Doyoung terpaku, anggota tubuhnya tak ada bergerak selain matanya yang terus menggulir mencari kesalahan dari hitam diatas putih ini. Alisnya mengerut, tak mengerti mengapa ia harus melakukan semua ini.
Semua tentang kontrak ini terasa sangat memberatkan bagi Doyoung.
"Gue belum lulus kuliah." Kata Doyoung.
"Kamu bisa tolak kontraknya." Jawab Jeongwoo dengan santai.
Doyoung kembali berpikir, jika ia menolak sang Ayah akan selamanya di penjara. Tidak mungkin lepas semudah itu jika berurusan dengan Jeongwoo. Tapi Doyoung tidak mau kalau harus menikah dengan Jeongwoo.
"Gue nakal, Gue nggak akan bisa jadi pasangan yang baik buat Lo."
"Kamu bisa tolak kontraknya." Kata Jeongwoo sekali lagi.
Doyoung frustasi, ia berada diantara pilihan yang membuatnya terjebak.
"Adakah saya bilang kamu harus terima kontrak ini?"
Lagi-lagi Doyoung tak dapat mengelak dari ucapan Jeongwoo. Lelaki itu hanya memandang tulisan-tulisan yang menjelaskan bagaimana berperilaku sebagai pasangan Jeongwoo. Dan keuntungan lain yang Doyoung dapat adalah hidupnya akan tercukupi oleh pria itu. Jeongwoo juga akan membantu sang ayah dalam proses pemilihan walikota . Tapi kalau dipikir-pikir tanpa Jeongwoo pun, hidup Doyoung sudah tercukupi.
"Kenapa harus Gue?" Doyoung berkata lirih. Setelah itu kontrak di tangan Doyoung diaambil kembali oleh Jeongwoo.
"Nggak harus kamu. Kalau kamu nggak mau saya bisa cari yang lain." Katanya setelah itu.
Bagai bersekutu dengan iblis, berhenti mati , lanjut pun mati. Doyoung berada pada pilihan yang membuatnya harus berpikir cepat.
"Saya nggak punya banyak waktu--"
"Oke, oke." Doyoung menahan lengan Jeongwoo yang akan beranjak. Secara otomatis membuat laki-laki itu tak jadi pergi.
"Jadi?"
Doyoung menelan ludah susah payah, dilihatnya Jeongwoo dengan mata tajamnya yang tak berpindah dari Doyoung.
"Gue mau." Lirih Doyoung.
"Apa? Saya nggak denger?"
"Ish! Gue mau!"
Jeongwoo tersenyum kecil, seperti senyuman meremehkan. Seolah menaklukkan Doyoung tak sesulit yang ia pikirkan selama ini.
"Kamu bisa tanda tangan disini." Kata Jeongwoo.
Doyoung memperhatikan kontrak itu sekali lagi. Terbesit rasa ragu akan keputusannya kali ini.
"Bisa nggak kalo tanda tangannya nanti aja? Kayak jaman sekarang lagi trend, jalani aja dulu--"
"Nggak!" Perkataan Doyoung langsung dipotong oleh Jeongwoo. Netranya selalu tajam, membuat Doyoung menciut seketika.
"Kamu jangan main-main sama saya. Udah saya peringatin kan di awal? Saya nggak mau rugi, kalau kamu ngerasa nggak bisa jalanin kontrak ini, kamu bisa tolak. Saya nggak maksa." Perkataan Jeongwoo terdengar sangat serius.
"Gue nggak bawa pulpen." Cicit Doyoung.
Jeongwoo menghela napas kasar, membicarakan hal serius dengan Doyoung adalah pilihan yang buruk.
Jeongwoo kemudian meraih sesuatu dari saku jas nya. Mengangkatnya setinggi mata hingga Doyoung dapat melihat sendiri apa yang Jeongwoo bawa.
"Kamu pikir saya kesini tanpa persiapan?"
Doyoung terkekeh tanpa dosa. Ia meraih pulpen tersebut lalu berniat membubuhkan tanda tangan ke atas kontrak yang telah ia baca berkali-kali.
"Tapi Gue nggak bisa masak." Doyoung mendongak menatap Jeongwoo. Lelaki itu kini yang frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!