Doyoung mempercepat langkahnya saat mendengar langkah kaki di belakangnya. Persis disaat ia akan menyeberang jalan raya, sebuah tarikan membuat Doyoung tak lagi bisa melangkah. Tertarik mundur hingga menabrak tubuh kokoh Jeongwoo.
Lelaki itu seperti biasa, dengan tatapan tajamnya. Tubuhnya telah terbalut dengan piyama satin, lalu dilapisi dengan jaket yang sepertinya diambil secara acak.
"Kamu mau mati?" Bertepatan dengan itu, sebuah truk melaju dengan kencang, meninggalkan hembusan angin yang cukup besar.
Doyoung mencoba melepaskan cengkraman Jeongwoo yang kian lama kian mengencang, seperti siap meremukkan lengan Doyoung jika Jeongwoo menambahkan tenaga penuh.
"Lepasin Gue, sekarang bukan jam kerja Lo!" Doyoung berkata penuh penekanan.
Jeongwoo tak mendengarnya, ia justru berjalan ke arah sebaliknya. Membawa Doyoung dalam tarikan yang tak dapat dilepaskan oleh Doyoung sendiri. Mau tak mau lelaki itu harus mengikuti kemana langkah lebar Jeongwoo berhenti.
"Lepasin Gue Anjing." Selama berjalan, berbagai umpatan keluar dari mulut Doyoung tanpa beban, sampai Doyoung dapat melihat mobil terparkir tak jauh dari mereka.
Jeongwoo membuka pintu mobil dengan satu tangan, sedangkan lengan lainnya ia gunakan untuk mendorong Doyoung masuk ke dalam mobil cukup keras. Doyoung nyaris terantuk.
Tanpa rasa bersalah, lelaki itu berlari masuk ke dalam kursi kemudi, tanpa banyak bicara menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tapi kian lama mobil Jeongwoo seakan melesat semakin cepat.
"Pelan-pelan Bangsat, Gue masih mau hidup!" Pun sepanjang jalan, hanya berisi umpatan Doyoung yang tak dipedulikan oleh Jeongwoo. Entah kenapa aura di sekitarnya semakin suram, seakan ada asap hitam mengelilingi lelaki itu.
"GUE BILANG——" Doyoung menghentikan ucapannya ketika melihat urat-urat Jeongwoo yang menonjol, imbas dari genggaman Jeongwoo yang mengerat pada stir.
Dan Doyoung sedikit menciut. Merelakan dirinya dibawa entah kemana oleh Jeongwoo. Jujur kepalanya sakit karena setengah mabuk, dan Jeongwoo yang terlalu ugal-ugalan menyetir mobilnya membuat perut Doyoung rasanya akan keluar semua.
Lelaki itu memilih membuka jendela mobil, membiarkan wajahnya tersapu angin untuk mengurangi pengar dan mual yang dialaminya. Hingga tanpa sadar dirinya terlarut dalam dunia bawah sadarnya.
***
Hari semakin siang, sorot matahari tak lagi terasa hangat menyapa pagi nya. Cahaya itu seolah memaksa Doyoung membuka mata untuk menemukan seseorang yang kini telah rapi dengan pakaian kerja nya. Sebuah pemandangan yang seharusnya Doyoung biasakan.
Doyoung mengubah posisi menjadi duduk. Memperhatikan Jeongwoo yang sedari tadi memunguti entah apa. Setelah selesai ia menyibakkan kedua tangannya dan menuju tempat Doyoung tidur.
"Sudah bangun tuan muda?" Nada Jeongwoo terkesan mengejek. Kalau saja tidak sedang dalam tahap mengumpulkan nyawa, pasti Doyoung ladeni sampai sore.
"Hm. Gue boleh nanya?" Tanya Doyoung dengan suara serak.
"Kamu baru aja nanya." Balas Jeongwoo.
Doyoung mencibir.
"Lo kapan resign? Gue udah bosen liat Lo." Ucap Doyoung.
Jeongwoo membuat gestur berfikir, lalu seolah-olah tengah menghitung entah apa. Lalu tatapannya kembali menjengkelkan.
"Dua tahun."
Doyoung melebarkan mata saat ia justru mendapatkan jawaban pasti dari Jeongwoo. Benar-benar kabar baik, dua tahun itu bukan waktu yang lama.
"Serius?" Tanya Doyoung dengan antusias.
Jeongwoo mengangguk sembari melipat selimut tebal di ranjang Doyoung.
"Dua tahun perkiraan kamu lulus kuliah kan? Kalau dua tahun kamu nggak lulus ya kontrak saya diperpanjang."
Helaan napas kecewa langsung terdengar, seolah Doyoung baru saja terjatuh dari atas genteng. Jeongwoo memang suka menghancurkan harapan orang lain. Termasuk harapan Doyoung untuk bertahan hidup.
"Udah deh, mending terima tawaran Gue. Gue bayar double, Lo bisa pura-pura kerja dan Lo juga bakal dapet bayaran dari Ayah. Sama-sama untung kan?" Doyoung mencoba bernegosiasi lagi dengan Jeongwoo. Barangkali lelaki itu berubah pikiran kali ini.
Jeongwoo menarik Doyoung untuk bangkit, hal itu sempat membuat Doyoung terkejut. Dilihatnya lelaki yang kini tengah merapikan seprai kasur nya dengan lihai. Padahal Doyoung saja tak pernah bisa serapi itu.
"Gue lihat-lihat Lo juga berbakat jadi ART, nggak mau pindah kerja?"
Jeongwoo tak menghiraukannya, ia masih sibuk merapikan ranjang yang telah dipakai tidur oleh Doyoung.
Merasa diabaikan, Doyoung menggeram kesal.
"Tawaran Gue tadi nggak akan datang dua kali, sebaiknya Lo pikirin itu baik-baik sebelum Gue bikin Lo resign secara sukarela." Doyoung berkata dengan yakin, namun ia mundur beberapa langkah saat Jeongwoo tiba-tiba berbalik badan. Lelaki itu hanya diam sambil mendekat.
"Nggak." Jawabnya setelah membuat Doyoung terpojok. Tubuhnya sedikit membentur lemari kayu di belakangnya.
Doyoung memberanikan diri menatap Jeongwoo. Sekaligus menunjukkan bahwa dirinya bukanlah seseorang yang mudah takluk.
"Kenapa? Lo pikir Gue nggak mampu bayar dua kali lipat gaji Lo?" Tantang Doyoung.
Jeongwoo menatap Doyoung seolah menilai, lalu senyuman kecil terbit dari bibirnya.
"Gimana kamu mau bayar dua kali lipat gaji saya? Uang kamu aja saya yang pegang." Balas Jeongwoo dengan meremehkan.
Kalimat itu lagi yang keluar.
Doyoung tak terima, harga dirinya seolah tak berarti di depan Jeongwoo yang merupakan budak menurutnya.
"Lo pikir uang Gue cuma yang Lo bawa doang?" Ucap Doyoung tak terima. "Asal Lo tau, Gue punya banyak aset yang cukup buat ngebeli rumah bahkan semua organ dalam yang Lo punya." Kali ini Doyoung terkekeh penuh percaya diri.
Jeongwoo tak langsung menjawab, namun tatapannya mengandung banyak arti.
"Sebanyak apapun uang kamu, kamu nggak mungkin bisa ngasih dua kali lipat gaji saya."
Senyuman Doyoung luntur ketika Jeongwoo lagi-lagi membuatnya remeh. Lelaki itu mengepalkan tangannya.
"Emang berapa banyak sih gaji Lo?" Tanya Doyoung geram.
Jeongwoo menimang jawaban yang tepat, lalu setelahnya lelaki itu menjawab dengan santai.
"Gaji saya cuma satu."
Perkataan Jeongwoo yang rancu membuat Doyoung mengerutkan keningnya. Lelaki itu penuh dengan tanda tanya yang semakin besar tiap detik.
"Emangnya apa sih gaji Lo?"
Ada jeda beberapa saat sampai senyuman terbit dari wajah Jeongwoo.
"Kamu."
***
Ternyata 50 vote itu cepet banget😭
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!