Bagian 28 : Undangan

583 93 29
                                    

"Lo cinta pada pandangan pertama dong sama Gue jadinya?"

Karena terbangun lebih dulu, Doyoung memilih menganggu tidur Jeongwoo yang terlihat lelap sekali. Salah sendiri Doyoung tidak diperbolehkan pulang.

"Kata siapa?" Tanya Jeongwoo balik dengan malas. Sebenernya ia masih mengantuk, tapi sudah tidak mood untuk tidur karena diganggu oleh Doyoung terus menerus.

"Lah, waktu itu? Gue lupa kata-kata Lo tapi kayak nya merujuk pada Lo yang jatuh cinta pada pandangan pertama ke Gue." Ucap Doyoung dengan bangga. Pesona nya memang luar biasa, kalau saja Doyoung ingin, sejak dulu ia pasti sudah bergonta-ganti pasangan. Hanya malas saja membuang waktu untuk mereka.

"Saya bukan orang yang bisa jatuh cinta sekali liat doang." Jeongwoo bangkit dari ranjang, ia menuju meja kerja dan menyalakan laptopnya sembari menunggu makan malam. Karena waktu satu jam yang diberikan Asahi telah terlewat karena ketiduran, mereka memilih tetap di kamar menunggu waktu makan malam.

"Loh, berarti Lo pernah lihat Gue lebih dari sekali dong sebelum kerja sama ayah?" Tanya Doyoung. Jeongwoo bahkan belum mengkonfirmasi bahwa dirinya benar-benar mencintai Doyoung. Hanya sebatas tertarik, sejauh ini Jeongwoo nyaman-nyaman saja di dekat Doyoung. Ia belum ingin memastikan perasaannya.

"Berkali-kali." Balas Jeongwoo singkat.

"Kapan?"

Doyoung ini memang banyak tanya atau hanya berbasa-basi saja agar tidak ada keheningan diantara mereka. Tapi yang jelas, cukup menganggu jika harus menjawab satu persatu pertanyaan yang Doyoung lontarkan.

"Tiga, pikirkan tiga pertanyaan yang benar-benar bikin kamu penasaran. Saya bakal jawab, selebihnya saya nggak mau. Saya mau kerja." Kata Jeongwoo sembari sibuk dengan laptop yang entah menampilkan apa.

Sedangkan Doyoung mulai berpikir, merangkum pusat penasarannya menjadi tiga buah pertanyaan yang nantinya dapat membuat Doyoung tidur dengan nyenyak.

"Jelasin pertemuan-pertemuan awal Lo sama Gue secara singkat dan sejelas-jelasnya."

Jeongwoo menghentikan aktivitas nya sejenak. Mengingat kembali tentang bagaimana pertemuannya dengan Doyoung dulu.

"Saya sering liat kamu di bar, sok keren. Saya jadi kasihan."

Doyoung mengerutkan keningnya. Apa-apaan ini? Ia pikir pertemuan mereka akan lebih dramatis daripada hanya bertemu di bar.

"Cuma itu?"

"Sekali dua kali, saya kasihan. Tiga kali saya penasaran. Kenapa masuk ke tempat yang ga cocok buat anak cupu kayak kamu. Saya nggak nyadar malah hampir tiap hari mampir ke bar yang sama cuma buat ngasihanin kamu."

Kok ceritanya semakin menyebalkan?

"Terus satu Minggu kamu nggak ke bar sama sekali. Saya pikir orang tua kamu marah. Ternyata emang bener kan? Kamu cupu, sok keren aja masuk ke tempat begituan. Biar apa?"

"Tapi anehnya saya selalu mikirin kamu kalau sempet. Di tengah kehidupan saya yang sibuk, mikirin keluarga saya aja bisa dihitung jari, tapi saya selalu mikirin kamu bahkan disaat saya tidak sengaja melamun saat bekerja."

"Ya gitu, akhirnya saya nyari tau soal kamu. Saya deketin ayah kamu, dan kamu harusnya tau lanjutannya."

Doyoung mengangguk mengerti. Agak rumit menjelaskan hubungan yang tidak terarah ini.

"Lo cinta nggak sama Gue?"

Jemari Jeongwoo berhenti dari papan ketik. Ia melirik Doyoung lalu mengedikkan bahu nya.

"Mungkin." Jawabnya singkat tapi ambigu. Tidak pasti dan sulit dimengerti. Semoga jemari Jeongwoo keseleo saat mengetik.

Doyoung jadi berpikir keras sekarang.

FEIGN || JEONGBBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang