♡27

363 73 15
                                    

☆☆

Belum pernah pergi dari rumah selama berhari-hari apalagi berminggu-minggu, membuat ikatan hati Ratna dengan rumah nya begitu kuat, sampai rasanya dia selalu rindu, dan hari ini, dia memiliki kesempatan untuk dapat berkunjung sebentar ke rumah nya sendiri. Karena dia dan Rokayah sempat membicarakan rencana mereka ke depan untuk tempat tinggal. Jika telah selesai bekerja di rumah nyonya Fen, mereka akan pindah ke daerah kampung lain. Khawatir sewaktu-waktu bos koh Ape dan mantan majikan mereka akan mendatangi kembali.
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya bersama Yasmine dengan melewati kebun singkong yang tak terurus, bibir Ratna terus mengulas senyum. Sebentar lagi akan sampai. Dan tibalah mereka di halaman rumah... mereka berdua tercengang. Mata melebar kaget luar biasa. Bibir Ratna gemetar oleh melihat keadaan rumahnya yang telah kacau menjadi puing-puing kayu, bambu, jerami. Persis rumah korban terkena badai angin topan. Tapi jelas semua bagian rumah bahkan alat perkakas dapur pun masih utuh berserakan di depan matanya. Tanda rumah ini bukan rusak karena badai angin topan, melainkan karena telah dirusak oleh orang.
Tak ada yang sanggup berkata-kata. Keduanya terdiam.
Siapa pelaku nya? Ratna sudah dapat menebak. Siapa lagi jika bukan ulah bos koh Ape.
Kaki jenjang Ratna berjalan gontai mendekati tumpukan puing-puing rumah. Menatap sedih semuanya. Darah nya berdesir panas. Amarah luar biasa bergejolak, hingga rasanya sangat menyesakkan dada. Dan hanya mampu berderai air mata dalam diam.
Dia membongkar lemari ibunya yang sudah terjungkal miring ke tanah. Kemudian mendapati isi lemari tetap sama seperti sebelum dia dan Rokayah pergi. Dia ambil sisa baju sang ibu disana, lalu dia dibuat tertegun ketika menemukan masih ada pakaian almarhum nenek dan kakek nya. Dulu, Rokayah pernah beberapa kali memberi tau jika dia masih menyimpan beberapa potong pakaian nenek dan kakek Ratna sebagai kenangan. Kata Rokayah pada Ratna, hanya pakaian dan rumah ini peninggalan nenek dan kakek nya.
Hembusan nafas Ratna terdengar sangat berat. Yasmine yang dapat mendengar jelas dari samping nya pun dapat merasakan sekali kesedihan si kekasih.
Terpejam mata Ratna. Tidak sanggup terbayangkan kenangan masa lalu nya yang masih baik-baik saja di rumah sederhana ini. Bersama ibu, dan nenek. Meskipun dia tidak tau wajah sang kakek, tapi Rokayah sering menceritakan kakeknya, jadi Ratna bisa sedikit membayangkan rupa wajahnya. Rokayah bilang, kakek nya mirip sang ibu. Hanya berbeda bentuk hidung, karena hidung Rokayah persis nenek nya Ratna.
Hatinya bergetar hebat oleh kesedihan. Matanya nanar.. berpendar ke sekeliling. Yang dia lihat sekarang, hanya puing-puing bangunan kayu dan bambu. Sungguh terasa nelangsa hati Ratna. Dia peluk erat tiga pasang baju milik Rokayah, nenek, dan kakek nya.
Yasmine mengusap air matanya sendiri yang telah banjir. Lalu membawa Ratna dalam dekapannya. Mengusap lembut punggung dan kepala kekasihnya. Tak terasa, isak tangis Ratna mulai terdengar meski sangat pelan. Punggung nya gemetar oleh gejolak kesedihan.

Di pekarangan halaman belakang rumah nyonya Fen, Tati yang sedang memetik batang sereh dan Sarti yang sedang memetik tomat, melihat kepulangan Yasmine dan Ratna.

"Non Yasmine dan Ratna sudah pulang?" sapa Sarti.

Sepasang kekasih itu tersenyum.
"Iya, Sarti," sahut Yasmine.

Mereka berdua lanjut menuju rumah para pekerja.

"Mak.." panggil Ratna yang melihat Rokayah sedang menimba air di sumur samping rumah.

Masih sambil menimba, Rokayah menyahut. "Enya.."
( Iya.. )
Lalu menoleh pada Ratna. Tetapi, dia mendapati wajah sang anak jelas tersirat kesedihan. Dia pun segera menghampiri.

"Aya naon..?" tanya nya khawatir serta amat pelan.
( Ada apa..? )

Melihat kekasihnya nampak masih tidak dapat menjawab, Yasmine berinisiatif berbicara.
"Bu, kita masuk dulu ke dalam rumah saja.."

Rokayah mengangguk, "Baik, non.."

Di dalam kamar Rokayah. Ratna pun sekarang menceritakan apa yang telah terjadi dengan rumah nya.
Nafas Rokayah tercekat. Dadanya sesak. Kemudian menangis bersama Ratna yang kini berada di pelukannya.

Menyaksikannya membuat Yasmine turut bersedih dan berderai air mata.

Tangan membelai kepala anaknya, Rokayah bertutur, "Emak yakin.. dibalik setiap musibah, selalu ada hikmah. Dan Tuhan pasti akan memberikan yang lebih pada kita."

"Iya, mak. Amin.." lirih Ratna.

"Bu.. Ratna.. rumah ini sangat terbuka bagi kalian. Tidak perlu khawatir nanti kalian akan tinggal dimana.." kata Yasmine.

Ratna dan sang ibu merenggangkan pelukan.

"Terimakasih banyak, non.." ucap Rokayah.


Teras di depan ruang tengah, dari dua daun pintu yang terbuka penuh, terlihat nyonya Fen dan nona Zhao sedang membaca koran. Mendengar derap langkah kaki, nona Zhao menoleh.

"Yasmine.." panggilnya kemudian.

Yasmine yang tadinya akan pergi ke kamar pun harus menemui ibu dan nenek nya dahulu.

"Iya, mami..." sahutnya setelah sampai di samping ibu.

"Dari mana saja, kamu?" tanya nona Zhao bernada dingin.

Membuat perhatian nyonya Fen teralihkan pada nya. Lalu menghela nafas sejenak.

Yasmine menjawab, "Dari kebun, mami.. juga.. kami mampir ke rumah Ratna sebentar."
Tidak bohong. Hanya kurang lengkap. Dia tau sang ibu akan tidak suka jika mendengarnya telah pergi ke bukit lagi, apalagi jika disebutkan pergi ke air terjun.

"Baiklah.. Bagus jika tidak pergi ke bukit lagi!" sahut nona Zhao.

"Iya, mami.. Mami dan nenek dan sedang membaca berita apa hari ini?"

"Belanda sudah bekerja sama dengan sekutu untuk berusaha mengambil alih kembali kekuasaan. Dan Belanda berjanji akan mengembalikan kedaulatan kepada penduduk Hindia Belanda dan memberikan kesempatan partisipasi dalam pemerintahan kolonial yang baru." jawab nona Zhao.

Sekedar mengangguk. Yasmine masih cukup bingung jika harus menyikapi masalah antara Belanda-Hindia Belanda-Jepang, disaat kenyataannya dia sendiri merupakan keturunan Belanda tulen. Namun yang jelas, nurani nya lebih berpihak pada pribumi yang tertindas. Bukan pada semua individu pribumi. Mengapa? Karena realita yang dia amati, ada saja individu pribumi yang juga menindas sesama pribumi yang dibawah kasta nya. Bahkan bisa berlagak lebih Belanda dari para orang Belanda.

Nyonya Fen menimpali, "Kamu tau perlawanan rakyat Singaparna pada Jepang?"

Singaparna merupakan salahsatu daerah di Tasikmalaya. Cukup jauh dari daerah kediaman nyonya Fen. Sekitar empat puluh lima kilo meter jarak nya.

Kepala Yasmine menggeleng.
"Aku tau belum tau, nek..
Ada apa..?" Ekspresi nya sangat penasaran.

"Terjadi perlawanan rakyat Singaparna, yang dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat bernama K.H. Zaenal Mustafa dari pesantren Sukamanah."

"Singaparna itu dimana, nek? Dan pesantren Sukamanah itu apa?"

Nona Zhao ikut ingin tau. Wajahnya serius menunggu sang ibu lanjut bercerita.

"Daerah Singaparna letaknya sekitar tiga puluh kilo meter dari sini. Disana tidak kalah subur. Dan pesantren itu semacam sekolah milik seorang tokoh bernama KH. Zaenal Mustafa yang khusus mempelajari agama. Perlawanan itu berawal dari pemaksaan Jepang kepada para murid pesantren Sukamanah untuk melakukan Seikerei, yaitu penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkukkan setengah badan ke arah Tokyo. Lalu rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap Jepang. Jepang berhasil menangkap Kiai Zainal Mustafa dan para murid setelah selesai ibadah shalat Jumat. Sebetulnya mereka sempat unggul mengalahkan Jepang. Mereka dibawa tentara Jepang ke pusat Tasikmalaya, kemudian nanti akan dibawa ke Jakarta untuk dihukum mati."

Ibu dan anak yang mendengarkan cerita itu langsung berdecak kaget dan turut prihatin, turut kesal pada Jepang.

"Akan di hukum mati?" kaget Yasmine.

"Kita harus sangat bersyukur daerah ini tidak tersentuh oleh Jepang." ujar nyonya Fen.

Yasmine, "Betul, nenek.."
Menyeramkan sekali jika membayangkan nasib mereka yang dibawa paksa oleh para kempetai ( tentara Jepang ). Khususnya nasib para perempuan baik perempuan Eropa maupun perempuan pribumi, yang banyak dipaksa menjadi budak seks. Bahkan tidak sedikit yang harus terkena penyakit kelamin, lalu sakit dan meninggal, ataupun merenggang nyawa karena perlakuan kejam, juga bunuh diri karena putus asa dan depresi.


Ayo, lanjut setelah vote dulu ☆☆☆

Something [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang