"Ekhem."
Doyoung berdehem keras-keras agar Jeongwoo yang baru datang bersedia turun dari mobil alih-alih cuma berhenti di depan rumahnya. Seperti biasa, kegiatan mengantar jemput ini menjadi kebiasaan sekarang. Lagipula Doyoung merasa diuntungkan karena ia tidak perlu keluar uang untuk bensin dan juga tidak perlu keluar tenaga untuk menyetir.
Hanya melamun sepanjang jalan atau tidur.
"EKHEMM." Doyoung berpura-pura batuk, kali ini lebih keras membuat kaca jendela di kursi penumpang terbuka.
"Kenapa nggak masuk?" Tanya Jeongwoo dari kursi kemudi. Lelaki itu bahkan masih memakai seatbelt. Doyoung memutar bola matanya malas.
"Nggak jadi sama Lo deh. Gue naik taksi aja." Doyoung melipat tangan di depan dada dengan jengkel. Pandangannya sengaja ia alihkan untuk membuat kesan bahwa dirinya sedang merajuk.
"Oh yaudah, nanti fotoin plat nomor taksi nya ya. Saya ada meeting bentar lagi."
Doyoung membulatkan matanya, ia dengan cepat membuka pintu mobil Jeongwoo dengan pandangan tidak percaya.
"Lo mau ninggalin Gue?"
Park Jeongwoo mengerutkan keningnya, tidak mengerti mengapa Doyoung menanyakan hal itu?
"Katanya kamu mau naik taksi? Kenapa? Nggak punya uang? Uang jajan bulan ini habis?" Tanya Jeongwoo. Rautnya sangat serius, berbeda dengan Doyoung yang saat ini masih tidak percaya dengan lelaki di depannya ini.
Pengetahuan kencan nya sungguh dibawah manusia normal.
Doyoung meringis perihatin.
"Ini serius Gue bakal nikah sama dia?"
"Apa?" Tanya Jeongwoo karena tidak mendengar apa yang Doyoung ucapkan.
Doyoung sangat kasihan kepada dirinya sendiri, alih-alih kepada yang paham romansa seperti Haruto, Doyoung justru harus menikah dengan kakaknya Haruto yang sifatnya berbanding terbalik dari Haruto. Kaku, pasti tidak tau caranya merayu.
"Lo beneran suka sama Gue nggak sih?"
Pertanyaan itu lagi!
Jeongwoo muak.
"Cepetan naik, saya bisa telat nanti." Ucap Jeongwoo.
"Kenapa nggak dibukain pintu mobilnya tadi?" Tanya Doyoung. Padahal pemuda itu bisa langsung masuk sekarang ke dalam dan duduk dengan manis sembari Jeongwoo mengantarnya menuju kampus. Tapi Doyoung malah berdiri menahan pintu mobil agar tetap terbuka, dan dirinya yang tak kunjung masuk.
Jeongwoo jengkel.
"Emang kenapa sama tangan kamu?" Tanya Jeongwoo. Ia tidak melihat tangan Doyoung cidera atau apapun itu yang membuatnya sampai tidak bisa membuka pintu mobil sendiri. Jeongwoo tau Doyoung memang manja, tapi ia tidak tahu bahwa manja nya Doyoung separah ini.
"Ck, Lo hidup di jaman apa sih? Maksudnya basic skill kayak bukain pintu buat pasangan aja nggak bisa? Pantesan jomblo terus dari lahir."
Jeongwoo mengerutkan keningnya. Ia memiringkan kepalanya lalu tersenyum kecil.
"Tapi sebentar lagi saya jadi suami kamu."
Hey! Sebentar sejak kapan Doyoung terperangah secepat ini. Ia menggeleng kecil.
Doyoung masuk ke dalam mobil dengan jengkel. Sepertinya sia-sia membantu Jeongwoo agar lebih romantis. Sejujurnya Doyoung sudah pasrah akan pernikahannya, ia hanya mau membuat dirinya sedikit lebih bahagia andai ia dapat menyukai Jeongwoo seperti Doyoung menyukai Haruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!