Ya tuhan, seumur hidup Doyoung tak pernah secemas ini sampai tidak bisa duduk dengan tenang. Ia sedari tadi hanya kesana-kemari dengan perasaan gelisah. Ia memaki dirinya sendiri yang terlalu lemah jika dihadapkan dengan Haruto. Seharusnya Doyoung tak mengatakan hal yang akan berakibat buruk kepadanya.
Dan parah nya, Jeongwoo pasti marah karena hal ini.
Terlebih ketika ia tadinya mengabaikan telepon dari Jeongwoo. Itu semua karena Doyoung kesal, memangnya siapa yang tidak kesal dengan orang jahat seperti Jeongwoo. Dan fakta bahwa Haruto adalah adik tiri Jeongwoo membuat Doyoung shock. Tapi tidak mengurangi kadar suka Doyoung kepada Haruto.
Tapi keadaan kali ini lebih genting. Ia tidak bisa berlindung kepada siapapun meskipun kepada ayah nya sendiri. Pun setelah drama yang membuat Ayah nya ditahan, kini Jihoon kembali melakukan perjalanan kampanye yang membuatnya tidak bisa selalu di rumah.
Pesan singkat muncul beberapa waktu, membuat Doyoung semakin panik ketika tau Jeongwoo akan datang sebentar lagi.
Apa yang harus Doyoung lakukan?
Ia benar-benar takut sekarang ini.
Apa ia harus kabur?
"IYAA!"
Tapi sebelumnya, Doyoung mengingat kata-kata Mashiho sebelumnya. Jika Jeongwoo memberikan tanda-tanda kriminal, maka ia harus menghubungi Mashiho. Maka dari itu, Doyoung mengirimkan pesan singkat, karena waktunya sedikit sekali untuk kabur saat ini.
Biarlah ia menghadapi Jeongwoo lain waktu, tapi untuk sekarang rasanya Doyoung tidak mampu.
Doyoung dengan tergesa turun dari kamarnya. Ia setengah berlari menuju pintu utama, namun Doyoung nyaris terjatuh setelah membuka pintu. Matanya membulat melihat Jeongwoo telah ada di depan pintu rumahnya dengan tatapan tajam miliknya.
Ya tuhan, Doyoung terlambat menyelamatkan diri.
Doyoung menelan ludahnya susah payah, sedangkan Jeongwoo mulai maju untuk memasuki rumah. Hal itu membuat Doyoung mau tak mau harus mundur.
"Lo udah sampai?" Doyoung mencoba tersenyum meski tertekan. Dan Jeongwoo menghela napas sesaat, ekspresi yang semula mengeras itu mulai melunak beberapa saat kemudian.
"Kamu udah makan?"
Doyoung tersentak, ia tak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Jeongwoo. Ini benar-benar diluar prediksi nya.
Apa maksudnya Jeongwoo?
Apa ini marah gaya baru?
Doyoung menggeleng, karena ia memang belum makan. Siapa yang selera makan mengetahui kau akan menikahi seseorang seperti Jeongwoo. Belum lagi tadi Doyoung sangat gelisah.
"Ayo makan." Jeongwoo mengangkat sebuah bungkusan berisi makanan yang sempat ia beli. Dan Doyoung mengapa tidak menyadarinya sejak awal?
Doyoung mendadak ragu, terlebih saat Jeongwoo melangkah lebih dulu ke arah meja makan. Mengintruksikan kepada asisten rumah tangga untuk menyingkirkan semua makanan yang tersaji di meja. Seolah dirinya memang memiliki kuasa penuh di rumah ini.
Doyoung mengerutkan keningnya. Merasa aneh mengingat orang luar dapat dengan mudah memerintah di rumahnya, sedangkan Doyoung hanya bisa melihat sikap semena-mena Jeongwoo.
Tapi bukan itu!
Fokus Doyoung sekarang adalah tentang Jeongwoo yang mulai mengeluarkan beberapa makanan cepat saji itu. Bukan tipe Jeongwoo sekali memesan makanan yang tidak sehat seperti ini.
Ini tidak beracun kan?
Jangan-jangan Jeongwoo bersikap baik karena ini hari terakhir Doyoung di dunia. Aduh, Doyoung menggeleng menepis pemikiran itu. Walaupun nyata nya ia takut setengah mati.
"Makan." Kata singkat itu seakan menjadi perintah yang tidak bisa Doyoung langgar. Tapi bagaimana ya? Doyoung ragu dan takut.
"Gue makan nasi aja." Kata Doyoung mengabaikan pizza yang telah Jeongwoo buka. Dan rasanya Doyoung ingin berteriak karena ini merupakan pizza kesukaannya.
"Oke." Kata Jeongwoo singkat, ia kemudian mengambil sepotong pizza sebelum memakannya di depan Doyoung. Setidaknya membuat Doyoung bernapas lega karena makanan ini tidak beracun.
Sekarang Doyoung jadi ingin makan juga. Tapi gengsi nya setinggi itu untuk meminta makanan Jeongwoo.
"Nggak makan?" Tanya Jeongwoo.
Doyoung melirik Jeongwoo dengan raut yang susah diartikan.
"Nanti aja--"
"Sekarang Doyoung. Makan apa yang ada di depan kamu. Temenin saya makan. Ini hukuman buat kamu." Kata Jeongwoo tegas, bukannya takut Doyoung malah bersyukur. Ia mengangguk tanpa membantah. Mengambil sepotong pizza dan memakannya sembari menahan senyuman.
Enak juga hukumannya.
Tapi sekarang Doyoung yang merasa tidak enak. Apa Jeongwoo kecewa dengannya?
"Lo nggak marah?" Doyoung berkata dengan pelan, ia takut membuat Jeongwoo marah sebenarnya. Tapi penasaran saja mengapa Jeongwoo terlihat begitu tenang dalam diamnya.
"Kata siapa saya nggak marah?" Tanya nya. Tapi setiap kata yang diucapkan Jeongwoo terasa menyeramkan.
"Gue minta maaf ya."
"Nggak semudah itu."
Doyoung menciut. Entah apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Yang jelas Jeongwoo memang bukan seseorang dengan hati yang lembut sehingga mau memaafkan Doyoung dengan mudah. Tapi setelah dipikir-pikir, Doyoung memang menyebalkan sih.
"Ayah sama Papa saya denger omongan kamu tadi. Itu bikin mereka salah paham."
Dan Doyoung terkejut ketika mendengar fakta bahwa orang tua Jeongwoo juga mendengar ucapannya di telpon.
"Tapi kan Gue ngomong fakta." Cicit Doyoung. Nyaris tak terdengar tapi ia dapat mendengar Jeongwoo yang menghela napas kasar. Semacam ingin menggigit Doyoung hidup-hidup.
"Kamu dalam keadaan sadar waktu tanda tangan kontrak sama saya. Bilang di bagian mana saya ngacem kamu?" Jeongwoo melirik dengan tidak suka. Dan Doyoung rasanya ingin menunjukkan bahwa setiap kalimat yang Jeongwoo keluarkan itu merupakan ancaman bagi Doyoung.
"Maafin Gue, Gue kan becanda. Gue nggak tahu kalian lagi kumpul keluarga kayak gitu."
"Becanda kamu nggak lucu."
Doyoung menunduk seakan menyesal. Sebenarnya ini hanya alibi untuk menghindari tatapan tajam dari Jeongwoo.
"Gue minta maaf. Gue harus apa biar Lo nggak marah?" Pada akhirnya Doyoung hanya bisa pasrah pada keputusan Jeongwoo kali ini.
Ia hanya takut Jeongwoo kembali mengirim Doyoung dan sang Ayah ke penjara. Bagaimana hidup mereka nanti.
"Ayo bangun. Ikut saya ke rumah."
Doyoung membulatkan matanya.
"Buat apa?" Tanya nya dengan was-was.
"Buat bahas pernikahan kita. Ayah kamu udah perjalanan pulang ke rumah saya."
BRAKKKK.
Itu bukan berasal dari Doyoung, tapi berasal dari pintu utama yang dibuka paksa hingga mengalihkan atensi Doyoung dan Jeongwoo.
"DOYOUNG, LO DIAPAIN SAMA OM JEONGWOO, GUE UDAH TELPON POLISI!"
Mashiho! Bunuh saja Doyoung sekarang!
***
Nihhhh aku kasiii double up. Bacain komen kalian bikin aku senenggg. Makasihhh, semoga cukup memenuhi ekspektasi kalian tentang book ini❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
FEIGN || JEONGBBY
FanfictionSemenjak pertemuannya dengan Park Jeongwoo, hidup Doyoung seakan berada dalam tahanan. Dan Doyoung sekali lagi membenci fakta bahwa dia tak bisa lari dari sosok yang selalu ia benci itu. WARN! BXB area!