa kata sang penyihir tua, Suzumu, setiap kali pria itu menyisir rambut hitamnya yang kian panjang dari waktu ke waktu. Buktinya saja, ia tidak kepikiran untuk apa gunanya anak laki-laki sepertinya memanjangkan rambut. Tetapi Suzumu berkata kalau ia menyukai rambut hitam panjangnya karena mengingatkan rambut itu dengan istrinya, alias ibunya. Tapi sekarang setelah Mafu memahami konsep akal dan logika kian umurnya bertambah, ia menyadari kalau segala sesuatu yang memenuhi sudut rumah kumuh ini digunakan oleh dua orang saja. Karena jika memang ada orang ketiga, pasti ada barang bekas kelebihan atau sang ayah yang -kalau memang punya istri- takkan tega membuang barang-barang milik belahan jiwanya itu. Apa rambutnya memang seberharga itu daripada kenangan yang dia miliki bersama kekasih yang sudah ia ikat dengan janji suci? Tidak masuk akal, kan?


Maka kesimpulan dari semua keanehan ini hanya ada satu, yaitu dirinya yang kemungikan bukanlah sekedar anak laki-laki biasa.


"Satu-satunya cara untuk memastikan kebenaran, hanyalah pergi keluar," ujar Mafu, "tapi pak tua bawel itu pasti tidak akan membiarkanku. bahkan dia saja tidak pernah mau membicarakan istana tiap kali aku menanyakannya."


Bangun dari duduknya, Mafu melongok keluar jendela dan menatap sangsi pada jauhnya jarak antara dirinya dan permukaan tanah. Kembali masuk dengan wajah muram, pria cantik itu meraih untai rambut hitam tebalnya dan menggulungnya malas. Setelah jadi gumpalan besar, ia berjalan menuju ranjangnya yang berada di sudut ruangan dan merebahkan diri disana. Menatap malas langit-langit ruangan yang saking kelihatan kumuh terasa bisa roboh sewaktu-waktu, Mafu menghela napas berat dan memeluk bantalnya.

Katakoi  ||  ATRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang