"Bangun, udah sore. Nanti kamu pusing."
Doyoung mengerjapkan matanya. Tenaga nya seolah terkuras habis setelah bangun tidur. Apalagi harus melihat sosok tinggi menyebalkan yang berdiri tak jauh darinya.
Tanpa basa-basi Doyoung duduk bersandar pada kepala kasur nya. Sekedar melamun untuk mengumpulkan nyawa tanpa berniat melihat orang yang ia benci di seluruh dunia.
"Kenapa HP nya dibanting?"
"Udah nggak berguna, nggak ada yang bisa Gue hubungin lagi buat minta tolong." Jawab Doyoung asal. Lebih ke malas menanggapi Jeongwoo. Harusnya lelaki itu cepat pergi atau Doyoung bisa benar-benar frustasi.
"Ada." Kata Jeongwoo.
Doyoung terkekeh meremehkan.
"Jangan bilang itu Lo."
Jeongwoo menggeleng.
"Mashiho."
Doyoung mengalihkan pandangannya. Mengapa Jeongwoo tiba-tiba membahas Mashiho.
"Dia ada disini. Lagi nangis. Katanya kamu ngechat dia mau bunuh diri."
Doyoung membulatkan matanya, nyawanya seakan terkumpul dengan cepat begitu mengingat bahwa ia sempat mengirimkan pesan bahwa dirinya akan bunuh diri kepada Mashiho disaat dirinya sedang frustasi tadi. Itu terjadi sebelum Doyoung melempar ponselnya ke dinding.
Doyoung buru-buru turun dari ranjang, berlari ke arah ruang tamu dimana Mashiho memang tengah duduk disana. Menikmati kue-kue yang tersedia.
Tidak sedang menangis tuh?
"MASHI!" Panggil Doyoung. Ia melambatkan langkahnya begitu sudah dekat dengan Mashiho.
Lelaki itu tak menggubris, ia masih menikmati makanannya seolah tak peduli Doyoung datang. Tapi semakin dekat Doyoung dengan Mashiho, dia bisa melihat sisa-sisa air mata yang menandakan Jeongwoo tak berbohong.
"Kok masih hidup? Katanya mau bunuh diri." Kata Mashiho ketus. Doyoung tahu kalau lelaki itu masih merajuk kepadanya.
Doyoung mendekat perlahan.
"Tadinya gitu, Gue frustasi banget. Lo mau nggak gara-gara apa?"
Memang dasarnya Mashiho, lelaki itu langsung tertarik dengan ucapan Doyoung. Walaupun masih sedikit menampakkan wajah kesal nya.
Doyoung duduk di sofa, bertepatan dengan Jeongwoo yang baru saja turun dari tangga. Lelaki itu sempat bertukar pandang dengan Doyoung untuk beberapa saat sebelum berlalu ke arah dapur.
Tapi sesaat kemudian Jeongwoo kembali lagi ke ruang tamu membawa makanan yang lebih banyak.
"Ini, biar lebih enak ngomongin saya." Katanya. Jeongwoo berjalan menuju sofa tunggal dan duduk dengan gaya yang angkuh.
"Ngapain disini? Pergi sana." Usir Doyoung.
"Saya harus ngawasin semua kegiatan kamu. Siapa tau kalian punya rencana buat hal-hal yang jelek."
Mashiho berniat bicara andaikata Doyoung tak menghentikannya. Percuma saja meladeni Park Jeongwoo. Dia akan tetap pada apa yang ia katakan.
Lagipula biar Jeongwoo tau betapa menderitanya Doyoung ketika lelaki itu mulai bekerja sampai saat ini.
"Gara-gara dia." Bisik Doyoung walaupun Jeongwoo masih dapat mendengarnya.
Mashiho membulatkan matanya, serius ia terjebak dalam suasana yang entah kenapa terasa aneh. Seolah menjadi tembok tipis diantara dua kubu yang saling mengibarkan bendera perang. Mashiho bisa dirubuhkan kapan saja baik oleh kubu Doyoung atau orang tinggi yang menjadi alasan Doyoung sampai berniat bunuh diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!