☆☆
Waktu terus berjalan, hari-hari kini dilalui Ratna sebagai pekerja baru di kantor tuan Lissone. Dia sudah mulai belajar administrasi perkebunan. Orang-orang siapa yang menyangka jika Ratna hanya lulusan sekolah dasar. Berkat keseriusan dan ketekunannya, pelan tapi pasti, dia berhasil membanggakan keluarga Yasmine atas peningkatan kemampuannya. Dan Yasmine, setiap pagi dan sore, selalu dengan senang hati mengantar dan menyambut Ratna pulang bekerja. Walaupun, terkadang Ratna lebih sibuk belajar, berkurang waktu kebersamaan nya dengan Yasmine. Tapi setiap hari minggu, mereka akan selalu menghabiskan waktu bersama, baik berduaan, ataupun bersama nyonya Fen di kamar. Seperti minggu sore ini. Mereka berdua pergi ke kamar nenek Yasmine dengan semangkuk biskuit di tangan Yasmine untuk teman mengobrol sambil minum teh atau kopi.
Yasmine berkata, "Nanti kalau nenek sudah sembuh, ayo kita ajak makan di bukit! Pasti seru!"
Ratna tertawa kecil melihat wajah polos kekasihnya. Membuat dia gemas mengelus pipi nya.
"Tapi bukankah kasihan kalau nenek harus menaiki bukit? Bagaimana kalau ke sawah saja? Lebih landai jalan nya.""Hehe. Iya ya, kamu benar. Ayo! Sawah juga indah!" sahut Yasmine sambil terus berjalan beriringan menuju kamar nyonya Fen.
Baru hendak masuk kamar, suara isak tangis menyambut indera pendengaran. Mereka berdua menemukan nona Zhao dan nyonya Fen tengah menangis begitu pilu.
Yasmine bertanya, "Mami, nenek.. Ada apa?"
Susah payah nona Zhao berusaha tenang sambil memeluk sang ibu. Beberapa menit kemudian, dia baru menjawab, "Paman Ong dan keluarga nya di Pontianak, menjadi korban- Hiks.. pembantaian masal oleh tentara angkatan laut Jepang."
Ong tjoe kim. Kakak laki-laki nona Zhao, anak ke tiga nyonya Fen.
Yasmine dan Ratna membelalak kaget. Terdengar mengerikan.
"Pembantaian?" gumam Ratna tak percaya.
"Apa yang terjadi disana mami?" tanya Yasmine. Tidak menyangka atas apa yang terjadi dengan pamannya.
Kata nyonya Fen, dia baru saja mendapat telpon dari kakak laki-laki nya yang menetap di Surabaya, memberi tau bahwa dia mendapat kabar jika saudara laki-laki mereka di pulau Kalimantan dikabarkan telah menjadi salahsatu korban pembantaian masal pada tanggal dua puluh delapan Juni. Tiga hari yang lalu.
Mereka semua sangat terpukul. Tidak hanya karena duka kematian saudara mereka, juga karena situasi yang menyebabkan mereka tidak dapat pergi melihat saudara mereka untuk terakhir kalinya.Kelak, perisitiwa itu dikenal sebagai Peristiwa Mandor atau insiden Pontianak; peristiwa pembantaian tanpa batas atas etnis dan ras oleh tentara Jepang di Mandor, Kalimantan Barat. Penyebabnya adalah Tokkeitai atau polisi rahasia Jepang yang mendengar kabar bahwa akan adanya rencana pemberontakan terhadap Jepang. Rencana pemberontakan lahir dari kebencian rakyat terhadap pendudukan kekuasaan Jepang yang memaksa mereka bekerja tanpa henti dan menghadapi siksaan. Kabar tersebut langsung direspons oleh pemerintah militer Jepang di Pontianak dengan melakukan penangkapan terhadap penguasa lokal, tokoh masyarakat, kaum terdidik, serta pelajar dan rakyat dari berbagai kelompok. Penangkapan itu dimulai dari September 1943 hingga tahun 1944. Akibatnya, diperkirakan 21.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut. Mayat-mayat mereka kemudian dimakamkan dalam satu kuburan masal.
Jika anggota keluarga nyonya Fen pergi ke Kalimantan, bisa jadi mereka malah akan menjadi korban pembantaian juga. Maka keesokan hari, keluarga nyonya Fen melakukan ibadah doa bersama di tempat tinggal masing-masing.
Sejak mendapat kabar duka anak ketiga nya, kesehatan nyonya Fen tak kunjung membaik. Mau tak mau dia dirawat di rumah sakit kecil terdekat, atau Puskesmas. Maka seminggu hari terakhir ini, Yasmine dan Ratna bergantian menjaga sang nenek bersama nona Zhao dan Nur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something [END]
Ficción GeneralYou're a sunday morning kind of beauty Hindia Belanda, Jawa Barat, Tasikmalaya. 1943. Tidak ada yang tau, jika seekor kucing liar hadir, menjembatani mereka berdua pada suatu takdir. Sesuatu diantara dia & dia, sesuatu diantara mereka & kehidupan. Y...