'Mimpi Buruk Datang Dari Kejadian Tak Menyenangkan'
Selama sebulan berhasil bertahan hidup di kota asing ini, pergaulanku mulai terbentuk. Aku memiliki teman bernama Intan.
Hobiku kali ini adalah duduk di bangku perpustakaan membaca puisi WS Rendra, ditemani kumpulan kertas kosong yang aku gunakan sebagai tempat pembuangan ide.
Jurusan kuliahku adalah Arsitektur, alasan kenapa memilihnya sangat sederhana, karena aku suka menggambar. Dan harapanku memilih ini, supaya aku bisa menciptakan sebuah rumah.
Bagiku rumah adalah impian yang aku dambakan setiap waktu. Ruangan yang bisa kujadikan tempat pulang bahkan tempat senang. Ruangan yang ingin kujadikan sebagai tempat perenungan serta merta memberi penenangan.
Bagiku, meski kita tidak memiliki rumah. Kita berhak untuk pulang.
Bi Dela adalah satu-satunya keluarga yang mengurusku. Ia tentu sangat senang ketika aku berhasil kuliah dan pergi dari kota yang pengap itu. Dia berharap supaya aku bisa menjadi perempuan yang mandiri dalam mencari jodoh maupun sebuah pekerjaan. Terhindar dari pikiran-pikiran kampung yang sering menggaungkan tradisi bahwa perempuan adalah makhluk yang pada akhirnya kembali ke dapur, atau jadi budak yang menunggu dijodohkan dengan laki-laki berhidung belang karena punya kekayaan.
Kekayaan yang akan dimanfaatkan oleh suami dari bibiku yang suka mabuk, berjudi, dan memukul perempuan. Orang tuaku meninggal ketika aku umur 5 tahun, dan aku hanya diurus seadanya oleh bibiku yang tiap hari tak pernah bersih dari luka-luka yang diukir sikeparat suaminya.
Laki-laki yang tak bisa kumaafkan tindakannya karena hampir merenggut keperawananku ketika aku duduk di bangku SMA. Dari sanalah tidurku tak pernah lelap, aku dihantui oleh wajahnya yang beringas bak serigala yang berhasil menerkam kelincinya dan itulah satu-satunya penyebab kenapa aku bisa hidup sebatang kara di kota asalku.
Aku dan Bibi sering berkomunikasi melalui telepon genggam, telepon yang hanya kugunakan untuk menghubungi bibi, para dosen, dan teman karibku di Bandung. Pasca kejadian itu bibiku menyuruhku untuk pergi jauh dari kampung halamanku. Karena aku menjadi buah bibir para tetangga kurang ajar ketika kejadian itu.
Ini momen yang sulit kulupakan, hati perempuan itu hancur diterpa petir yang menyambar ke ubun-ubunya ketika ia mendengar suara ku menjerit kesakitan karena kedua lenganku terlentang dan diikat di tempat ia pernah bercinta dengan suami tololnya itu.
Kejadian tragis yang sampai saat ini menjadi mimpi buruk yang tak terlupakan. Kejadian yang tak bisa kumaafkan dan aku dikecam rasa bersalah karena menjadi dalang kematian anaknya.
Sosok binatang liar yang ingin menerkam tubuh telanjangku tiba-tiba dihentikan oleh sosok perempuan tangguh yang menarik laki-laki bejat itu. Bibiku meronta-ronta frustasi dan melepaskan seluruh tali yang terlilit di kedua kaki dan tanganku, ia menyelimutiku dengan kain sarung yang masih membentuk lekuk tubuhku.
Dia memelukku dengan gemetar dan aku tak ingat setelah itu, rasanya seperti seluruh hidupku direnggut. Dan hangat peluk serta air mata yang membasahi pundaku justru malah membuatku ikut menangis kesakitan.
Setelah aku diasingkan ke rumah yang jauh dari kampung halamanku, bibiku memberikan kabar bahwa anaknya telah meninggal dikandungan karena ulah suaminya yang membantingkan tubuh bibi dengan keras sehari setelah aku pergi, sehingga ia mengalami pendarahan hebat dan tidak bisa memiliki keturunan lagi.
Dan hari ini, saat kalimat ini masih kuceritakan, perempuan tangguh dan bodoh itu masih bertahan dengan laki-laki beringas, pemabuk bak binatang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEDERHANA
Science FictionON GOING (Penulis Beristirahat Dulu) Cerita ini mengikuti perjalanan seorang perempuan muda bernama Burner Leana, atau biasa dipanggil Bar. Ia berasal dari kota kecil dikawasan jawabarat dan bekerja sebagai kasir dimini market sebagai bentuk penyam...