"apa yang mau kamu tanyain?"
Jeongwoo kembali lagi pada malam hari nya saat mendengar laporan bahwa Doyoung tak memakan makanannya. Dirinya kini duduk agak berjauhan, Jeongwoo di kursi belajar, sedangkan Doyoung duduk di ranjang. Pandangannya sendu, entah memikirkan apa.
Jeongwoo mengambil napas, menyimpulkan sepihak tentang apa yang membuat Doyoung begitu resah.
"Simpel, Ayah kamu butuh dana buat kampanye. Saya kasih, sebagai gantinya saya dapat kamu." Kalimat Jeongwoo terkesan sangat ringan untuk obrolan mereka yang nyaris membuat Doyoung berteriak marah sekarang juga.
"Lo pikir Gue apa?"
Doyoung menatap tajam ke arah Jeongwoo, begitupun sebaliknya. Kalau dipikir-pikir, tatapan Jeongwoo memang selalu setajam itu. Jika biasanya sampai membuat Doyoung sedikit takut, tapi kali ini berbeda.
Doyoung kecewa.
Pada semua orang yang seakan mempermainkan hidupnya.
"Saya pembisnis Doyoung. Saya nggak mau terlibat sama sesuatu yang nggak menguntungkan saya."
"Ayah kamu butuh dana buat kampanye, saya butuh kamu buat syarat saya jadi pimpinan perusahaan ayah saya." Jeongwoo berusaha menjelaskannya setenang mungkin.
"Saya nggak nyalahin ayah kamu. Tapi kamu juga nggak bisa nyalahin saya. Kamu milik saya sejak Ayah kamu tanda tangan di kontrak perjanjian." Kalimat Jeongwoo diakhiri dengan lemparan bantal oleh Doyoung. Lelaki itu benar-benar emosi yang membuat tubuhnya sampai bergetar.
"Kenapa harus gue? Gue nggak mau." Jelas sekali penolakan yang akan Jeongwoo dengar. Tadinya ia berniat membuat Doyoung jatuh kepadanya secara perlahan. Tapi sudah Jeongwoo katakan bahwa ia memiliki batas kesabaran pada sesuatu yang merepotkan. Terkadang Jeongwoo bisa lepas kendali begitu saja.
Termasuk saat ia secara impulsif mencium Doyoung.
Dan sekarang pikirannya berkecamuk.
"Oke, dua puluh tahun." Jeongwoo menjeda kalimatnya. "Dua puluh tahun penjara buat ayah kamu bukan masalah bagi kamu kan?" Jeongwoo terkesan mengejek, terlihat senyuman samar dari dirinya.
"Apa maksud Lo?"
Jeongwoo diam, ia mencondongkan badannya ke depan dengan pandangan yang tak lepas dari Doyoung.
"Udah saya bilang saya nggak mau rugi kan? Semua perjanjian ada konsekuensinya Doyoung. Saya nggak dapat apa yang saya mau, jadi Ayah kamu harus ngebayar semuanya kan?"
"Lo ngancem Gue?"
Helaan napas terdengar dari Jeongwoo.
"Engga, saya cuma ngasih tau perjanjian saya sama ayah kamu." Balas Jeongwoo.
"Gue nggak mau! Bukan Gue yang buat janji kan? Gue nggak mau sama Lo."
Sudah Jeongwoo bilang terkadang ia punya batas terhadap hal-hal yang merepotkan. Jeongwoo mengepalkan tangan dalam diam.
"Terserah kamu. Tapi inget, saya nggak akan ngasih kesempatan kedua buat orang-orang yang udah saya blacklist." Jeongwoo bangkit, pergi meninggalkan Doyoung yang kemudian menangis dalam diam. Semakin lama isakannya semakin kuat hingga membuatnya sesak.
"AKHHHH—JEONGWOO BANGSAT! GUE BENCI BANGET SAMA LO!"
***
Hari berganti, tak seperti biasanya, Doyoung kali ini terbangun dalam keadaan yang benar-benar pusing. Matanya bengkak, meskipun tidurnya cukup lama sebab kali ini tak ada gangguan pagi dari Jeongwoo.
Lelaki sepertinya tak akan lagi datang kesini. Entah Doyoung harus bersyukur atau sedih sebab ancaman Jeongwoo kemarin.
Doyoung mengusap keningnya yang terasa berat. Entah apa lagi yang akan ia alami setelah ini. Tapi seakan hidupnya terus berada dalam keadaan yang membuatnya ingin mati saja.
Doyoung mendadak diam ketika ia mendengar suara keributan dari luar. Benar-benar ribut, mengalahkan teman-teman sang ayah saat berkunjung dan membicarakan humor bapak-bapak di ruang tamu.
Kali ini seperti keributan yang lain.
Seakan nyawa Doyoung utuh seketika, dia bangkit dan berlari keluar kamarnya.
"AYAH!"
Semua atensi tertuju pada Doyoung yang baru keluar kamar.
Doyoung terkejut mendapati Jihoon dalam keadaan terborgol dengan dua orang polisi di dekatnya. Beberapa yang Doyoung ketahui tim sukses dari sang ayah mencoba menahan polisi agar tak sampai membawa sang Ayah.
Dari arah pintu, satpam yang biasanya bekerja dengan keluarga Doyoung berlari ke arah mereka.
"Tuan, wartawan diluar makin banyak. Saya nggak bisa usir mereka." Kata sang satpam dengan panik.
Doyoung mencoba mencerna semua ini. Lalu ingatannya kembali kepada ancaman Jeongwoo kemarin. Seakan setiap kata yang Jeongwoo lontarkan terputar berkali-kali.
"Doyoung." Jihoon memanggil Doyoung dengan tatapan sendu, membuat lamunan Doyoung buyar begitu saja.
"Maafin ayah." Jihoon menatap sang putra dengan rasa bersalah. Sedangkan Doyoung mulai mendekat, memeluk sang ayah mengabaikan polisi yang mencoba menariknya menjauh.
"Ayah Doyoung nggak berniat buat ayah dipenjara. Doyoung——"
Walaupun sang ayah tak dapat memeluk putranya, ia mencoba tak terlihat sedih di depan sang putra. Ini kesalahannya, ia sadar betul dengan apa yang ia lakukan.
"Bukan salah kamu. Ini salah Ayah. Kamu hidup yang baik ya nak, Ayah harus jalanin hukuman dulu. Maafin Ayah karena kamu harus ngalamin semua ini." Setelah kalimat itu polisi membawa paksa sang Ayah.
Walaupun sang polisi berbaik hati tak melewati pintu depan karena berpotensi membuat kericuhan, tapi tetap saja Doyoung menangis meraung-raung. Ia ingin menyusul sang ayah namun salah satu pekerja di rumahnya menahannya, membuat Doyoung hanya bisa memanggil sang ayah keras-keras.
"Ayah!" Perlahan-lahan badannya meluruh, tak lagi menunjukkan perlawanan yang membuat tubuhnya tak lagi ditahan kuat-kuat.
Doyoung rapuh, benar-benar bingung mengapa hari nya semakin berat dijalani. Hatinya terasa sesak, mendengar permintaan maaf dari sang ayah membuat Doyoung hancur.
Seburuk apapun Ayah nya, hanya sang ayah yang Doyoung punya saat ini. Dan apapun kesalahan sang ayah, tak dapat membuat Doyoung sedikitpun membenci sang Ayah.
Di tengah rasa yang berkecamuk, Doyoung tiba-tiba bangkit, ia mengusap air matanya dan berlari ke arah pintu belakang membuatnya dikejar oleh beberapa pekerja rumah. Tapi pergerakan Doyoung memang cepat sekali.
Kali ini bukan untuk menyusul sang Ayah.
Tapi untuk menemui Park Jeongwoo.
Hanya dia,
Hanya dia yang dapat membuat sang Ayah kembali bebas.
Akan Doyoung lakukan apapun termasuk bersujud di depan orang yang membuatnya benci setengah mati.
***
Jangan benci Jihoon ya gaes, nanti istrinya jstcallmeLii marah😭😭😭. Semua ada alasannya, termasuk kenapa Jihoon memilih Jeongwoo buat Doyoung.
Alasannya akan diungkap kapan-kapan hehe🤣🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!