Bagian 2 : Bodyguard

1K 149 15
                                    

Sang Surya semakin tinggi untuk disebut pagi hari. Tapi sang pemilik kamar nampaknya tidak peduli sekalipun Surya mungkin telah kembali, yang ia tau mimpinya begitu indah sampai-sampai terlalu sayang untuk dilewatkan. Namun euphoria itu berubah sejak suara gorden yang disibak kasar membuatnya terbangun. Disambut silau dan juga wajah menyebalkan seseorang yang secara tidak sopan menyibak selimut hangatnya juga.

"Lo ngapain sih!" Suara itu berasal dari pemuda yang mimpi nya baru saja pupus. Terhapus oleh gorden yang terbuka dengan kasar.

Dengan rambut acak-acakan dan wajah bengkak nya, ia yakin bisa memakan orang saking marah nya.

"Satu jam lagi kamu ada kuliah. Cepetan mandi. "

Lihatlah tampang sombong orang itu, Doyoung tidak suka. la mendecih lirih, memangnya siapa Jeongwoo ini, berani-beraninya memerintah tuan rumah. Dan...

"Lo nggak boleh masuk kamar orang sembarangan, ini area privasi." Doyoung suka keributan, dan ia suka meributkan hal-hal yang kecil. Salah satu strategi nya membuat Jeongwoo tak tahan berkerja disini.

Namun Jeongwoo justru melipat tangannya. Memandangi Doyoung penuh intimidasi.

"Saya punya akses penuh ke semua ruangan yang kamu datangi termasuk kamar. " Balas Jeongwoo. Sejak kapan Doyoung merasa perang antara dirinya dan Jeongwoo telah dimulai. Lelaki itu nampak tak gentar sama sekali.

"Tapi--ANJINGG!"

Doyoung terlonjak, degup jantungnya serasa berlomba ketika Jeongwoo tanpa aba-aba mengangkatnya dengan mudah seperti karung beras.

"Mulutnya!" Setelah kalimat itu, Doyoung tersadar bahwa dirinya menerima perbuatan yang tidak senonoh seperti ini.

"Turunin Gue bangsat!" Doyoung mencoba memberontak, tapi semakin dirinya mencoba memberontak Jeongwoo justru semakin erat mendekapnya.

Doyoung terus meronta, sementara Jeongwoo telah membuka pintu kamar mandi dan mendudukan Doyoung di kloset. Wajahnya masam dan memerah.

"Mandi atau saya mandikan?"

Brakkk

Bunyi dentuman keras mengisi seluruh ruangan. Botol sabun tiga ratus ml tergeletak pecah setelah menabrak pintu. Sedangkan Jeongwoo tak terpengaruh karena akurasi lemparan Doyoung yang meleset jauh. Lelaki itu menghindar dengan mudah.

"Bukan gitu caranya ngelempar." Jeongwoo meraih entah botol apa yang serupa, mengarahkannya ke arah Doyoung dan--

Brakkk.

Doyoung menutup mata dengan degup jantung yang mendadak naik lagi. Napasnya tersengal tanpa sebab, matanya membuka perlahan dan menyaksikan botol itu telah pecah, lebih parah dari lemparan Doyoung. Dan Doyoung dapat melihat bekas cairan yang menempel di dinding tempat benturan terjadi. Itu persis di samping kiri Doyoung.

"Ah, meleset." Ucap Jeongwoo dengan enteng setelah membuat Doyoung nyaris terkena lemparan botol.

"LO--"

"Hm?"

Doyoung seolah kehilangan kata, wajahnya kian memerah saat tak dapat menguraikan kalimat cacian untuk orang di depannya.

"Gue aduin Lo ke Ayah." Ancam Doyoung.

Sedangkan Jeongwoo tak peduli, ia melepas jas nya tiba-tiba membuat Doyoung mengerutkan keningnya. Tak hanya sampai disitu, Jeongwoo juga melingkas lengan kemeja nya hingga ke siku dan melepas jam tangannya.

"Mau apa Lo?!" Kata Doyoung was-was. Pasalnya Jeongwoo ini susah ditebak dan agak mengerikan.

"Mandiin kamu--"

"BANGSAT PARK JEONGWOO. MATI AJA LO!"

***

Ruang makan seharusnya berisi kehangatan sehangat makanan-makanan yang tersaji menggugah selera. Namun sepertinya tak semua ruang makan memiliki kehangatan tersebut. Sebab yang terjadi kini justru sangat jauh dari kata hangat.

Tatapan sinis itu tak henti-henti Doyoung layangkan untuk orang di depannya. Sedangkan yang ditatap tak merasa terganggu, ia memilih menikmati makanannya daripada repot-repot menanggapi bocah seperti Doyoung.

"Ngapain ikut makan Lo? Nggak sopan banget jadi babu." Kata Doyoung ketika Jeongwoo mengambil lauk untuk ia letakkan di piringnya. Hey! Doyoung bahkan belum mengambil nasi.

Doyoung semakin kesal saat Jeongwoo tak menanggapi nya. Tapi karena ia suka keributan, jadi ia mencoba memancing Jeongwoo untuk marah. walaupun seperti yang sudah-sudah terkesan agak menyeramkan. Setidaknya kalau Jeongwoo kelepasan melakukan kekerasan, maka Doyoung punya alasan untuk memecatnya.

"Gue butuh CV Lo, kirim ke Gue nanti." Ucap Doyoung.

Jeongwoo menguyah makanannya terlebih dahulu sebelum menjawab.

"Buat apa?" Tanya nya.

Doyoung membenarkan posisinya saat Jeongwoo mulai menanggapi ucapannya. Ia harus terlihat berwibawa untuk menunjukkan siapa bos nya disini.

"Karena Lo kerja sama Gue, Gue butuh tau tentang latar belakang Lo. Siapa tau Lo kriminal yang baru keluar dari penjara. Atau Lo itu disuruh sama saingan Ayah buat ngebunuh Gue? Secara kan Gue ini pewaris tunggal." Kata Doyoung sengaja disombong-sombongkan.

Tapi Park Jeongwoo nampak tak terusik dengan berbagai tuduhan yang terlontar kepadanya.

Jeongwoo meminum air putih di gelasnya, lalu tatapannya ia arahkan kepada Doyoung.

"Saya nggak akan kasih CV saya ke kamu." Balasnya singkat, namun tidak jelas. Doyoung semakin kesal jadinya.

"Yaudah resign aja." Balas Doyoung.

"Saya bukan kerja sama kamu, saya kerja sama ayah kamu. Cuma kerjaannya emang ngawasin kamu. Jadi saya rasa saya nggak perlu ngirim apapun atau buktiin apapun ke kamu." Balas Jeongwoo.

Doyoung meremas sendok dan garpunya dengan kesal. Kenapa Jeongwoo selalu menjawabnya dengan kalimat yang membuatnya jengkel bukan main.

"Makan." Ucap Jeongwoo lagi.

"Nggak suka makanannya?" Tanya nya lagi terkesan menyindir.

Doyoung mengembuskan napas malas sembari menopang pipi nya dengan tangan.

"Gue nggak suka sama Lo."

Jeongwoo menatap sekilas ke arah Doyoung. Ia mengangguk kecil.

"Oke, Nice info."




FEIGN || JEONGBBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang