Part 4

2.2K 151 21
                                    

Setelah berhasil memarkirkan motornya ke dalam garasi, dan lolos melewati ruang keluarga. Renand buru-buru menaiki anak tangga menuju lantai dua-kamarnya dengan tujuan menghindari berbagai pertanyaan dari Mamanya.

"Gitar siapa, Bang?" Sialnya Suara Mamanya dari lantai bawah terdengar, saat ia tepat menginjak anak tangga terakhir.

"Sara." Jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah Mamanya. Perempuan paruh baya itu mengernyit ragu. Sejak kapan mereka saling dekat. Beruntungnya Mamanya tidak bertanya lebih lanjut mengenai hoodie yang dipakainya.

Setelah menaruh gitar dan tasnya, Renand merebahkan diri di kasur empuknya. Wangi aroma vanila khas perempuan menguar dari hoodie yang dipakainya.

Segaris senyum terbit dari bibir remaja laki-laki itu. Ia merogoh gawai yang ada di sakunya.

Menunggu reaksi Sara, tentunya!

Ia mendudukkan diri, melongok ke sisi jendela kala suara motor Sara memasuki halaman rumahnya. Sedikit tergesa-gesa, dengan mimik wajah yang sulit terbaca, gadis itu sedikit keras membanting pintu rumahnya.

Tiga puluh menit kemudian grup WA kelasnya dipenuhi keributan dari teman-temannya.

Sara mengumumkan berita kehilangan gitarnya dalam grup kelasnya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya. Rasanya melelahkan sekali hari ini. Sudah hoodie kesayangannya harus direlakan dipakai Renand. Ditambah lagi gitar kesayangannya menghilang tanpa jejak.

Sara berjanji akan mengkebiri siapapun yang sudah mengambil gitarnya itu!

Setelah berganti pakaian dan makan, Sara berjalan ke arah balkon rumahnya. Ia membuka ipad-nya. Mengeluarkan print tugas dari Tama-si ketos itu.

Seperti biasa ia ditugasi membuat pamflet untuk kegiatan sekolah.

Disisi lain, melihat Sara bersantai di ruang balkon rumahnya, Renand mengikuti berjalan ke arah balkon depan kamarnya. Menenteng gitar Sara, sembari tersenyum kemenangan.

Jreng... Jreng... Jreng...

Jari Renand memetik asal-asalan gitar di tangannya. Mencoba mengusik ketenangan tetangga depan rumahnya.

Setelah lima menit berusaha, dengan berbagai bunyi yang merusak telinga. Sara akhirnya mendongak ke arahnya.

Renand menampilkan senyum menyebalkan sembari mengangkat tinggi-tinggi gitar milik Sara.

Sara melotot sempurna. Ditaruhnya Ipadnya secara asal-asalan. Dari tempat Renand tampak Sara memaki, menyumpah serapah lelaki itu tanpa suara. Bahkan gerakan tangannya seolah mengancam Renand akan memukulnya. Renand mencibir, Sara tak mungkin berteriak dari atas balkonnya. Yang ada akan menjadi buah bibir tetangganya.

Dengan senyum penuh ejekan, Renand seolah menulikan telinganya. Membuat Sara menghentakkan kakinya, lalu berbalik arah masuk ke rumahnya.

Renand tampak menunggu, ia sudah membayangkan adegan klise dalam novel dan komik yang pernah di bacanya.

Ia menghitung mundur dengan tenang, apabila Sara sewaktu-waktu mendatangi dirinya.

Namun, hampir setengah jam berlalu, Sara bahkan tak pernah muncul untuk melabrak dirinya.

Hanya sebuah pesan muncul di grup kelasnya, yang membuat Renand tersenyum kecut dibuatnya.

_Sarabiel_
Guys.. Sorry. Gitar gue udah ketemu. Gue diisengin sama tetangga gue, dia sekolah di tempat kita...
Makasih perhatian dan doa kalian semua...

Renand menghela napasnya kasar, seolah usahanya hanya dianggap angin kentut semata.

****

"Mau kemana, Sar?" Tanya Mamanya, menatap anak gadisnya menenteng paperbag dan siap keluar.

"Cari bang Bimo." Jawab Sara sembari tersenyum lebar. Mamanya hanya mengangguk. Membiarkan anak gadisnya melenggang menyebrangi jalan raya untuk mencapai rumah di seberang.

Tok... Tok.. Tok...

Gadis itu mengetuk pintu berulang kali. Hingga terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Loe cari gue, kan?" Sebuah pertanyaan yang mengharapkan jawaban klasik dari gadis di hadapannya.

Sara mencebik, memutar bola matanya malas menatap remaja lelaki di hadapannya.

"Bang Bimo di rumah, Tan?" Tanya Sara, mengabaikan pertanyaan Renand.

"Cari aja di taman belakang, Sar..." Jawab Mama Renand yang masih sibuk di dapurnya.

"Makasih Tante cantik... Aku ijin ke belakang ya..." Jawab Sara ramah. Renand mendengus sebal, dia mengikuti langkah ceria gadis di hadapannya.

"Loe nyari gitar loe, kan?" Suara Renand kembali menginterupsi langkah Sara yang hampir mencapai pintu belakang. Gadis itu menoleh, menatap tak suka pada Renand. Bahkan wajahnya sudah menampilkan sikap siap berperang.

Renand menggaruk tengkuknya, dia sudah mati-matian menghapalkan setiap kata yang disusun di otaknya untuk mencari perhatian Sara. Namun, rupanya gadis di hadapannya seolah selalu berhasil merusak imajinasinya. Dia hanya mencebik, lalu kembali mengabaikan kehadiran Renand.

"Gak usah sok kenal, Loe!" Ucap gadis itu sembari menutup pintu ruang yang menghubungkan dengan taman belakang.

Kali ini Renand menarik napas kasar, mengacak rambutnya frustasi. Ia mengintip dari celah jendela. Gadis itu sedang mengejutkan Bimo, yang sedang asyik menyiram dan memberi pupuk tanamannya.

"Ck. Apasih lebihnya Bimoli! Lebih ganteng? Iya! Lebih pinter? Iya! Lebih dewasa? Iya! Ck. Emang guenya yang berkekurangan." Ucap Renand yang terdengar seperti keluhan tak bermakna.

Sayup-sayup ia berusaha menangkap percakapan dua orang di taman belakang.

"Wahhh... Emang calon suami aku pinter banget, ya!" Puji Sara yang tampak menyebalkan di mata Renand. Sedangkan Bimo hanya tertawa seperti biasanya.

"Mau ambil kangkungnya, Sar?" Tawar Bimo.

"Boleh... Aku tukar pakai es krim buatanku deh..." Ucap Sara, ia menunggu Bimo memetikkan sayur kangkung yang tampak tumbuh subur itu.

"Nih! Di sayur, bisa buat bekal besok pagi..." Ucap Bimo menyerahkan satu gepok sayur kangkung tanpa ikat.

Wajah Sara tampak berbinar, ia menyerahkan paperbag ke arah Bimo.

"Jadi kek simbiosis mutualisme dong!" Ujar Bimo terkekeh menerima paperbag di tangannya.

"Aku bunganya, abang kumbangnya... Hahaha."

"Dangdut banget sih, Sar..." Keluh Bimo yang dihadiahi kekehan Sara. Lalu gadis itu tampak pamit, dengan senyum yang belum luntur dari wajahnya. Ia melewati dapur, menyapa ramah Tante Irna-Mama Renand, sekaligus pamit pulang.

"Ck. Nih! Gitar loe! Sorry, gue cuma pinjam bentaran kok!" Ucap Renand menghalangi jalan Sara.

"Loe tuh kenapa sih, Es! Loe kesambet paan sih?! Sok akrab deh!" Ujar Sara bertubi-tubi. Sara terlalu bingung terhadap perubahan sikap Renand. Dia tidak terbiasa beramah tamah dengan laki-laki itu.

Sedangkan, Renand sudah mengubah air wajahnya. Ia merasa kesal sekaligus malu dihadapan Sara. Gadis itu masih saja tidak menganggap keberadaanya.

****

Hollaaa...

Ada yang nungguin cerita ini gak?

Selamat berpuasa buat yg menjalankan puasa...

Jaga hati, jaga lisan, jaga ketikan!

Baca cerita author gaje, tapi harus rajin tadarusnya juga ya..

Salam gaje pokoknya

Happy selalu....

LOVE AND WISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang