Keempat

116 28 4
                                    

"Semua orang berlama-lama di sana, aku singkat berduaan di sini"

Aku masih ingat, satu bulan setelah menyelesaikan masa orientasi di kampusku, penutupan masa orientasi ditandai dengan acara konser yang sangat besar. Ada penyanyi Feby Putri yang viral karena beberapa lagu-lagunya yang trending di Spotify.

Serta Artis indie seperti Efek Rumah Kaca, Fiersa Besari dan Fourtwnty berkumpul dalam satu Frame di kampusku.

Sungguh! Meski aku menyukai lagu 'Segelas Berdua' dari Fourtwnty,  jika semua artis yang berada di panggung itu dikumpulkan dalam satu tempat dan semua mahasiswa membeludak, nafasku sesak dibuatnya.

Aku berada dikerumunan manusia yang sedang menjerit menyanyikan lirik-lirik yang menurut mereka sangat relevan dengan hidupnya. Tak lama, Yura Yunita sebagai artis utama diacara itu pun datang menyapa semua mahasiswa yang tersebar di lapangan.

Ia berteriak di panggung, suara antusias pengunjung pun semakin keras tidak seperti sebelumnya.

 Sungguh, kepalaku pusing dibuatnya. Bukan pusing mendengar penyanyi terkenal seperti Yura, hanya saja aku tak sanggup berdempetan dengan manusia yang sedang asyik merayakan kegiatan pada hari terakhir orientasi. 

Sampai pada akhirnya, aku memutuskan untuk menjauhkan tubuh ini dari sumber kebisingan.

Aku merogoh tasku mengambil buku bacaan, dan membacanya di tempat yang tidak begitu jauh dari lokasi kerumunan.

Sebuah buku yang berjudul "The Subtle Art of Not Giving a F*ck" karya Mark Manson.

"Suka baca buku?" tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berada di sampingku. 

Aku masih ingat, dia mengenakan kemeja hitam dengan celana jeans serta sepatu Ventela berwarna kuning. Wajahnya memang datar. Hanya saja saat itu, ujung bibirnya sedikit menyabit kecil.

 "Suka," jawabku.

Dia tersenyum dan mengatakan, "kamu itu mahluk aneh ya!" lirihnya. 

"Aneh kenapa?" tanyaku. 

"Dari banyaknya orang-orang yang sibuk merayakan banyak hal hari ini, cuma kamu yang mengasingkan diri untuk menyempatkan baca buku disini" katanya.

Senyuman yang tersimpul itu masih kuingat bentuk dan garisnya, dia masih berdiri dihadapanku bahkan ketika aku tak lagi angkat bicara. Dia masih berdiri dihadapanku bahkan ketika aku sudah menyelesaikan 2 lembar bacaanku.

Siapa dia? Kenapa mahluk aneh yang tingginya lebih tinggi dariku masih berada disini, dikeheningan yang masih menyisakan suara-suara merdu dari penyanyi terkenal itu. Siapa dia? Kenapa mahluk aneh yang badannya sedikit berotot itu masih mematung disini, di tempat aku pun berdiri. 

Dan, kenapa aku? Kenapa aku masih membiarkannya bertahan lama disini.  Aku menarik nafas panjang dan angkat bicara menanyakan mengapa dirinya masih menemaniku, alih-alih menanyakan diriku kenapa masih berada disini dan bukan menghindar. "Kenapa masih di sini?" tanyaku. 

"Gak boleh?" tanyanya. Aku terdiam sebentar.

 "Jangan-jangan, Kamu juga suka baca buku ya?" tanyaku. Dia menoleh dan menganggukan kepalanya.

 "Tahu buku ini berarti?" tanyaku sambil mengangkat buku yang sudah kututup kembali. Dia menggeleng.

Katanya suka baca buku, tapi buku yang sepopuler ini dia tidak tahu. Aneh! Gerutuku.

"Emang bukunya tentang apa?" tanyanya. 

"Buku ini tuh, buku yang penuh kontradiksi tau. Buku yang nyuruh kita untuk bodo amat ke hal-hal yang tidak di prioritaskan. Ada satu kalimat yang aku suka di buku ini, yaitu: 

'Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal. Tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, hanya peduli tentang apa yang benar-benar mendesak dan penting.' Buku ini cocok buat anak-anak muda yang punya masalah mental"  tuturku.

Dia menatapku saat aku asyik kalut dalam sebuah buku.

"Aku jadi tertarik sama kamu." Katanya.

 Ia membisikan kalimat itu tepat ketelingaku lantas meninggalkanku begitu saja. 

SEDERHANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang