☆☆
Perjalanan pulang menuju ke kampung, Aji merasa sejak tadi dari rumah Ratna, Saep lebih banyak diam. Bahkan saat dia menengok wajah pemuda itu, tampak tidak bersahabat. Jarang sekali itu terjadi pada Saep. Sebagai sahabat, tentu Aji khawatir. Dia memutuskan bertanya, "Saep, maneh kunaon?"
( Saep, kamu kenapa? )Setelah diam beberapa waktu, Aji terkejut ketika dahan pohon jambu dipukul kencang oleh batang kayu yang Saep bawa sedari tadi. Ada emosi yang jelas tersirat di balik diam nya.
"Ngareureuwas ah maneh mah!" canda Aji berusaha mencairkan suasana.
( Ngagetin ah kamu mah! )Bersama keseriusan wajah yang teramat serius, Saep berkata, "Bener-bener teu sangka uing mah!"
( Benar-benar saya tidak menyangka! )Menyebabkan Aji semakin penasaran. "Aya naon?"
( Ada apa? )Saep melirik disertai tatapan serius. "Tadi pas arek asup ka dapur, uing nempo si Ratna jeung Yasmine mesra!"
( Tadi waktu mau masuk ke dapur, saya lihat si Ratna dan Yasmine mesra! )Kening Aji berkerut. "Hah?"
"Mesra kumaha?"
( Mesra bagaimana? )"Uing yakin dua awewe eta geus teu wajar! Siga nu kabogoh."
( Saya yakin dua perempuan itu sudah tidak wajar! Kayak yang pacaran.)Aji menutup mulut nya yang spontan menganga terkejut.
"Geus teu waras!" geram Saep menahan emosi. Nampak sangat menggebu-gebu.
( Sudah tidak waras! )Aji bertanya, "Maneh yakin teu salah nempo?"
( Kamu yakin gak salah lihat? )Dengan cepat Saep kembali menoleh pada sahabat nya disertai tatapan mata yang begitu tajam. "Uing nempo di hareupan pisan! Ek teu jelas kumaha?" Intonasi suaranya terdengar semakin meninggi.
( Saya lihat di depan banget! Mau tidak jelas bagaimana? )Membuat Aji jadi sedikit takut. Yang kemudian, hati dan pikirannya dilanda kebingungan, kegelisahan, kekhawatiran.
Dan satu hal lagi. Dia sangat tidak menyangka akan sikap emosi Saep.Suara derap langkah kuda terdengar semakin dekat di kuping para pekerja kebun karet. Dari arah utara, tuan Lissone tampak gagah dengan pakaian formal khas tuan Belanda nya; setelan berwarna putih, serta topi putih, menunggangi kuda hitam, berkeliling kebun karet wilayah nya. Menunggangi kuda, adalah kebiasaan nya jika pergi mengecek perkebunan disaat cuaca cerah. Taryo yang sedang memandori para pekerja, membungkuk hormat ketika sang majikan menghampiri nya.
Tuan Lissone, "Apa kau sudah dapat kabar tentang mereka?"
Taryo menjawab, "Mohon maaf, tuan. Anak buah saya belum menemukan non Yasmine."
Raut wajah tuan nya nampak kecewa.
"Saya baru mendapat informasi jika mereka pergi ke selatan." lanjut Taryo.
"Daerah mana?"
"Daerah Karangnunggal, Bantarkalong, Cipatujah, Cikalong. Sangat luas sekali, tuan. Dan kami belum tau pasti pergi mereka kemana."
Desah nafas si tuan terdengar cukup berat.
"Apapun caranya, kau dan mereka harus segera dapat menemukan anakku! Tentu akan ada imbalan yang sepadan jika kalian berhasil.""Baik, tuan."
Hari sudah sore. Keheningan menyelimuti perkampungan. Di luar samping dapur rumah panggung itu, Yasmine terlihat sibuk belajar mencuci beras bersama Rokayah. Ratna sibuk menyelesaikan anyaman atap dari daun kelapa, sambil sering mencuri pandang memperhatikan si kekasih. Kadang, bibirnya akan tersenyum sendiri saat diam-diam melakukan itu. Sewaktu matanya memandang lama, tak sengaja dia menyadari jika Rokayah tengah melihat ke arah nya. Segera Ratna alihkan pandangan, berpura-pura menatap pemandangan sekitar. Hatinya membatin, semoga sang ibu tidak menemukan dirinya tadi asik memperhatikan Yasmine sambil tersenyum sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something [END]
General FictionYou're a sunday morning kind of beauty Hindia Belanda, Jawa Barat, Tasikmalaya. 1943. Tidak ada yang tau, jika seekor kucing liar hadir, menjembatani mereka berdua pada suatu takdir. Sesuatu diantara dia & dia, sesuatu diantara mereka & kehidupan. Y...