Bagian 10 : Suka

917 150 15
                                    

Jeongwoo tak pernah tau ada ruangan seperti ini. Gudang yang ditata rapi, dengan rak berisi beberapa piala berwarna kuning. Jelas sekali prestasi-prestasi ini bukan milik Jihoon karena milik ayah Doyoung sudah terpasang menjadi pajangan di ruang tamu.

Ruang ini jelas tidak disiapkan hanya untuk menampung piala-piala palsu yang sengaja dibuat. Ini sebuah pencapaian yang bahkan Jeongwoo tak tahu.

"Ini punya kamu semua?" Meskipun Doyoung telah sedikit tenang, ia tak dengan mudah mengizinkan Jeongwoo masuk untuk menanyainya. Tatapannya kosong, melirik pada piala-piala yang sedikit berdebu. Biasanya sering dibersihkan namun tidak rutin.

Dan juga beberapa barang yang turut serta pernah menjadi hobi Doyoung. Semua tersimpan di ruangan yang tak begitu luas. Tapi tempat ini memiliki sebuah figura besar berisi tiga orang anggota keluarga. Ayah, bunda, dan Doyoung yang sepertinya baru saja mendapatkan juara dari piala yang ia bawa dan sejumlah uang sebagai hadiah dari kompetisi tersebut.

Dari sini Jeongwoo dapat melihat seberapa mirip Doyoung dengan ibunda nya. Dan juga, Doyoung terlihat jauh lebih manis dan penurut. Sangat berbeda dengan yang di depannya sekarang ini.

"Privasi." Balas Doyoung, lebih kepada malas menanggapi pertanyaan Jeongwoo.

"Jelas-jelas punya kamu." Jeongwoo dengan lancang mengamati piala-piala yang ternyata cukup beragam cabang perlombaannya.

"Saya nggak tau kamu dulu pinter kayak gini." Kata Jeongwoo mengejek, tapi sepertinya mood Doyoung benar-benar dalam keadaan yang rendah tak sedang tidak ingin bicara dengan siapapun.

Jeongwoo berbalik badan.

"Kamu suka skateboard?" Tanya Jeongwoo. Doyoung memicing, menapa Jeongwoo menjadi cerewet dua kali lipat dari biasanya.

"Bukan urusan Lo." Balas Doyoung malas.

"Emang bisa main skateboard?" Tanya Jeongwoo lagi.

Doyoung memutar bola matanya malas.

"Kalo nggak bisa main ngapain beli?" Tanya Jeongwoo.

"Sok tau Lo. Gue jago ya. Emangnya Lo bisa main skateboard?" Tanya Doyoung kembali.

Jeongwoo melirik sekilas.

"Nggak." Balas Jeongwoo singkat.

"Payah!"

Ucapan Doyoung membuat Jeongwoo mendengus samar.

"Saya sibuk kerja, nggak sempet belajar hal yang nggak penting." Kata Jeongwoo.

"Iya si paling kerja. Gue mah pengangguran."

Jeongwoo terkekeh ketika tau bahwa sedikitnya Doyoung telah membaik perlahan.

"Makanya itu, selagi kamu jadi pengangguran lakuin semua hal yang nggak penting itu. Skateboard, dance?" Jeongwoo terkekeh setelah membaca salah satu sertifikat tentang kepiawaian Doyoung dalam dance.

"Atau apapun itu, yang kamu suka tapi menurut saya nggak penting. Lakuin semua, seenggaknya itu lebih baik daripada jadi anak nakal kan?"

Doyoung terdiam, tak tahu harus menanggapi bagaimana nasehat mendadak yang Jeongwoo berikan.

"Nggak usah sok baik." Balasnya. Doyoung menjeda ucapannya dengan netra yang tak lepas dari Jeongwoo. "Lo nggak tau apa yang Gue alami sampai Gue milih berhenti menyukai apa yang dulu Gue suka."

Jeongwoo memusatkan pandangannya.

"Saya tau semua." Jeongwoo mengubah sorot iris nya. Menjadikannya penuh dengan teka-teki yang coba Doyoung pecahkan sendiri.

FEIGN || JEONGBBYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang