Bagian 4 : Benci

869 130 5
                                    

Doyoung berjalan di belakang Jeongwoo, mengikuti langkah tegap lelaki itu padahal seharusnya Jeongwoo yang berjalan di belakang Doyoung. Tapi rasanya Doyoung tidak suka diikuti dari belakang, maka dari itu saat Jeongwoo berhenti mendadak, kepala Doyoung terbentur oleh punggung tegap itu.

Untung tidak jatuh.

"Udah siang, kamu masuk terus tidur siang."

Doyoung yang masih mengusap dahi nya itu menggerutu.

"Lo pikir Gue bocah kecil disuruh tidur siang?" Balas Doyoung. Seperti biasa, menggebu-gebu dan penuh emosi.

Jeongwoo mengangkat tangannya, Doyoung pikir Jeongwoo akan menamparnya atau memukulnya. Namun saat ia memejamkan mata, tangan lelaki itu mendarat di kepalanya. Bukan sebuah pukulan, melainkan hanya menempel saja di kepala Doyoung.

Lelaki manis itu membuka mata, menemukan Jeongwoo tengah menarik kembali tangannya yang kini menempel di dada nya.

"Kamu segini, kecil."

Oh, ternyata yang dilakukan Jeongwoo tadi tengah membandingkan ukuran tinggi badan Doyoung dengannya.

Tapi, apa tadi katanya?

"KECIL MATAMU!"

Seperti biasa, mulut Doyoung sangat tidak ramah. Ia ini tinggi, tidak suka dibilang kecil sama orang yang memang sudah tinggi sejak lahir. Menyebalkan.

"Cepet sana tidur siang." Kata Jeongwoo lagi dengan lebih serius. "Kecuali kamu mau tambah pendek." Ucapnya lagi dengan nada mengejek.

Doyoung mengajukan kepalan tangan di depan Jeongwoo. Ia bersiap memukul andaisaja ia tak melihat Jeongwoo juga tengah mengepalkan tangannya diam-diam. Dan itu lebih besar dari Doyoung. Sebuah adegan dimana Jeongwoo memukul Doyoung hingga gigi-gigi Doyoung rontok tiba-tiba terputar. Mengurungkan niat jahat Doyoung untuk melampiaskan amarah.

Ia menghela napas, mencoba menenangkan diri walaupun batinnya menjerit keras-keras.

"Oke, Lo sekarang kan bawa duit Gue. Gimana Lo bisa jamin kalau Lo nggak bakal bawa lari uang Gue?"

Otak kecil itu sebenarnya berapa kapasitasnya sih? Jeongwoo sampai heran mengapa bisa Doyoung mengajukan tuduhan banyak sekali hari ini. Otaknya seakan penuh teori konspirasi.

Jeongwoo tak langsung menjawab, ia mengeluarkan sesuatu dari balik saku nya yang mana membuat Doyoung mundur secara reflek.

Jeongwoo mengeluarkan pisau lipat yang ia buka dengan cepat.

"Lo mau ngapain?" Siapa yang tidak panik berhadapan dengan orang yang sepertinya pandai memainkan pisau kecil itu. Seolah telah terlatih seperti pembunuh-pembunuh bayaran yang Doyoung lihat di TV.

Tiba-tiba saja Jeongwoo menyerahkan pisau itu kepada Doyoung.

"Bunuh saya kalau saya bawa lari uang kamu." Kata Jeongwoo sembari memberikan Doyoung pisau itu secara agak memaksa.

Doyoung menatapnya sekilas, lalu secara tiba-tiba ia melangkah maju, tangannya bergerak cepat menuju leher lelaki yang jauh lebih tua darinya.

"AKHHH——"

Keadaan berjalan sangat cepat, secepat reflek Jeongwoo yang mengubah posisi hingga Doyoung berada dalam dekapannya, dengan pisau yang diposisikan di leher Doyoung. Bergerak sedikit saja mungkin darah akan keluar deras. Doyoung mendongak, dirinya tak bisa bergerak ataupun melihat bagaimana wajah Jeongwoo saat ini. Semua dari dirinya telah terkunci, napasnya tak teratur membayangkan betapa berbahayanya Park Jeongwoo.

"Saya bilang bunuh saya bukan berarti saya bisa dengan mudah dibunuh." Jeongwoo kini menekan kembali pisau itu hingga Doyoung terpaksa lebih mundur. Punggungnya menempel sempurna pada dada Jeongwoo. Doyoung dapat merasakan napas berat Jeongwoo dari jarak sedekat ini.

FEIGN || JEONGBBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang